Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra.
Hidup tak selalu mudah, tidak juga selamanya susah. Keduanya hadir secara bergantian, berputar, dan akan berhenti saat takdir memerintahkan.
Percayalah, selepas gulita datang akan ada setitik harapan dan sumber penerangan. Allah sudah menjanjikan, bersama kesulitan ada kemudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 18
...بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم...
..."Takdir tak bisa dipungkir, ikuti alurnya hingga berada di titik akhir."...
...—🖤—...
ZAYYAN menghentikan motornya kala sudah sampai di tempat tujuan. Salah satu Restaurant Yamani di daerah Puncak, dengan dekorasi khas Yaman (Timur Tengah). Dia langsung menggendong sang istri untuk segera memasuki tempat makan tersebut.
Zayyan memilih Family Room yang berada di lantai atas, dengan didesain perkamar serta tertutup membuat privasi para pengunjung lebih terjaga. Dan lagi, Zayyan pun lebih nyaman karena pada saat makan tidak ada yang memperhatikan.
Meskipun sedikit repot karena dirinya harus naik turun tangga seraya menggendong sang istri, tapi rasa lelahnya terbayar kala melihat senyum sumringah yang Zalfa tampilkan.
Zayyan memang sengaja tidak membawa kursi roda, agar istrinya tidak merasa paling beda. Terlebih mereka pun menggunakan kendaraan roda dua, pasti akan susah jika membawa serta alat bantu tersebut.
Bukan tak mampu untuk membayar jasa taksi online, Zalfa yang meminta dengan dalih ingin menikmati suasana malam layaknya orang yang tengah berpacaran.
"Berhubung Allah belum mengizinkan kita untuk ke Tanah Suci, sebagai gantinya Mas ajak kamu ke sini. Mungkin sedikit mengobati, resto ini sangat kental dengan nuansa Timur Tengah," ujar Zayyan saat mereka sudah sampai di lantai atas.
"Mas tahu tempat ini dari mana? Aku baru tahu lho kalau di Bogor ada resto sebagus ini," sahut Zalfa terkagum-kagum.
"Dari temen kerja Mas, Rasya. Alhamdulillah kalau kamu suka. Mau pesan apa?"
"Ehmm, Nasi Mandhi dengan Daging Kambing kayaknya enak, Mas. Minumnya aku mau Syahi Adeni," sahut Zalfa sangat antusias kala melihat daftar menunya.
"Siap, Tuan Putri," ujar Zayyan.
Pelayanannya sangat memuaskan, waiters-nya pun sigap dan informatif sekali, bahkan untuk menunggu pesanan datang pun tidak terlalu lama, terbilang cepat malah.
Di meja sudah terhidang satu porsi Nasi Mandhi yang disajikan dengan daging kambing, ditambah sambal tomat pula. Benar-benar menggoda selera dan nikmat pastinya. Satu porsi mungkin bisa dinikmati oleh dua sampai tiga orang.
Tak ketinggalan ada Syahi Adeni, teh yang memakai bumbu rempah khas Arab lalu ditambah susu, pesanan Zalfa. Sedangkan Zayyan memilih Syahi Na’na, teh dengan tambahan daun mint.
"Masya Allah, Mas, enak banget," ungkap Zalfa begitu kegirangan.
Saat nasi dan daging kambingnya masuk ke dalam mulut, menghadirkan rasa yang begitu bombastis. Jangan lupakan juga sambal tomatnya yang semakin menyemarakkan rasa.
Zalfa menyuapi Zayyan dengan tangannya sendiri. "Enak, kan?" tanyanya sebab Zayyan tidak kunjung makan, dia lebih tertarik untuk melihat wajah sang istri yang berbinar-binar.
Zayyan mengangguk setuju. Makanan khas Timur Tengah memang tidak pernah gagal, dan selalu membuat siapa pun ketagihan.
"Tahu nggak kenapa enak?" seloroh Zayyan sebelum kembali menerima suapan dari Zalfa.
"Ya, karena bumbunya, lha, Mas. Ini tuh kaya akan rempah. Makanya enak pake banget," sahut Zalfa yang dihadiahi gelengan.
"Yang buat Nasi Mandhi ini enak berkali-kali lipat, ya karena disuapi langsung sama kamu. Rasanya tuh makin-makin deh, nggak ada tanding."
Zalfa hanya bisa geleng-geleng. Suaminya ini semakin jago menggombal.
"Dasar...,"
Zayyan tersenyum lebar, dan kini dia yang giliran menyuapi Zalfa. "Coba-coba gimana rasanya disuapi Mas Suami?"
Zalfa menahan senyumnya, karena mulut perempuan itu sudah penuh. Dia mengunyah dan menelannya terlebih dahulu. "Rasanya itu Masya Allah, nggak bisa berkata-kata."
Aura pengantin baru memang sangat kental terasa. Masih lengket-lengketnya.
Mereka saling berbincang dan menyuapi satu sama lain, sampai tidak sadar makanannya sudah habis tak tersisa. Beginilah jika menikah dengan orang yang tepat, di mana pun tempatnya pasti akan terasa nyaman.
"Mau pesan camilannya? Masih muat nggak perutnya?" tanya Zayyan setelah menandaskan Syahi Na’na.
"Cukup, kenyang banget ini, Mas. Bungkusin buat Ibu aja, kasihan. Masa kita makan enak, beliau nggak," ungkap Zalfa.
"Perhatian banget sih sama Ibu Mertuanya," goda Zayyan. Dia sangat amat bersyukur melihat ibu dan istrinya akur.
"Harus dong, Mas."
"Kita beli sate kambing muda aja, itu kesukaan Ibu. Pesanan wajib yang harus dibawa pulang kalau Mas keluar," terang Zayyan.
Zalfa mengangguk saja, sang suami lebih tahu dan mengenal ibunya sendiri. Jadi, apa pun itu akan dia setujui. Asal jangan pulang dengan tangan kosong saja.
"Di bagian belakang ada area sungai kecil lho, Fa. Gemericik airnya bikin hati adem, apalagi ada beberapa jenis ikan hias di dalamnya. Duduk santai di sana pasti seru," beritahu Zayyan penuh semangat.
Mulai malam ini dan seterusnya dia akan berusaha untuk membahagiakan Zalfa, bagaimana pun caranya yang penting dia bisa melihat tawa ceria sang istri.
"Kasihan Mas pasti capek kalau harus bolak-balik gendong aku. Di sini aja cukup kok, kalau Mas mau ke sana nggak papa. Aku tunggu di sini."
"Nggak mau ah, mending Mas di sini bareng kamu. Mas ngasih tahu ada sungai kecil di belakang, kali aja kamu mau ke sana. Takutnya kamu bosan," ujar Zayyan.
"Kalau sama Mas itu nggak akan pernah ada kata bosan, malah kecanduan," katanya.
"Istri Mas ini ternyata jago gombal juga yah, manis banget ucapannya. Meleleh hati, Mas."
Zalfa tertawa kecil melihat tingkah Zayyan yang begitu beda kala berdekatan dengannya. Sifat manjanya hanya ditujukan untuk Zalfa seorang.
Zalfa menyandarkan kepalanya di bahu sang suami. Tak ingin kalah, Zayyan pun memainkan jari jemari sang istri yang berada dalam genggamannya. Tidak ada perbincangan, mereka saling menyelami perasaan masing-masing.
"Hari-hari aku semakin berwarna setelah menikah sama Mas, padahal aku udah putus asa saat divonis lumpuh pasca sadar dari koma," ungkap Zalfa tiba-tiba.
"Hari-hari Mas suram saat kamu dinyatakan koma hingga sebulan lamanya. Mas juga pernah putus asa, tapi Allah nggak pernah mengingkari doa-doa yang senantiasa Mas panjatkan. Terbukti, hari ini kita bisa sama-sama."
Angan mereka terbang pada masa-masa sulit, di mana mereka merasa berada di titik paling rendah. Tidak ada yang mampu menguatkan, selain diri sendiri dan berusaha untuk selalu berprasangka baik pada Allah.
"Apa kamu ingat mobil yang sudah menabrak kamu, Fa?" tanya Zayyan seraya menatap wajah teduh Zalfa.
"Seingatku mobil BMW X5 warna merah, untuk plat nomornya lupa. Tapi kalau misal lihat mobilnya pasti ingat sih, Mas. Kenapa gitu?"
"Mas lagi menyelidiki dalang dari kecelakaan kamu. Semoga aja bisa secepatnya menemukan titik temu."
Zalfa menjauhkan kepalanya dan menatap lekat sang suami. "Nggak usah diperpanjang, Mas. Berurusan sama hukum pasti ribet, yang penting, kan sekarang aku udah sehat lagi."
Zayyan menggeleng tegas. "Orang itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mas nggak mau dia bebas di luaran sana."
"Ya udah terserah Mas aja, tapi jangan terlalu dipikirkan. Dicari sewajarnya aja, aku udah ikhlas kok. Nggak papa, ini musibah," terang Zalfa.
Zayyan memeluk istrinya dari samping dengan penuh kehangatan. Dia benar-benar bangga, sang istri bisa berbesar hati untuk memaafkan. Tapi, Zayyan tak bisa tinggal diam. Setidaknya pelaku tabrak lari itu harus bertanggung jawab.
...🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤...
love sekebon🥰