Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
"Gimana Hasna, sudah diterima kerja?" tanya Mami ketika Hasna baru tiba. Belum juga turun dari motor. Hasna berusaha sabar, dia tarik nafas dalam lalu hembuskan.
"Belum Mam, baru masukkan berkas. Nanti akan dihubungi oleh pihak sekolah jika dibutuhkan." jawab Hasna santai.
"Kalau menunggu itu lama Hasna, bagaimana jika kamu menjahit saja. Belajar sambil kerja! Nah, sambil menunggu panggilan dari sekolah keluar, gak ada salahnya menjahit." usul Mami Titik.
Hasna diam mencerna, belu ada respon apa pun itu. "Gimana Hasna? Mau gak? Tadi itu saya dengar dari Bi Sri, katanya Mbak Winda cari anggota." imbuhnya.
"Saya akan pikirkan dulu Mi." jawab Hasna dengan tenang, dia tersenyum samar.
"Kelamaan kalau mikir dulu, sambil belajar dapat bayaran juga." ucapnya semangat. Siapa yang mau kerja siapa yang semangat 45?
"Nanti aku diskusikan sama ayah dulu Mi." ujar Hasna mempertahankan pendapatnya. Mami hanya bergumam lirih.
"Anak sama ayah sama saja, numpang makan tidur." ucapnya tanpa filter.
Deg . . . . .
"Ish ternyata sikapnya begini." batin Hasna masuk ke dalam kamar. "Berarti memang gak seharusnya ayah nikah lagi." gumamnya pelan. Ayah sedang tidur siang, karena menjelang sore harus mencari pakan kambing.
Malamnya Ayah Ahmad bertanya lebih dulu pada Hasna. "Kamu mau nak belajar sambil kerja menjahit? Nanti akan diajarkan disana. Memang gajinya tidak banyak tapi lumayan sambil nunggu panggilan jadi guru." ucap ayah Ahmad.
"Hasna mau saja ayah." jawabnya singkat, dia ikuti saran ayahnya. Setelah beberapa jam berpikir tidak ada salahnya jik dia menerima tawaran itu.
Esok pagi, Hasna sudah siap dan rapi untuk berangkat kerja. Pukul 07.00 sudah harus berangkat dan pulangnya pukul 17.00. Istirahat saat sholat dzuhur ashar, dan makan siang.
"Ayo mami antar." ujar Mami Titik mengeluarkan motornya. Hasna hanya manut saja! Berangkat lah mereka, sepuluh menit tiba.
"Ini anakmu Mbak?" tanya Mbak winda. Mami hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Ya sudah, saya jelaskan kerjanya. Menjahit pakaian-pakaian anak-anak, khususnya pakaian sekolah. Kalau belum bisa nanti diajari. Untuk gajinya seratus lima puluh ribu perbulan. Bagaimana?" tanyanya menatap Hasna.
Hasna mengangguk setuju. Usai dijelaskan ketentuannya maka Hasna sudah mulai diajari menjahit. Dia mudah paham, sehingga tidak sulit mengajarinya menjahit.
"Mami pulang dulu ya Hasna, nanti pulangnya bisa dijemput." ujar Mami pamit. Hasna mengangguk setuju, dia sibuk dengan kain yang dia jahit dalam proses belajar.
"Tidak begitu rumit, hanya saja yang mengajari orangnya ketus." batin Hasna kesal dengan sikap bosnya. Tapi dia abaikan saja, asal dia dapat kerja!
Hari demi hari Hasna lalui dengan begitu berat, dua bulan berjalan tetapi tidak ada gajian. Akhir bulan dua Hasna baru terima gaji. "Ini bayarannya, maaf ya baru ada segini." ujarnya.
Hasna menerima amplop tersebut. "Terima kasih Mbak Win." ucap Hasna lirih, dia bahagia tentu tapi ada rasa kecewa karena kata-kata bosnya seolah gajinya tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
Sorenya Hasna pulang jalan kaki, karena tidak ada yang menjemput. "Sabar Hasna." batinnya menguatkan diri. Betapa lelahnya seharian kerja, ternyata harus jalan kaki pula.
Sampai di rumah dia buka amplopnya. "Alhamdulillah. Disyukuri Hasna." batinnya menguatkan. "Memang tidak sesuai sih, harusnya dua bulan dapat tiga ratus ribu. Ternyata hanya dibayar sebulan." gumamnya dengan tersenyum.
Iya! Hasna dibayar Rp. 150rb. Berselang tiga hari setelah gajian, Hasna kurang sehat. "Yah, aku mau pulang ke rumah ya!" pamit Hasna pada ayahnya.
"Ya sudah ayah antar nak." jawab ayah dan Hasna mengangguk setuju. Dia diam saja ketika dia kurang sehat. "Kamu gak kerja?" tanya ayah.
"Libur dulu yah, aku sudah izin kok." ujar Hasna jujur. Dia berkemas lalu naik di atas boncengan ayah Ahmad. Kebetulan Mami keluar entah kemana!
Setibanya di rumah, dia langsung ke kamar dan merebahkan dirinya yang terasa lelah. "Kalau gitu ayah ke kebun dulu nak." pamitnya dari ruang tamu.
"Iya ayah." jawab Hasna menguatkan diri. Dia merasa pusing, untungnya dia kemarin sempat beli roti dan juga minuman sehat You see 1000.
Setelah ayah pergi, Hasna bangkit untuk makan roti. "Alhamdulillah nikmat." gumamnya pelan. Seharian hanya di rumah, dia gunakan sebaiknya untuk istirahat.
"Hasna, kamu dimana nak?" panggil ayah Ahmad. Hasna mendengar lalu mendekat.
"Kenapa ayah?" tanya balik. Dia menatap ayahnya seperti hendak pulang ke rumah Mami.
"Ayo pulang." ajaknya, benar saja dugaan Hasna bahwa ayah mengajaknya kembali.
"Aku disini saja ayah, nanti bermalam di rumah tante. Ayah juga bawa pakan kambing." jawabnya mencari alasan. Ayah hendak berucap tapi dipotong oleh Hasna.
"Aku gak apa-apa ayah, kerjaan aku juga gak ada masalah. Aku sudah izin kok, ayah tenang saja!" ujarnya supaya ayahnya tidak khawatir.
Dua hari Hasna di rumah sendiri, dia sudah lebih baik. Tiba-tiba ada gurunya saat dia sekolah dulu datang dua orang. "Hasna, sejak kapan kamu di kampung?" tanyanya. Namanya pak Miftah.
"Sudah ada dua bulan pak. Ada apa bapak kesini?" tanyanya tanpa basa basi.
"Gak ada teh atau kopi gitu!" canda pak Miftah. Hasna hanya tersenyum canggung bersama sepupu pak Miftah namanya Zam.
"Gak ada pak. Maaf ya!" jawabnya jujur. Pak Miftah dan Zam hanya tertawa saja.
"Bercanda kok Na, gak usah ditanggapi serius." sahut Zam cepat. Dia tahu bagaimana Hasna saat sekolah dulu, tidak suka bercanda disaat serius begini.
"Jadi kedatangan saya disini, saya mau meminta tolong padamu untuk menggantikan saya jadi bendahara di desa." ucapnya ramah. "Saya mau pulang ke Jawa Hasna, gajinya disana tidak jelas karena saya kemenakannya." imbuhnya.
"Saya apa bisa pak?" tanya Hasna tidak yakin pada dirinya sendiri.
"Kenapa kamu pesimis Hasna? Kan bisa belajar." ucapnya semangat. "Kamu sarjana, kamu pasti bisa! Apalagi katanya jurusan bahasa Inggris ya." ucap pak Miftah. Hasna mengangguk membenarkan.
"Jadi gimana? Nanti kalau ada yang tidak kamu tahu, bisa tanya ke saya, atau ke bendahara dari desa lain. Nanti akan ada grupnya!" jelas pak Miftah.
"Kenapa bapak keluar dari bendahara desa?" tanya Hasna kurang yakin.
"Saya mau pulang ke Jawa Hasna, terus kamu tahu sendiri, kalau keluarga yang menjabat! Kita anggota dibuat semena-mena bahkan tidak digaji. Makanya saya mau kalau kamu gantikan saya! Kamu pasti bisa." ujarnya yakin.
"Saya pikirkan dulu ya pak." ujar Hasna pelan, dia tampak berpikir terima atau tidak! Daripada kerja menjahit juga lelah sekali? Pikirnya.
"Waktunya tiga hari dari sekarang ya! Kalau kamu tidak mau, nanti saya harus cari kandidat lain." ujar pak Miftah terang-terangan. Padahal Zam adalah anak dari Om nya yaitu kepala desanya.
Hasna mengangguk setuju, akhirnya dua orang tamu Hasna pulang. "Gimana ini? Aku harus kabari ayah dong minta pendapatnya." gumamnya pelan.
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/