Pengkhianatan yang di lakukan Mike, membawa Aleena bertemu dengan seorang pria tampan yang tidak di kenalnya sama sekali di sebuah club mewah yang berada di pusat kota London.
Minuman alkohol yang di teguk Aleena malam itu benar-benar mempengaruhi dirinya. Gadis polos itu seketika menjadi liar bahkan dengan berani merayu pria yang saat itu berada di dekatnya.
Pria tampan pemilik rahang tegas itu terlihat semakin gelisah, ketika merasakan aliran panas tubuhnya tidak wajar. Terlebih gadis muda pemilik wajah cantik dengan rambut warna karamel bergelombang indah itu merayunya dengan gerakan begitu seksi.
Dalam keadaan setengah sadar Aleena menyerahkan tubuhnya pada pria asing yang tidak di kenalnya sama sekali.
Keduanya menghabiskan malam panas dengan liar layaknya pasangan yang sedang di mabuk cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TUAN AROGAN
Aleena menyandarkan kepalanya pada bahu Ferdinand yang sedang duduk bersandar di ujung tempat tidur.
Melihat kehadiran putrinya tentu saja membuat laki-laki tua itu tidak bisa menutupi kebahagiaan nya.
"Papa...apa boleh aku bertanya sesuatu?"
Ferdinand mencium pucuk kepala putrinya itu. "Kau sedang bertanya, sayang".
"Sejak kapan papa tidur terpisah dengan istri papa?", tanya Aleena hati-hati. Sejujurnya ia baru di beri tahu Margot tentang hubungan papanya dengan Gladys tidaklah berjalan baik seperti awal kebersamaan mereka dulu.
Terdengar helaan nafas Ferdinand. Laki-laki itu sedikit merubah posisinya. Aleena pun merubah posisi duduknya. Ia pikir mungkin tubuhnya telah membebani ayahnya.
Ferdinand menggenggam tangan Aleena. "Papa tidak pernah bercerita pada mu, nak. Papa menikahi Gladys, karena sulit sekali melupakan mama mu. Sementara kau lebih memilih meninggalkan papa seorang diri di perkebunan dan peternakan kita ini Ale. Papa tidak pernah mencintai Gladys seperti ketika bersama Rubi mama mu".
"Sejak kau pergi papa tidak satu kamar dengan Gladys. Ternyata dia tidak mampu membantu papa menghilangkan rasa sepi kehilangan Rubi, kepergian mu. Tidak ada kebahagiaan lagi yang aku rasakan hanya kesepian", ucap Ferdinand terbatuk-batuk menyampaikan isi hatinya.
Aleena mengambil gelas berisi air putih di atas nakas.
"Kenapa papa tidak menghubungi ku, pah? Aku sangat merindukan papa, tapi aku takut untuk kembali. Kalau-kalau papa akan kembali mengusir ku seperti dulu", ucap Aleena sedih sambil mencebikkan bibirnya.
Ferdinand kembali menyadarkan kepala Aleena pada bahunya. Sementara jemari tangan yang sudah mulai keriput itu mengusap dengan lembut wajah cantik Aleena.
"Hal yang paling papa sesali seumur hidup papa, mengeluarkan kata-kata itu pada mu, nak. Maafkan papa sayang",
Aleena tersenyum manis mendengarnya. Gadis itu memeluk erat Ferdinand. Hal yang sudah lama sekali hilang dan tidak Aleena rasakan. Pelukan hangat sang ayah. Kini ia rasakan lagi sama seperti dulu.
Ferdinand melepaskan pelukannya.
"Oh ya sayang...Papa punya khabar baik untuk mu. Seorang investor berminat bekerja sama dengan kita. Perusahaan yang berdomisili di Birmingham tertarik dengan penawaran papa. Coba kamu pelajari lagi, besok pemilik perusahaan itu akan melihat langsung perkebunan dan peternakan Bierdi. Mumpung kau sedang berada di sini, papa minta kamu yang mengurus nya, Ale. Bantu papa nak. Papa yakin pendidikan mu sangat berguna saat ini. Pengalaman mu di kota besar bisa membantu meyakinkan investor itu bekerja sama dengan Bierdi, Aleena", ucap Ferdinand menatap putri nya kini.
Guratan lelah di mata ayahnya bisa Aleena lihat. Sungguh Aleena sedih melihat itu. Kini ia sudah kembali ke tanah kelahirannya, kerumahnya sendiri.
Dengan penuh keyakinan Aleena menganggukkan kepalanya. "Tentu pah. Tentu saja aku akan mengambil alih pekerjaan papa", jawabnya seraya menggenggam erat tangan Ferdinand.
"Sekarang papa harus istirahat. Masalah perkebunan dan peternakan aku akan mengurus nya. Besok aku akan menemui investor itu. Aku janji papa segera mendengar kabar baik", ucap Aleena meyakinkan.
Kata-kata Aleena benar-benar membuat Ferdinand tenang. Kini ia bisa memejamkan matanya dengan cepat terlebih Aleena ada di sampingnya.
*
Aleena berdiri di balkon kamarnya. Kamar yang dulu menjadi tempatnya menangis pilu sejak Rubi pergi untuk selamanya karena sakit.
Kamar nya tidak berubah sama sekali. Sejak Aleena pergi, tak seorang pun di perbolehkan Ferdinand masuk ke kamar putrinya kecuali dirinya dan Margot yang selalu membersihkan kamar itu.
"Terimakasih Tuhan, aku bisa kembali ke tempat ini.."
Drt
Drt
Drt
setengah berlari Aleena masuk ke kamar, mengambil handphone miliknya yang berdering.
Gadis itu mengernyitkan keningnya.Tertera nama 'Tuan Arogan' di layar handphone menghubungi nya.
"Selamat malam tuan Harley–"
"Kamu di mana Aleena, kenapa tidak mengangkat telepon ku segera. Aku kelaparan. Pesankan aku makan malam", ucapnya sedikit memekakkan telinga Aleena.
Ale mengusap-usap telinganya. "Sekarang weekend, tuan Harley. Saya sedang berada di Kelso", ucap Aleena.
"Aku tidak mau tahu Aleena. Aku ingin makan steak tenderloin. Kau harus siap kapan pun. Urusan seperti ini akan selalu menjadi tanggungjawab mu sebagai sekertaris ku, Aleena", ucap Sean langsung memutus percakapan mereka, meskipun Aleena belum selesai bicara.
"Huhh ... menyebalkan sekali. Dasar pria arogan yang pemarah", gerutu Aleena kesal seraya berpikir.
"Stella. Ya...aku minta bantuan teman ku itu saja", ucap Aleena sambil menghubungi Stella.
Setelah menghubungi Stella, dan Stella bersedia membantunya Aleena lega. Ia bisa tidur nyenyak sekarang di kamar masa kecilnya yang selalu ia rindukan selama ini.
"Huhh...tuan Harley selalu menyulitkan. Entah sampai kapan aku bisa bertahan bekerja dengannya", gumam Aleena seraya memejamkan kedua matanya.
...***...
To be continue