Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum Ada Cinta
"Lho, Non, kok tidur di sini?", terdengar sebuah suara yang membuyarkan rasa kantuk Raya.
"Mmmhh ... Mbok Nah, ini jam berapa?", tanya Raya sambil menggeliat dan mengerjapkan kedua matanya.
"Ini jam setengah lima pagi, Non. Non Raya kenapa tidur di meja makan toh?", tanya Mbok Nah bingung.
Raya menatap Mbok Nah dan tersenyum manis, "Tak apa, Mbok. Terima kasih sudah membangunkanku, aku mau sholat subuh dulu, ya", ucap Raya yang kini sudah berhasil mengembalikan setengah kesadarannya.
"Iya, Non".
"Oh ya, Mbok, kalau di rumah ini apa ada mushola atau alat sholat yang bisa aku pakai?", tanya Raya.
Mbok Nah menatap Raya dengan heran, "Anu, Non, apa di kamar Non Raya tidak ada alat sholat? seingat Mbok, Tuan dan Nyonya besar sudah menyiapkan semua keperluan Non Raya di sana", terang Mbok Nah hati-hati.
Raya terdiam sejenak, "Ah iya, terima kasih, Mbok. Aku cek ya", jawab Raya.
Mbok Nah hanya menganggukkan kepalanya.
Raya sebetulnya ragu untuk kembali ke kamar atas yang juga merupakan kamar Ezra. Terlebih semalam Ezra sudah memperingatkannya untuk tidak mengganggu istirahatnya lagi.
"Bagaimana ini? masuk atau tidak, ya?", Raya masih berargumen dengan dirinya sendiri.
Di satu sisi, dia tidak berani masuk, tapi di sisi lain, Raya membutuhkan perlengkapan sholatnya dan akan jadi pertanyaan besar kalau Raya meminjam atau menanyakan lagi hal itu pada Mbok Nah.
"Bismillah ... aku masuk saja, pelang-pelan Raya", gumam Raya sambil membuka pintu kamar dengan perlahan.
Aroma semerbak bunga mawar masih begitu menyeruak tatkala pintu kamar itu dibuka.
Suasana dalam kamar benar-benar temaram bahkan hampir gelap karena rupanya Ezra tidak menyalakan lampu tidur di dalam sana.
"Ya ampun, aku harus cari di mana alat sholatnya", batin Raya.
Ia segera merogoh saku piyama tidurnya untuk mengambil gawai dan memanfaatkan senter yang ada di sana.
"Ck, gawaiku mati lagi", keluh Raya.
Semalam gawainya memang tidak dia charge. Raya akhirnya memilih untuk merangkak mendekati tirai yang ada di dekat lemari. Ia berpikir untuk membuka sedikit tirai itu agar cahaya lampu dari balkon bisa menerangi lemari.
"Ah ..."
Brukkk
Tidak sengaja kaki kanan Raya tersandung tempat tidur. Dirinya jatuh tepat di atas tubuh Ezra yang masih terlelap.
Deg
Lagi, jantung Raya berdegup. Dia merutuki kecerobohannya, tapi sudah terlambat, Ezra sekarang mengerjapkan kedua matanya.
"Kamu? apa yang kamu lakukan di sini?", Ezra menyalakan lampu tidur di nakas dan terkejut mendapati Raya kini berada di atas tubuhnya.
Dia dengan segera mendorong tubuh Raya hingga terjatuh.
"Aduh ... sakit", keluh Raya.
"Dasar perempuan tidak tahu malu, apa yang kamu lakukan di sini? dan tadi itu, kenapa kamu bertindak seperti itu hah?", Ezra memberondong Raya dengan pertanyaan.
"Maaf Mas, itu ... aku ... aku hanya sedang mencari perlengkapan sholat dan tadi kakiku tidak sengaja tersandung, Mas", terang Raya cepat.
Ezra masih tak percaya mendengar ucapan Raya. Dia menatap istrinya itu dengan tatapan tak suka.
"Jangan banyak beralasan kamu. Jangan kamu pikir karena aku menikahimu lantas kamu bisa berbuat seenaknya di rumah ini!", tegas Ezra.
Kejadian barusan membuyarkan rasa kantuk dan rasa lelah Ezra.
"Cepat cari dan ambil barang itu. Jangan lupa, kamu kemas juga semua barang-barangmu dari kamar ini dan jangan pernah menginjakkan kaki lagi di kamarku. Aku tidak suka!", lagi, Ezra memberi penekanan pada ucapannya sebelum ia berlalu ke dalam kamar mandi.
Raya yang masih terduduk di lantai hanya bisa menundukkan kepalanya.
Tanpa menunggu waktu lama, Raya segera mencari dan mengemas barang-barang miliknya. Beruntung, barang-barang milik Raya masih tersimpan rapi dalam koper. Jadi dia bisa lebih cepat meninggalkan kamar itu.
"Lho, Non Raya mau kemana?", tanya Mbok Nah yang baru saja selesai membersihkan area ruang keluarga. Ia heran melihat majikannya sepagi ini turun dengan membawa dua buah koper.
Raya tersenyum tipis, dia bingung harus bagaimana menjelaskan keadaannya.
"Mbok, tolong jangan cerita ke Papa dan Mama, ya", pinta Raya.
Mbok Nah mengangguk.
"Di rumah ini apa ada kamar lain yang bisa aku pakai, Mbok?", tanya Raya.
"Ada, Non. Di sini ada banyak kamar. Mari, Mbok bantu dan antar Non Raya", tawar Mbok Nah. Wanita paruh baya itu segera mengambil koper dari tangan Raya.
"Terima kasih, Mbok", ucap Raya. Ia mengikuti langkah Mbok Nah ke kamar yang lain.
Sementara itu, Ezra mendapatkan pesan dari Sang Mama yang mengabarkan bahwa dirinya sudah sampai di negara Y.
Setelah Ezra menikah, kedua orang tuanya memang memilih meninggalkan negara X dan menetap di negara Y. Mereka bahkan sudah mewariskan perusahaan property di negara X kepada Ezra.
Ezra hanya tersenyum tipis melihat pesan dari Sang Mama yang disertai foto dirinya bersama Papa Hadinata.
"Semoga Mama dan Papa sehat dan bahagia selalu di sana", ucap Ezra sambil mengetik pesan balasan di gawainya.
Ezra segera melirik jam di tangannya, sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan sejak subuh tadi dia belum keluar dari kamar.
Ezra turun setelah ia selesai berolahraga. Tubuhnya yang masih berkeringat dengan otot yang terlihat jelas membuat penampilan Ezra pagi ini sungguh memesona.
"Selamat pagi, Tuan Muda", sapa Mbok Nah sesaat setelah dirinya melihat Ezra turun menuju meja makan.
"Pagi, Mbok. Sarapan pagi ini apa, Mbok?", tanya Ezra. Ia memperhatikan menu yang tersaji di meja.
"Anu, pagi ini ada soto ayam dan jus mangga, Tuan", terang Mbok Nah.
Ezra mengernyitkan dahinya, "Soto ayam? sejak kapan makanan seperti itu disajikan di rumah ini?".
"Itu ...".
"Maaf Mas, aku yang membuatnya", tiba-tiba saja Raya muncul dari arah ruang utama.
Ezra tersenyum sinis, "Hooo kamu yang masak. Pantas saja makanan kampungan macam itu ada di sini. Mbok, tolong buatkan sarapanku seperti biasa dan antarkan ke kamar", ucap Ezra setelah ia menatap tajam ke arah Raya.
"Baik, Tuan", jawab Mbok Nah cepat.
"Dengar, jangan berlagak seperti seorang istri buatku karena sampai kapanpun, aku tidak akan pernah menerima dan mengakui kamu sebagai istriku, ingat itu!", ucap Ezra tanpa perasaan.
Raya yang mendengar ucapan itu merasakan ada sesak di dadanya. Dia tahu pernikahan mereka sangat mendadak dan penuh paksaan, tapi meskipun begitu, menurut Raya tidak pantas seorang suami berkata sekasar itu pada istrinya meski di hati mereka berdua belum ada cinta.
Raya berusaha menetralkan rasa sesak di hatinya, ia juga berusaha menahan kedua matanya agar tidak berkabut karena ucapan yang menyakitkan.
"Non, maaf ...".
Raya tersenyum tipis, "Tak apa, Mbok. Mbok lanjutkan saja membuat sarapan kesukaan Mas Ezra. Masakanku tadi biar aku yang makan nanti aku bagi bareng Mbok dan Pak Seno, ya".
"Iya, Non. Terima kasih".
Raya menganggukkan kepalanya, "Mbok, aku permisi ke kamar dulu", pamit Raya.
"Nggih, Non", Mbok Nah menatap kepergian Raya dengan perasaan haru.
"Semoga saja Tuan Ezra bisa bersikap lebih baik pada istrinya", harap Mbok Nah dalam hati.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban