Zhang Wei akhirnya memulai petualangannya di Benua Tengah, tanah asing yang penuh misteri dan kekuatan tak terduga. Tanpa sekutu dan tanpa petunjuk, ia harus bertahan di lingkungan yang lebih berbahaya dari sebelumnya.
Dengan tekad membara untuk membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan, Zhang Wei harus menghadapi musuh-musuh yang jauh lebih kuat, mengungkap rahasia yang tersembunyi di benua ini, dan melewati berbagai ujian hidup dan mati.
Di tempat di mana hukum rimba adalah segalanya, hanya mereka yang benar-benar kuat yang bisa bertahan. Akankah Zhang Wei mampu menaklukkan Benua Tengah dan mencapai puncak dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takdir Yang Terhubung
Ditengah hutan bambu yang sunyi, seorang pemuda duduk bersila di atas batu datar, dikelilingi oleh kabut tipis yang membawa ketenangan. Suara gemerisik dedaunan yang diterpa angin menyatu dengan napasnya yang tenang. Bai Chen, pendekar muda yang telah mencapai puncak ranah Martial Emperor, mengakhiri sesi kultivasinya. Matanya yang tajam dan penuh keteguhan perlahan terbuka, memperlihatkan sepasang mata seperti bintang yang berkilauan di malam hari.
Dengan fisik yang terpahat sempurna melalui latihan tanpa henti, ia terlihat seperti pemuda yang terlahir untuk pertempuran. Dua pedang kembar tersarung di pinggangnya—senjata yang telah menemaninya menempuh berbagai pertempuran, membawa namanya dikenal sebagai salah satu jenius terhebat di generasinya.
Langkah cepat terdengar di balik pepohonan, diikuti oleh sosok seorang pelayan klan yang membungkuk hormat sebelum menyampaikan kabar yang akan mengguncang Benua Tengah.
"Tuan muda Bai Chen, turnamen seni bela diri terbesar abad ini akan segera diadakan. Alam Rahasia Qianlong akan terbuka sekali lagi.”
Bai Chen tidak langsung bereaksi, tetapi kilatan di matanya menunjukkan bahwa ia tertarik. Turnamen ini bukan sekadar pertarungan, melainkan ajang di mana para jenius sejati dari seluruh penjuru Benua Tengah akan bertemu. Kesempatan untuk menguji kekuatannya, sekaligus menakar seberapa jauh ia bisa melangkah dibandingkan yang lain.
Tanpa ragu, ia berdiri. "Aku akan pergi menemui Leluhur."
Klan Bai bukan klan biasa. Mereka telah ada sejak zaman kuno, berdiri sejajar dengan kekuatan-kekuatan terbesar yang pernah ada. Pemimpin mereka saat ini adalah seorang Martial Sovereign di puncak ranahnya, hanya selangkah lagi menuju Deific Realm—langkah yang sangat sulit dan telah menjadi penghalang bagi banyak ahli selama berabad-abad.
Namun, yang membuat Bai Chen lebih bersemangat adalah kehadiran seseorang yang lebih kuat dari pemimpin klan mereka sendiri, leluhurnya yang baru saja kembali setelah ribuan tahun menghilang.
Leluhur itu bukan hanya legenda bagi klan Bai, tetapi juga bagi dunia seni bela diri. Tidak ada yang tahu di mana ia selama ini, tetapi ketika ia kembali, auranya begitu luar biasa hingga para tetua klan sendiri tidak berani berdiri terlalu dekat dengannya.
Bai Chen memasuki aula utama kediaman leluhur mereka, ruangan yang sunyi dan dipenuhi oleh nyala api biru samar di setiap sudutnya. Di sana, duduk seorang pria dengan rambut panjang keperakan, tubuh tegap, dan mata gelap yang memancarkan ketenangan yang dalam.
Tanpa ragu, Bai Chen membungkuk dalam-dalam. "Salam Leluhur."
Bai Huo menatapnya dengan mata tajam. "Jadi kau datang untuk menanyakan tentang turnamen itu."
Bai Chen tidak terkejut. Leluhurnya selalu memiliki cara untuk mengetahui sesuatu bahkan sebelum itu dikatakan.
"Ya," jawabnya jujur. "Aku ingin ikut serta. Ini adalah kesempatan besar bagi kami generasi muda."
Bai Huo mengangguk perlahan, tetapi ada sesuatu di balik tatapannya yang membuat Bai Chen merasa seolah sedang diukur, dinilai, dan ditimbang. Setelah beberapa saat, Bai Huo akhirnya berbicara.
"Kemajuanmu bagus. Di usiamu, mencapai puncak Martial Emperor adalah sesuatu yang luar biasa," katanya dengan suara yang dalam dan berwibawa. "Tetapi itu masih belum cukup."
Bai Chen tidak tersinggung. Ia tetap berdiri tegak, menerima kata-kata itu dengan lapang dada.
Leluhurnya menyandarkan punggung pada kursinya dan menatap langit-langit aula sejenak sebelum berkata, "Beberapa bulan lalu, aku bertemu dengan seorang pemuda."
Bai Chen mengangkat alisnya sedikit. Ia tahu betapa tinggi standar leluhurnya, jadi jika seseorang bisa disebut oleh Bai Huo secara langsung, maka orang itu pasti luar biasa.
Bai Huo melanjutkan dengan nada datar, tetapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. "Ia tidak lebih tua darimu, tetapi kekuatan dan pemahamannya tentang seni bela diri… jauh melampaui apa yang kau miliki saat ini, bahkan dia mampu bertahan dari seranganku."
Bai Chen terdiam.
Sebagai seseorang yang telah berada di puncak Martial Emperor, ia tahu betapa sulitnya melampaui batas. Jika ada seseorang yang lebih kuat darinya di usia yang sama, maka orang itu benar-benar jenius di atas jenius.
Melihat ekspresinya, Sang Leluhur tersenyum tipis. "Kau tidak marah?"
Bai Chen menggeleng. "Mengapa aku harus marah? Jika ada seseorang yang lebih kuat dariku, itu hanya berarti aku masih memiliki jalan panjang untuk ditempuh."
Jawaban itu membuat sang Leluhur tersenyum lebih lebar. Ia melihat ketulusan dalam hati Bai Chen, dan itulah yang membuatnya puas.
"Bagus," katanya. "Karena itu, aku akan memberikanmu sesuatu."
Bai Chen menatap leluhurnya dengan serius. Jika Bai Huo memutuskan untuk memberinya sesuatu, maka itu pasti bukan hadiah biasa.
Leluhur itu berdiri, auranya yang luar biasa membuat ruangan seketika terasa lebih berat. "Dua bulan lagi sebelum turnamen dimulai. Gunakan waktu ini dengan baik. Aku akan mengajarimu sesuatu yang akan membuatmu melampaui dirimu yang sekarang."
Mata Bai Chen menyala dengan semangat yang tidak bisa disembunyikan.
Ia datang untuk meminta izin, tetapi yang ia dapatkan adalah kesempatan yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.
***
Sementara itu, di tengah hutan yang sunyi di wilayah selatan, aroma darah bercampur dengan embusan angin liar yang bertiup dari kejauhan. Tumpukan mayat binatang roh yang hampir setinggi bukit kecil berserakan di sekeliling, tubuh-tubuh mereka tercabik oleh bilah tajam tanpa ampun. Di atasnya, seorang pemuda duduk dengan santai, pedang abu-abu gelapnya tertancap di tanah, masih meneteskan darah yang belum mengering sepenuhnya.
Zhang Wei menatap langit yang mulai berwarna keunguan, sejenak membiarkan pikirannya hanyut dalam nostalgia. Adegan ini begitu familiar—tumpukan mayat, udara yang berat dengan bau besi, serta kelelahan yang menggerogoti tubuhnya setelah pertarungan panjang.
Ia teringat bagaimana masternya, Lian Xuhuan, melatihnya dua tahun yang lalu dengan metode yang hampir serupa. Saat itu, ia hanyalah seorang bocah yang tidak tahu betapa kejamnya dunia. Lian Xuhuan melemparkannya ke tengah kawanan binatang roh dan berkata dengan nada dingin, “Bunuh mereka semua atau kau yang mati.”
Saat itu, ia berpikir bahwa sang master tidak memiliki belas kasihan, tetapi kini, setelah berdiri di puncak yang lebih tinggi, ia mengerti. Dunia tidak memberi belas kasihan bagi yang lemah.
Tersenyum tipis, Zhang Wei menarik napas dalam sebelum melompat turun dari tumpukan mayat. Pedangnya bergetar, membersihkan sisa darah dengan kilatan samar sebelum kembali ke sarungnya.
"Sepertinya aku sudah terlalu lama bersantai."
up
up
up
up
up
ditunggu story line berikutnya.
Bravo!
Muantebz