NovelToon NovelToon
Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Bad Boy
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: sha whimsy

" Kamu adalah alasan kenapa aku mengubah diriku, Gus. Dan sekarang, kamu malah mau meninggalkan aku sendirian?" ujar Raya, matanya penuh dengan rasa kecewa dan emosi yang sulit disembunyikan.

Gus Bilal menatapnya dengan lembut, tapi tegas. "Raya, hijrah itu bukan soal aku atau orang lain," ucapnya dengan suara dalam. "Jangan hijrah karena ciptaan-Nya, tetapi hijrahlah karena Pencipta-Nya."

Raya terdiam, tetapi air matanya mulai mengalir. "Tapi kamu yang memotivasi aku, Gus. Tanpa kamu..."

"Ingatlah, Raya," Bilal memotong ucapannya dengan lembut, "Jika hijrahmu hanya karena ciptaan-Nya, suatu saat kau akan goyah. Ketika alasan itu lenyap, kau pun bisa kehilangan arah."

Raya mengusap air matanya, berusaha memahami. "Jadi, aku harus kuat... walau tanpa kamu?"

Gus Bilal tersenyum tipis. "Hijrah itu perjalanan pribadi, Raya. Aku hanya perantara. Tapi tujuanmu harus lebih besar dari sekadar manusia. Tujuanmu harus selalu kembali kepada-Nya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sha whimsy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eldrin Aljazair

" Periksa dia, " Kata seseorang berpakaian serba hitam.

" Dia sudah mati, gimana nih bos? " Tanya yang lain.

" Buang dan hanyutin, " Perintah orang itu dengan senyum miring dibalik masker hitam nya.

Tubuh Blaze yang penuh luka dan kepala yang masih mengeluarkan banyak darah diangkut oleh beberapa orang berpakaian serba hitam. Tubuh itu dibuang ke sungai besar dan hanyut terbawa arus.

Air sungai yang dingin membungkus tubuh Blaze yang tak berdaya, menghapus jejak darah yang mengalir dari luka-lukanya. Arus deras menghanyutkannya semakin jauh, membawa tubuhnya ke tempat yang tak diketahui. Di atas permukaan, cahaya bulan memantulkan bayangannya di atas air, seolah menjadi saksi bisu atas kejadian mengerikan itu.

Di kejauhan, suara tawa sinis dari pria berpakaian hitam masih terngiang. Mereka yakin bahwa Blaze telah lenyap, hilang tanpa jejak di kedalaman sungai yang sunyi. Namun, dalam ketenangan arus yang terus membawa tubuhnya, takdir sepertinya belum sepenuhnya meninggalkan Blaze.

Pemimpin komplotan itu, pria bertubuh kekar dengan bekas luka di wajahnya, menatap ke arah sungai dengan senyum puas. "Akhirnya lo mati, Blaze," gumamnya, suaranya penuh kebencian. "Selalu bikin masalah, selalu bikin gue repot. Sekarang, nggak ada yang bisa nolongin lo. Sampah macam lo nggak pantes hidup."

Blaze telah lama menjadi duri dalam daging bagi pria itu dan kelompoknya. Bukan hanya karena Blaze adalah ketua geng motor yang memiliki pengaruh kuat di wilayah mereka, tetapi juga karena kecerdikan dan ketangkasannya yang selalu membuat rencana mereka berantakan. Tak terhitung berapa kali mereka mencoba menjebaknya, namun Blaze selalu berhasil lolos, seolah takdir berpihak padanya.

Namun malam ini, mereka yakin tak ada lagi yang tersisa dari Blaze. Arus sungai yang deras menjadi saksi bisu atas rencana pembunuhan yang akhirnya berhasil mereka eksekusi. Sang pemimpin tertawa puas, merasa bahwa perjuangan panjang mereka untuk menyingkirkan Blaze telah membuahkan hasil.

Mulai sekarang, kita kuasai semuanya," katanya sambil mengeraskan tinjunya. "Blaze sudah nggak ada. Ini wilayah kita sekarang."

Di sekelilingnya, anak buahnya mengangguk setuju, meski sebagian dari mereka masih terkejut atas kekejaman yang baru saja mereka saksikan. Bagi mereka, Blaze adalah lawan yang tangguh, seseorang yang mereka hormati sekaligus takuti. Tapi perintah adalah perintah, dan malam ini mereka menuruti pemimpin mereka tanpa banyak bicara.

Namun, tanpa sepengetahuan mereka, jauh di ujung sungai, tubuh Blaze yang tak sadarkan diri kini telah diselamatkan oleh pria tua. Meski nyaris kehilangan nyawanya, nyala kehidupan di dalam dirinya belum padam sepenuhnya. Dan di tempat itu, seorang musuh yang dibenci dan dibuang justru sedang berada dalam perjalanan menuju kebangkitan -sebuah awal baru yang tak pernah mereka perkirakan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Cahaya matahari pagi menyusup melalui jendela, menyinari wajahnya yang dipenuhi bekas luka, Blaze membuka matanya dengan berat. Pandangannya kabur, dan kepalanya terasa berdenyut, sakit yang membuatnya hampir tak mampu berpikir jernih. Dia mengerjap beberapa kali, mencoba memahami di mana dirinya berada, tapi ruangan asing ini sama sekali tak memberinya petunjuk. Langit-langit kayu, dinding sederhana tanpa dekorasi, dan aroma khas ramuan herbal yang samar memenuhi udara.

Dengan susah payah, Blaze mencoba mengangkat tubuhnya, namun begitu berdiri, kakinya tak mampu menopang beratnya. Lututnya lemas, membuatnya jatuh kembali ke lantai, dan sebelum dia bisa melakukan apa-apa, pandangannya perlahan menggelap.

Saat ia kembali pingsan, samar-samar ia mendengar suara pintu terbuka, dan langkah kaki mendekat. Sosok seseorang tampak berdiri di sampingnya. Suara lembut namun penuh kharisma memecah keheningan. "Tenanglah, Nak. Kau aman di sini."

Ketika Blaze mulai tenggelam lagi dalam ketidaksadaran, rasa damai yang aneh menyelimuti hatinya. Entah bagaimana, di tengah-tengah ketidakpastian ini, ia merasakan ketenangan yang sudah lama tak ia rasakan.

Blaze terbangun lagi dengan pelan, kali ini dengan kesadaran yang sedikit lebih baik. Rasa sakit di kepalanya belum sepenuhnya hilang, namun ia merasa lebih stabil. Matanya menyusuri ruangan yang sama: langit-langit kayu, cahaya pagi yang lembut, dan bau herbal yang menenangkan. Perlahan, ia mengingat serpihan kejadian sebelumnya—pingsan, suara lembut seseorang, dan kata-kata yang menenangkan.

Di sudut ruangan, seorang pria tua dengan jubah sederhana duduk di kursi kayu, memperhatikannya dengan mata yang tenang namun penuh pengalaman. Rambutnya telah memutih, wajahnya berkerut, namun sorot matanya memancarkan kehangatan yang asing bagi Blaze. Pria itu tersenyum, menyadari bahwa Blaze telah terjaga sepenuhnya.

“Saya Eldrin,” katanya sambil menganggukkan kepala, seolah mengisyaratkan bahwa Blaze aman di bawah perlindungannya. “Kau mengalami banyak luka, Nak. Aku menemukanku tak sadarkan diri di hutan. Sudah dua hari kau di sini.”

Blaze terdiam, berusaha mencerna perkataan Eldrin. Dua hari? Semua terasa seperti mimpi yang kabur, ingatan yang terfragmentasi. Namun di balik kebingungannya, ada rasa tenang yang semakin kuat. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi entah kenapa, dalam kehadiran Eldrin, ia merasa terlindungi.

"Siapa aku?" suara Blaze terdengar serak, hampir seperti berbisik. Pertanyaan itu bukan hanya untuk Eldrin, tapi juga untuk dirinya sendiri.

Eldrin tersenyum lembut. "Kadang kita harus kehilangan segalanya untuk menemukan diri yang sesungguhnya," jawabnya penuh makna. "Istirahatlah, Nak. Kau masih punya perjalanan panjang untuk mengingat kembali siapa dirimu."

Blaze merasakan detak jantungnya perlahan stabil saat ia menatap Eldrin, sosok yang penuh kebijaksanaan namun menyimpan banyak rahasia. Sesuatu dalam tatapan pria tua itu membuatnya merasa aman, meskipun kepingan memori tentang masa lalunya masih teramat buram.

Selama beberapa hari berikutnya, Blaze mulai pulih dengan bantuan ramuan herbal dan perawatan sederhana dari Eldrin. Setiap pagi, Eldrin membantunya berjalan di sekitar pondok kecil itu, mencoba menguatkan kembali otot-otot yang lemah setelah peristiwa mengerikan yang hampir merenggut nyawanya. Meski tubuhnya masih sering terasa nyeri, Blaze menemukan ketenangan dalam rutinitas sederhana tersebut.

Di tengah masa penyembuhannya, Eldrin perlahan membuka cerita tentang hutan tempat ia ditemukan, sebuah tempat yang dikelilingi oleh mitos dan legenda penduduk setempat. Hutan itu dianggap sebagai tempat persembunyian yang aman bagi mereka yang tersesat atau dikejar oleh takdir kelam, dan Blaze adalah salah satunya.

"Orang-orang sering datang ke sini untuk berlindung dari masa lalu mereka," jelas Eldrin suatu hari sambil mengaduk ramuan dalam sebuah mangkuk tanah liat. "Namun, hanya mereka yang benar-benar ingin memulai hidup baru yang berhasil keluar dari tempat ini dengan damai."

Blaze merenungkan kata-kata itu, merasa ada pesan tersembunyi di balik setiap kalimat yang Eldrin ucapkan. Perlahan, memori masa lalunya mulai kembali dalam fragmen-fragmen kecil. Ia ingat tawa sinis orang-orang berpakaian hitam, sungai yang dingin, dan kebenciannya pada pria berwajah kekar dengan luka di wajahnya. Setiap kali kenangan itu muncul, dadanya terasa sesak dan amarah lama kembali menggerogoti ketenangannya.

bara api," kata Eldrin lembut. "Ia akan membakar siapa pun yang memegangnya terlalu lama. Jika kau ingin melangkah maju, Blaze, kau harus memutuskan apakah bara itu layak untuk dipelihara atau justru dilepaskan."

Blaze hanya bisa terdiam, merenungi perkataan kakek Eldrin.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!