NovelToon NovelToon
Pendekar Pedang Kelabu 2

Pendekar Pedang Kelabu 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Spiritual / Anak Yatim Piatu / Mengubah sejarah / Perperangan
Popularitas:139.6k
Nilai: 4.8
Nama Author: YanYan.

Setelah mengukuhkan kekuasaannya atas Kota Canyu, Zhang Wei memulai perjalanan epik menuju puncak dunia demi membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan. Namun, jalan menuju tujuan itu penuh bahaya: musuh kuat, intrik politik, hingga menjadi buronan kekaisaran Qin.

Dalam petualangannya, Zhang Wei harus menghadapi penguasa Tanah Barat, mengungkap rahasia dunia, dan membuktikan dirinya sebagai pendekar pedang kelabu yang tak terkalahkan.

Dengan tekad membara, Zhang Wei bersiap melawan dunia untuk mencapai puncak tertinggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dibalik Tirai Kekaisaran

Di atas singgasana emas yang megah, Qin Huangming duduk dengan sikap yang anggun namun penuh wibawa. Sang Kaisar Kekaisaran Qin, penguasa tertinggi dari negeri luas ini, adalah pria dengan rambut hitam keperakan yang memancarkan aura kedewasaan. Matanya tajam seperti elang, menyiratkan kecerdasan dan pengalaman bertahun-tahun sebagai pemimpin.

Di ranah Martial Sovereign tahap pertengahan, Qin Huangming dikenal sebagai penguasa yang kuat, namun dia tak sekuat Bai Huo dan Mei yang telah melampaui batas kekuatan biasa. Meski demikian, auranya tetap mengintimidasi. Setiap gerakannya mencerminkan kontrol penuh atas dirinya, seperti lautan dalam yang tenang tetapi penuh bahaya di kedalamannya. Jubah emas yang ia kenakan berkilauan dengan pola naga bermata merah, simbol kekuasaan mutlak di kekaisaran.

Di kedua sisi aula, para pangeran dan pejabat tinggi berdiri dengan sikap hormat. Qin Zhao, pangeran pertama, berdiri di dekat Kaisar. Sebagai pewaris tahta, pria ini memancarkan aura yang stabil dan tangguh, berada di puncak Martial King. Sosoknya tinggi, dengan janggut tipis yang menambah kesan kedewasaan. Di sampingnya berdiri Qin Yan, pangeran kedua, yang terlihat lebih pendiam namun dengan mata tajam yang mengamati setiap detail.

Di sisi lain aula, Qin Yue, putri ketiga, duduk dengan elegan. Dengan kecantikannya yang anggun dan sikap tenangnya, dia dikenal sebagai ahli strategi dan diplomasi di kalangan bangsawan. Namun, tatapannya pada Zhang Wei mengandung rasa penasaran yang mendalam.

Pangeran keempat, Qin Zhu, adalah pria dengan senyum sinis. Meski berada di ranah Martial King tingkat menengah, reputasinya sebagai seseorang yang licik membuatnya sering dianggap sebagai ancaman tersembunyi. Di belakangnya berdiri Qin Lian, pangeran kelima yang baru saja menghadapi kekalahan memalukan dari Zhang Wei. Wajahnya yang pucat menunjukkan bahwa luka mental akibat insiden itu belum sepenuhnya pulih.

Di sudut aula, Qin Hu, pangeran keenam yang seumuran dengan Zhang Wei, berdiri dengan sikap tenang namun waspada. Aura Martial Grandmaster yang menyelimutinya terasa kuat, dan dia tampak lebih bersahabat dibandingkan saudara-saudaranya. Tatapannya terhadap Zhang Wei lebih hangat, seolah mengisyaratkan rasa hormat yang tulus.

Ketika Zhang Wei melangkah masuk, semua tatapan tertuju padanya. Suara pintu besar yang tertutup perlahan membuat keheningan semakin terasa. Zhang Wei tetap tenang, melangkah dengan percaya diri ke tengah aula, tepat di depan singgasana Kaisar.

“Zhang Wei,” suara Kaisar terdengar dalam, penuh wibawa, “kau telah menjadi sosok yang menarik perhatian seluruh kekaisaran. Berdiri di sini hari ini, aku ingin mendengar langsung darimu tentang apa yang sebenarnya terjadi.”

Zhang Wei membungkuk dengan sopan, namun tanpa kehilangan auranya yang tegas. “Yang Mulia, saya hanya membela diri dari provokasi yang tidak perlu. Saya tidak pernah bermaksud menantang kekuasaan kekaisaran.”

Kaisar mengangguk perlahan, tetapi matanya menyipit sedikit, menilai kata-kata Zhang Wei. “Aku mengerti. Namun, tindakanmu telah mengguncang istana ini. Kekalahan Pangeran Kelima, serta rumor tentang kekuatanmu, membuatku berpikir bahwa kau bukanlah seseorang yang bisa dianggap remeh.”

Sebelum Zhang Wei sempat menjawab, Qin Zhu menyela dengan suara tajam. “Yang Mulia, apakah kita benar-benar akan mempercayai kata-kata seorang asing? Siapa yang tahu apa niat sebenarnya di balik semua ini?”

Tatapan tajam Kaisar langsung menghentikan Qin Zhu. “Diam, Zhu. Ini adalah audiensiku, bukan tempat untuk intervensimu.”

Zhang Wei tetap tenang, tetapi di dalam pikirannya, dia mencatat dengan hati-hati dinamika di antara para pangeran. Ada ketegangan, rasa iri, dan kekuatan yang tersembunyi di setiap sudut aula ini.

Qin Huangming melanjutkan. “Sebagai kompensasi atas insiden yang terjadi, aku telah memutuskan untuk memberikanmu sesuatu yang sepadan. Aku telah memerintahkan persiapan batu roh dan kristal roh dalam jumlah besar. Ini adalah simbol ketulusanku sebagai penguasa.”

Para pejabat dan pangeran terkejut mendengar keputusan itu, tetapi tidak ada yang berani menyela. Zhang Wei, di sisi lain, hanya membungkuk sekali lagi. “Saya berterima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia.”

Namun, saat Kaisar memandang Zhang Wei lebih dalam, samar-samar ia merasakan sesuatu yang janggal. Aura aneh itu kembali muncul, melayang-layang di sekitar Zhang Wei, seperti bayangan yang tersembunyi di balik kabut. Qin Huangming menahan diri untuk tidak menunjukkan keterkejutannya, tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa pemuda ini menyimpan sesuatu yang tidak biasa.

“Aku akan mengawasinya,” pikir Kaisar dalam hati. “Sampai aku tahu apa yang sebenarnya melekat pada dirinya.”

***

Setelah audiensi berakhir, Kaisar Qin Huangming mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Zhang Wei tetap berada di istana untuk sementara waktu. Para pejabat dan pangeran lainnya mulai meninggalkan aula, namun suasana tegang yang melingkupi mereka tidak ikut menghilang.

Zhang Wei mengamati sekeliling dengan tenang. Meskipun Kaisar telah bersikap ramah, dia bisa merasakan tatapan penuh perhitungan dari banyak orang di aula itu, terutama dari Qin Zhu dan Qin Yan. Pangeran keempat dan kedua itu berjalan keluar tanpa kata, tetapi aura permusuhan mereka sangat terasa.

Sementara itu, Qin Hu mendekati Zhang Wei dengan langkah santai. “Zhang Wei,” katanya sambil tersenyum ramah, “kau benar-benar mencuri perhatian hari ini. Jika kau punya waktu, mungkin kita bisa berbincang lebih lanjut nanti.”

Zhang Wei hanya mengangguk tipis. “Tentu saja, Pangeran Qin Hu. Saya akan dengan senang hati melakukannya.”

Qin Hu mengangguk, lalu meninggalkan aula. Namun, sebelum pergi, dia melirik sekilas ke arah Kaisar, seolah-olah mencoba membaca pikirannya.

Kaisar tetap diam di atas singgasananya, matanya terus mengawasi Zhang Wei. Ketika aula sudah benar-benar kosong kecuali mereka berdua, Qin Huangming akhirnya berbicara. “Zhang Wei, aku akan mengatur agar seseorang menunjukkan tempat tinggalmu selama kau berada di sini. Jangan ragu untuk meminta apa pun yang kau butuhkan.”

Zhang Wei membungkuk sopan. “Saya berterima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia.”

Kaisar mengangguk, lalu memanggil seorang kasim. Pria tua itu dengan cepat mendekat, membungkuk dalam, dan menunggu perintah. “Antar Tuan Zhang Wei ke paviliun Giok Utara. Pastikan dia mendapatkan segala yang diperlukan.”

“Baik, Yang Mulia,” jawab kasim itu dengan hormat.

Saat Zhang Wei mengikuti kasim itu keluar dari aula, dia bisa merasakan tatapan Kaisar yang masih tertuju padanya. Meskipun suasana tampak tenang, Zhang Wei tahu bahwa Kaisar sedang menyelidiki sesuatu.

***

Di luar aula utama, para pangeran dan pejabat telah berkumpul di halaman yang luas. Beberapa dari mereka berbicara dalam bisikan, sementara yang lain tampak berpura-pura tidak peduli. Qin Zhao, sebagai pangeran pertama, memandang Zhang Wei dari kejauhan dengan ekspresi yang sulit ditebak.

“Orang itu,” gumam Qin Yan kepada Qin Zhu, “terlihat tenang, tetapi aku merasa dia jauh lebih berbahaya daripada yang kita bayangkan.”

Qin Zhu mendengus. “Berbahaya? Mungkin. Tapi dia hanya seorang asing. Yang Mulia tidak akan mempercayainya begitu saja.”

“Jangan meremehkan siapa pun, Zhu,” Qin Yan memperingatkan dengan nada rendah. “Kaisar jarang menunjukkan perhatian sebesar ini pada orang luar. Kita harus berhati-hati.”

Qin Yue, yang berdiri tidak jauh dari mereka, mencuri dengar percakapan itu. Dia tersenyum tipis, lalu berjalan menjauh tanpa sepatah kata pun. Pikiran-pikirannya sendiri sudah sibuk menyusun rencana.

1
annaza ibenk
bertahan,,,,
menyerah,,,,,
bersambung,,,,
Dianrp
up.up.up. secangkir kopi buat sampeyan
rinaris$
mantap pak Thor 👍👍👍 tambah banyak lagi updatenya👌👌👌👌
saniscara patriawuha.
gasssss pollll manggg weiiiiiii....
irul
lanjut💪
saniscara patriawuha.
gassss pollll mangggg...
Iwan
Kecewa
Penikmat buku
lanjut, thor...
ancha
MC nya kurang sadis ( lembek)
Firda Firda
semangat tor di tunggu up nya lagi kopi meluncur
Agus Rahmat
nah ini baru seru senipertarungan yang hidup menggetarkan hati mengusik jiwa mantap gan
Dans Ponk
no komenn
Dans Ponk
ok ok okkk .. no komen
Agus Rahmat
seperti biasa alurnya mengalir cepat dan tenang dan gejolak ritme mengesankan
Penikmat buku: komentar yg mengesankan...
total 1 replies
Abiyyu Sultan
mantap..
bogel
msntabs
OldMan
novel ini paling seru diantara yg lain 💪🏿💪🏿
sie ucup
seru Thor ,sampe degdegan bacanya, jadilah lebih kuat karna musuh menunggu di depan
Penikmat buku
lanjut, thor. .. jangan kasih kendor
Iwan Duan
Mantaaaap thor lanjooooooot
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!