NovelToon NovelToon
Stalker Cinta

Stalker Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:483
Nilai: 5
Nama Author: Queensha Narendra Sakti

"STALKER CINTA"
adalah sebuah drama psikologis yang menceritakan perjalanan Naura Amelia, seorang desainer grafis berbakat yang terjebak dalam gangguan emosional akibat seorang penggemar yang mengganggu, Ryan Rizky, seorang musisi dan penulis dengan integritas tinggi. Ketika Naura mulai merasakan ketidaknyamanan, Ryan datang untuk membantunya, menunjukkan dukungan yang bijaksana. Cerita ini mengeksplorasi tema tentang kekuatan menghadapi gangguan, pentingnya batasan yang sehat, dan pemulihan personal. "STALKER CINTA" adalah tentang mencari kebebasan, menemukan kekuatan dalam diri, dan membangun kembali kehidupan yang utuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queensha Narendra Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melodi Pertama

Senja mulai memeluk kota Jakarta ketika Naura Amelia merapikan meja kerjanya di sebuah agensi desain ternama. Layar komputernya masih menyala, menampilkan desain poster yang baru saja ia selesaikan. Namun, perhatiannya kini tertuju pada notifikasi di ponselnya – pengumuman peluncuran buku terbaru Ryan Rizky yang akan diadakan akhir pekan ini.

Jemari lentiknya dengan cepat men-screenshot pengumuman tersebut. Senyum tipis tersungging di bibirnya, membayangkan akhirnya bisa melihat langsung sosok yang selama ini menginspirasinya lewat lagu dan tulisan. Naura bukanlah penggemar fanatik yang mengikuti setiap gerak-gerik idolanya, ia hanya seorang profesional muda yang menemukan resonansi dalam karya-karya Ryan.

"Kamu masih di kantor?" Suara Dina, rekan kerjanya, mengejutkan Naura dari lamunannya.

"Ah, iya. Baru mau pulang ini," jawab Naura sambil memasukkan laptop ke dalam tasnya. "Kamu sendiri?"

"Same. Eh, lihat ini deh!" Dina menunjukkan ponselnya yang menampilkan poster yang sama. "Ryan Rizky mau launching buku baru. Kamu kan fans-nya, mau dateng bareng?"

Naura tertawa kecil. "Aku bukan fans dalam artian yang seperti itu. Tapi... boleh deh, sekalian weekend nggak di rumah aja."

Hari peluncuran buku pun tiba. Mall yang menjadi lokasi acara sudah dipenuhi penggemar Ryan sejak pagi. Naura dan Dina memilih datang satu jam sebelum acara dimulai, bergabung dengan antrian yang sudah mengular panjang. Beruntung mereka masih mendapat tempat duduk yang cukup strategis.

"Nggak nyangka bakal seramai ini," gumam Naura, mengamati berbagai banner dan poster Ryan yang terpasang di sekitar venue. Desainnya menarik perhatiannya sebagai seorang desainer grafis – clean, minimalis, namun tetap berkarakter.

Tepat pukul dua siang, pembawa acara mengumumkan kedatangan Ryan Rizky. Suara riuh tepuk tangan dan teriakan fans memenuhi ruangan. Naura merasakan jantungnya berdebar lebih kencang ketika sosok yang selama ini hanya ia lihat lewat layar kaca dan media sosial, kini berdiri nyata di hadapannya.

Ryan Rizky tampil sederhana namun memikat dengan kemeja putih dan celana hitam. Senyumnya hangat, dan cara bicaranya tenang namun penuh passion ketika membahas proses kreatif di balik buku terbarunya. Naura mencatat setiap kata-kata inspiratif yang keluar dari mulut Ryan dalam notes kecil yang selalu ia bawa.

"Menulis dan bermusik bagi saya adalah cara untuk berbagi cerita dan pengalaman," ujar Ryan di sela-sela diskusi. "Saya percaya setiap orang punya kisahnya sendiri yang layak dibagikan, dalam bentuk apapun."

Kata-kata itu menggema dalam benak Naura. Sebagai desainer grafis, ia sering merasa bahwa karyanya hanyalah sebatas pekerjaan. Namun mendengar Ryan berbicara tentang makna di balik setiap karya membuat semangatnya kembali menyala.

Acara berlanjut dengan sesi tanya jawab. Naura memberanikan diri mengangkat tangan ketika moderator membuka kesempatan untuk pertanyaan terakhir.

"Silakan, mbak yang pakai dress biru," moderator menunjuk ke arah Naura.

Dengan suara yang sedikit bergetar namun jelas, Naura bertanya, "Bagaimana cara Anda tetap konsisten berkarya di tengah ekspektasi publik yang kadang memberatkan?"

Ryan tersenyum, matanya menatap langsung ke arah Naura. "Pertanyaan yang sangat relevan. Kuncinya adalah tetap ingat untuk siapa kita berkarya. Bukan untuk memenuhi ekspektasi siapapun, tapi untuk menyampaikan apa yang kita yakini perlu disampaikan."

Tatapan mereka bertemu sejenak, dan Naura merasakan sesuatu yang berbeda – bukan perasaan seorang fan kepada idolanya, tapi resonansi antara dua jiwa kreatif yang saling memahami.

Seusai acara, Naura dan Dina bergabung dalam antrian untuk mendapatkan tanda tangan. Ketika gilirannya tiba, Ryan terlihat sedikit terkejut.

"Ah, penanya terakhir tadi," ujarnya ramah. "Terima kasih untuk pertanyaannya yang dalam."

"Saya yang berterima kasih untuk jawabannya," balas Naura. "Buku-buku Anda selalu menginspirasi saya dalam berkarya."

Ryan menandatangani buku Naura, menambahkan sebaris pesan: "Untuk sesama penjelajah kreativitas. Teruslah berkarya dengan hati."

Pertemuan singkat itu mungkin hanya sepenggal momen bagi Ryan, tapi bagi Naura, hari itu adalah awal dari sebuah perjalanan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Dalam perjalanan pulang, ia membuka halaman pertama buku barunya, membaca kata demi kata dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya, tanpa menyadari bahwa di suatu tempat, seseorang telah mengabadikan setiap gerak-geriknya sejak ia melangkah masuk ke mall.

"Kamu seneng banget kayaknya," komentar Dina sambil menyetir. "Nggak nyesel kan dateng?"

Naura mengangguk antusias. "Thanks ya udah ngajak. Aku nggak nyangka dia bakal se-down to earth itu. Maksudnya, jawaban-jawabannya bener-bener thoughtful."

"Terus, gimana perasaannya ditanya balik sama dia? Tadi kalian sempet ada eye contact gitu lho," goda Dina.

"Ih, apaan sih!" Naura tertawa, menutup wajahnya yang mulai memerah dengan buku barunya. "Biasa aja kali. Dia gitu ke semua fans-nya."

Mobil Dina melaju pelan menembus kemacetan Jakarta di Sabtu sore. Langit mulai menggelap ketika mereka berhenti di sebuah kafe untuk makan malam. Naura masih tenggelam dalam euphoria pertemuan tadi, sesekali membuka sosial medianya untuk melihat foto-foto yang diunggah dari acara.

"Eh, ini kamu ya?" Dina menunjukkan sebuah postingan di Instagram. Foto itu menangkap momen ketika Naura sedang bertanya pada Ryan, angle-nya dari samping dan terlihat sangat natural.

"Iya... tapi aku nggak tau siapa yang motret." Naura mengernyitkan dahi, zoom in ke foto tersebut. Kualitas gambarnya bagus, seperti diambil oleh fotografer profesional.

"Panitia kali? Atau mungkin fotografer event?" tebak Dina sambil menyesap kopinya.

"Mungkin..." Naura bergumam, tapi ada sesuatu yang mengganggunya. Foto itu terlalu... personal. Terlalu fokus padanya, bukan pada Ryan atau interaksi mereka.

Getaran ponselnya mengalihkan perhatiannya. Sebuah notifikasi DM di Instagram dari akun yang tidak ia kenal: @creative.shadow.

'Hai Naura. Kamu cantik sekali hari ini. Dress biru itu sangat cocok untukmu.'

Naura merasakan sensasi dingin menjalar di tengkuknya. Dengan cepat ia mengecek profil pengirim pesan tersebut, tapi tidak ada foto atau informasi apapun di sana. Hanya ada beberapa foto abstrak yang di-posting beberapa jam lalu.

"Kenapa?" tanya Dina, menyadari perubahan raut wajah sahabatnya.

"Nggak... nggak apa-apa." Naura menggeleng, memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia tidak ingin merusak hari yang sempurna ini dengan pikiran-pikiran negatif. Mungkin hanya fans Ryan yang kebetulan melihatnya di acara tadi.

Tapi ketika taksi membawanya pulang ke apartemen malamnya, Naura tidak bisa mengenyahkan perasaan bahwa sepasang mata tengah mengawasinya. Di tengah keramaian mall, di antara puluhan penggemar Ryan Rizky, seseorang telah menjadikannya sebagai objek perhatian khusus.

Dan ini baru permulaan.

Sesampainya di apartemen, Naura langsung mengunci pintu dan menyalakan semua lampu. Entah mengapa, ruangan yang biasanya terasa nyaman ini kini seperti menyimpan bayangan-bayangan yang mengintai. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa, mencoba menenangkan diri.

"Kamu terlalu paranoid, Naura," gumamnya pada diri sendiri, mencoba mengenyahkan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.

Matanya tertuju pada buku Ryan yang tergeletak di meja. Ia meraihnya, membuka halaman yang bertanda tangan. Ada sesuatu yang berbeda dengan pesan yang dituliskan Ryan untuknya. Di bawah tulisan "Untuk sesama penjelajah kreativitas. Teruslah berkarya dengan hati," ada sebuah simbol kecil – seperti not balok yang dipadukan dengan kupu-kupu.

Naura mengambil ponselnya, berniat memotret tanda tangan unik tersebut. Namun, notifikasi baru dari @creative.shadow kembali muncul:

'Simbol yang cantik ya? Sepertimu. Tidur nyenyak, Naura.'

Ponsel itu nyaris terlepas dari genggamannya. Bagaimana orang ini bisa tahu tentang simbol di bukunya? Tidak mungkin terlihat dari foto manapun yang diambil di acara tadi.

Dengan tangan gemetar, Naura mengecek seluruh pintu dan jendela apartemennya. Semuanya terkunci rapat. Ia menarik semua tirai, menciptakan benteng tipis dari dunia luar. Tapi tetap saja, perasaan diawasi itu tidak hilang.

Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuka laptop, berniat menyelesaikan beberapa desain yang harus dikumpulkan besok. Di tengah pekerjaannya, sebuah email masuk:

Dari: shadows.and.melodies@gmail.com

Subjek: Inspirasi Malam Ini

"Desainmu selalu indah, seperti orangnya. Tapi kamu lebih cantik saat sedang serius bekerja di balik laptop biru mu."

Naura tersentak. Laptopnya memang berwarna biru. Ia segera menutup tirai workspace-nya yang sedikit terbuka, jantungnya berdegup kencang. Apartemennya di lantai 15, tidak mungkin ada yang bisa mengintip, kan?

Ponselnya berdering – Dina.

"Halo?" suara Naura bergetar.

"Ra? You okay? Kok feeling ku nggak enak ya?"

Naura menggigit bibirnya, menimbang apakah harus menceritakan semua kejadian aneh ini pada sahabatnya.

"Din..." ia memulai, tapi ragu.

"Kenapa? Ada yang ganggu kamu?"

"Aku... aku nggak tau. Mungkin cuma overthinking aja."

"Want me to come over?"

Naura melirik jam dinding – 11:45 malam.

"Nggak usah Din, udah malem. Aku... aku tidur aja."

"You sure? Call me if anything happens okay?"

"Okay..."

Setelah menutup telepon, Naura memaksakan diri untuk bersiap tidur. Ia memasang alarm di ponselnya dan hampir meletakkannya ketika satu notifikasi terakhir muncul:

'Sweet dreams, butterfly. Besok akan jadi hari yang lebih indah.'

Di sudut gelap sebuah ruangan tak jauh dari apartemen Naura, seseorang tersenyum menatap layar laptop yang menampilkan berbagai sudut pengambilan gambar. Jemarinya mengelus sebuah foto – Naura sedang tersenyum pada Ryan Rizky.

"Seharusnya senyum itu untukku..."

1
Aulia Nur
aku tunggu kedatangan nya yaa...
🤗
Queen: terimakasih kk Aulia Nur sudah dukung aku kk
total 1 replies
grr_bb23
Halaman profil author terlihat sepi, tolong sedikit perhatian untuk pembaca yang setia!
Queen: terimakasih juga bang grr_bb23
total 1 replies
Melanie
Intensitas emosi tinggi.
Queen: iya kk cerita penuh emosi banget kk
total 1 replies
DARU YOGA PRADANA
Penuh emosi deh!
Queen: sangat banget emosi ya😭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!