Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. RSK
Keesokan harinya ....
Nyonya Liodra dan Tuan Kheil ke rumah sakit untuk menjenguk Bu Isma.
"Mom, apa Momy yakin ibunya Azzura di rawat di kamar ini," tanya Tuan Kheil.
"Iya, Azzura sendiri yang memberitahu momy." Nyonya Liodra mengetuk pintu kamar rawat itu lalu menyapa Azzura yang sedang menyuapi ibunya.
"Zu ... Ibu," sapa Nyonya Liodra dengan seulas senyum.
"Tuan, Nyonya," sahut Azzura.
Bu Liodra menatap lekat wajah Bu Isma yang terlihat pucat.
"Bu, ini Nyonya Liodra owner cafe tempatku bekerja. Dan yang di sebelahnya Tuan Kheil suaminya. Beliau Presdir KL Brandon Corp," jelas Azzura pada Bu Isma.
Bu Isma mengulas senyum lalu mengangguk kecil. "Saya Isma, Nyonya, Tuan. Terima kasih karena sudah berbesar hati mau menjenguk saya," ucap Bu Isma dengan suara lirih.
"Sama-sama, Bu. Kedatangan kami berdua ke sini bukan semata-mata hanya ingin menjenguk saja. Tapi, sekalian ingin melamar Azzura untuk menjadikannya menantu kami," ungkap Nyonya Liodra.
Bu Isma melirik Azzura lalu tersenyum. "Nyonya, Tuan, jika Azzura menerima lamaran ini, berarti saya juga menyetujuinya."
Nyonya Liodra dan Tuan Kheil sama-sama menatap Azzura dengan penuh harap.
"Ibu, aku akan menerima lamaran ini sekalian meminta restu serta doa dari ibu," timpal Azzura dengan mata berkaca-kaca.
Bu Isma kembali tersenyum, mengangguk pelan seraya mengelus lengan putri semata wayangnya itu.
"Terima kasih, Azzura, Bu," ucap Nyonya Liodra dan Tuan Kheil.
Azzura mengangguk pelan. Menatap sang calon mertua bergantian kemudian beralih menatap sang ibu. Demi melihat wanita yang disayanginya sembuh, Azzura rela menerima lamaran itu.
"Sayang," panggil Bu Isma.
"Ibu." Azzura memeluk Bu Isma sambil menangis.
Bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena ibunya akan segera dioperasi dan akan melanjutkan perawatan. Sedih karena membayangkan rumah tangganya yang bakal tak harmonis.
Melihat Azzura menangis di pelukan Bu Isma, Nyonya Liodra dan Tuan Kheil ikut meneteskan air mata.
"Bu, rencananya pernikahan Azzura dan putra kami akan di selenggarakan dua minggu lagi. Semuanya akan saya atur. Ibu juga nggak usah khawatir mengenai biaya rumah sakit. Saya yang akan menanggung semuanya," jelas Nyonya Liodra sembari menggenggam jemari calon besannya itu.
"Terima kasih," ucap Bu Isma merasa terharu.
"Sama-sama, Bu."
.
.
.
Sementara itu, di kantor Close, Laura tampak begitu kesal.
"Apa! Apa aku nggak salah dengar?!" geram Laura menatap tajam pada Close.
"Bukan aku yang ingin tapi Momy. Bahkan dua minggu lagi kami akan di nikahkan," jelas Close.
"Kenapa kamu nggak menolak!" sentak Laura.
"Aku sudah menolak, tapi Momy tetap ngotot ingin menikahkan aku dengan gadis itu."
"Sayang! Pokoknya aku nggak mau jika kamu sampai menyentuhnya. Sebaiknya kamu melakukan sesuatu," usul Laura dengan senyum sinis.
"Nggak akan bahkan aku nggak sudi apalagi tertarik dengan gadis kampungan seperti dirinya. Yang ada, aku sangat membenci gadis itu," jelas Close. Namun tak menjelaskan secara gamblang penyebab ia membenci Azzura.
Hening sejenak ...
Close menyeringai lalu memeluk Laura. "Ide kamu, boleh juga. Melakukan sesuatu ... menurutku ide yang paling brilian adalah, membuat surat perjanjian perceraian. Ya, dia tetap akan menjadi istriku. Tepatnya sebagai istri di atas kertas. Aku akan memintanya menanda tangani surat perjanjian perceraian itu, jika dia sudah menyerah. Dan, secara otomatis kami akan resmi bercerai."
Sungguh tega apa yang di rencanakan pasangan sejoli itu. Bahkan dengan percaya diri, Close mengungkapkan keinginannya dengan menggebu-gebu. Ia lupa jika di antara benci dan cinta perbedaannya sangat tipis.
Laura langsung tersenyum puas mendengar ucapan Close sambil membatin, "Aku nggak mau kehilangan Close. Aku akan terus menghasut Close supaya membenci gadis barista itu. Ngeselin banget!"
.
.
.
Dua minggu kemudian ....
Pada umumnya pasangan yang akan menikah pasti akan terlihat bahagia. Namun itu tidak berlaku bagi Azzura dan Close.
Keduanya sama-sama terpaksa menikah dengan alasan yang berbeda.
Saat Azzura akan dipersunting oleh Close, ibunya juga harus di operasi di hari yang sama.
"Nanda, aku titip Ibu, ya. Tolong hubungi aku jika ibu sudah selesai dioperasi."
"Baiklah. Maaf, aku nggak bisa hadir di hari pernikahanmu. Ibu lebih penting karena beliau sudah kuanggap seperti ibuku juga," sahut Nanda lalu memeluk sahabatnya itu. "Selamat ya, Zu. Aku nggak menyangka jika kamu akan menjadi menantu Bu Liodra. Apapun itu, aku turut berbahagia untukmu."
Azzura hanya mengangguk dengan mata berkaca-kaca-kaca. Mengurai pelukannya lalu menatap wajah pucat sang ibu.
"Sayang, jangan menangis. Tersenyumlah, karena ini hari bahagiamu," ucap Bu Isma dengan lirih seraya mengelus wajah polos Azzura.
"Andai ibu tahu alasanku menikah, ibu pasti nggak akan setuju," batin Azzura.
Tak lama berselang beberapa perawat masuk ke kamar Bu Isma. Mulai mendorong bed pasien keluar kamar.
Air mata Azzura terus berlinang. Ia dan Nanda ikut mendorong bed pasien seingga mereka terpisah di depan pintu ruang operasi.
Sedetik kemudian ia memandangi seorang dokter pria yang sedang mengenakan masker menghampiri mereka.
"Dok, tolong selamatkan ibu saya." Azzura menggenggam tangan dokter itu dengan suara tercekat.
Dokter itu mengangguk sembari menatap lekat sepasang mata Azzura yang terus mengeluarkan air mata.
"Jadi ... pasien tadi, ibunya gadis ini?" batin pak dokter. Menatap tangan yang sedang digenggam oleh Azzura.
"Insyaallah, kami akan melakukan yang terbaik," sahut Pak dokter.
"Terima kasih, Dok," ucap Azzura lalu melepas genggaman tangannya.
Pak dokter mengangguk pelan. Tersenyum di balik masker kemudian lanjut masuk ke ruang operasi.
Dengan berat hati, Azzura berpamitan pada sahabatnya. Meninggalkan tempat itu menuju mobil yang sejak tadi telah menunggunya.
Di sepanjang perjalanan Azzura hanya diam dengan pandangan kosong memikirkan ibunya.
Tak lama berselang, Yoga yang tak lain adalah asisten Close menegur, "Nona Zu, kita sudah sampai."
"Sudah sampai ya ... oh ya, jangan panggil Nona, panggil Zu atau Zura saja," timpal Azzura dengan senyum ramah.
Yoga mengangguk. Meminta Azzura segera turun dari mobil, karena calon mertuanya sedang menunggu di depan lobby hotel.
Dengan patuh Azzura menurut. Menghampiri Nyonya Liodra yang sedang tersenyum menunggunya.
Begitu mereka berada di kamar hotel, Nyonya Liodra meminta perias untuk segera merias Azzura.
"Mbak, tolong rias mantu saya, ya."
"Siap, Nyonya."
Tiga puluh menit kemudian ....
"Sempurna," ucap Mbak MUA menatap kagum wajah cantik Azzura.
"Wah, Zu ... aku sampai pangling," ucap Gisel dengan senyum manis.
"Sayang, apa kamu sudah siap, Nak?" tanya Nyonya Liodra.
"Siap, Mom." Azzura memejamkan mata sejenak. Menarik nafas dalam-dalam sambil memegang dada.
Setelah itu, Gisel dan Momy Liodra mengapit lengan Azzura menuju ballroom hotel. Di sana Pak penghulu, Daddy dan Close sedang menunggu calon mempelai.
Dengan langkah pelan tapi pasti, Momy Liodra dan Gisel mengantar Azzura kepada Close yang sedang berdiri menantinya.
Sejenak, Close tertegun menatap kagum sang calon istri. Ia langsung memegang dadanya yang tiba-tiba saja berdebar menatap jelas wajah cantik Azzura.
Namun, seketika membuyar saat Momy Liodra menegurnya. "Close!"
Close langsung menyambut jemari Azzura lalu membantunya duduk.
Beberapa menit kemudian, Pak penghulu menyalami tangan Close. Menuntunnya mengucapkan janji suci pernikahan.
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Azzura Zahra binti Muhammad Fadil dengan mas kawinnya yang tersebut di bayar tunai!"
Suara lantang Close menggema di ruangan itu. Mengucap ijab qobul hanya dengan sekali tarikan nafas.
"Sah!"
"Sah!"
"Sah!"
Wajah Azzura tetap terlihat tenang. Namun, hatinya seketika mencelos merasa miris. Mengingat dirinya kini resmi menjadi istri dari Close Navarro Kheil.
Azzura tersentak kaget saat jemarinya di raih oleh Close. Memasangkan cincin pernikahan di jari manisnya. Pun sebaliknya, ia dengan terpaksa memasang cincin itu di jari manis Close.
"Close ... ayo kecup kening istrimu," pinta Daddy Kheil.
Dengan terpaksa Close menuruti permintaan itu.
Ia menatap lekat wajah Azzura, menangkup pipi lalu mengecup kening sang istri.
Setelah itu, ia berbisik, "Selamat datang di pernikahan laknat ini. Pernikahan yang bakal seperti berada di dalam neraka!"
Azzura bergeming dengan wajah datar menatap lekat manik coklat suaminya. Ia seolah sudah siap menghadapi semua kemungkinan yang akan terjadi.
...🌿----------------🌿...