~ REGANTARA, season 2 dari novel Dendam Atlana. Novel REGANTARA membahas banyak hal tentang Regan dan kehidupannya yang tak banyak diketahui Atlana ~....
Ditinggalkan begitu saja oleh Atlana tentu saja membuat Regan sangat kacau. Setahun lebih dia mencari gadisnya, namun nihil. Semua usahanya tak berbuah hasil. Tapi, takdir masih berpihak kepadanya. Setelah sekian lama, Regan menemukan titik terang keberadaan Atlana.
Disaat Regan merasakan bahagia, berbanding terbalik dengan Atlana yang menolak kehadiran Regan untuk kedua kalinya dihidupnya. Namun, penolakan Atlana bukan masalah. Regan memiliki banyak cara untuk membawa kembali Atlana dalam hidupnya, termasuk dengan cara memaksa.
Akan kah Regan berhasil? Atau malah dia akan kehilangan Atlana sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Balik!
Deg!
Atlana melototkan matanya melihat Regan sudah berada di rumahnya, duduk nyaman sambil berbincang dengan sang Papa.
"Regan...."
Indra menarik nafasnya. Melihat respon sang putri, sangat jelas jika putrinya mengenal laki-laki muda di hadapannya itu.
Atlana mengepal erat tangannya sebelum berjalan mendekati mereka bertiga. Dia memilih duduk di antara Hilda dan Indra. Netranya lekat menatap Regan.
"Dia bilang, dia kenal dekat sama kamu, Sayang. Apa benar?"
Atlana menatap Hilda yang bertanya. Kemudian ia mengangguk sebagai jawaban. Percuma dia berbohong. Beberapa lembar kertas dan foto-foto yang berserakan di meja menjadi bukti kedekatannya dengan Regan.
"Dia kesini buat bawa kamu balik ke Indonesia," ujar Indra. Tatapan mata pria paruh baya itu menunjukkan kelembutan saat menatap putrinya. Namun, Atlana juga menangkap kekhawatiran di matanya.
"Lana gak akan kemana-mana. Lana tetap disini bareng Mama Papa."
"Gue gak setuju. Lo harus balik!" Regan menyela.
"Lo gak punya hak maksa gue! Lo sama gue gak ada hubungan apapun lagi."
"Lo ambil keputusan sepihak. Gue gak pernah setuju buat putus."
Atlana dan Regan saling beradu pandang. Mereka sama-sama mempertahankan keinginan mereka.
"Atlana memang bukan putri kandung kami. Tapi, dia sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Jika kamu terus memaksa, kami bisa bertindak tegas." Hilda bersuara. Dia tidak ingin putrinya dipaksa-paksa seperti ini.
Walaupun ada bukti, dan semua bukti itu jelas, jika putrinya tidak setuju untuk kembali, maka dia akan berdiri paling depan untuk membela putrinya dan menentang lelaki muda itu.
"Saya bisa melaporkan kamu ke pihak kepolisian. Jadi, silahkan kamu pergi dari sini." Indra berkata dengan tegas.
"Saya gak akan pergi tanpa Atlana."
Jawaban Regan jelas membuat Indra geram. Lelaki paruh baya itu hendak menyamperi Regan, namun cepat ditahan Atlana dan istrinya.
"Pa, udah Pa," ucap Hilda.
"Dia keterlaluan, Ma!"
"Pa, Papa tenang, ya?"
Indra menarik nafasnya panjang, berusaha menenangkan perasaannya. Matanya masih menatap Regan yang terlihat begitu tenang.
Suasana sejenak menjadi hening. Hingga tak lama kemudian, suara handphone Atlana berdering memecah keheningan.
"Kak Rena." Segera Atlana menjawab panggilan vidio dari kakaknya.
"Lana." Suara Renata terdengar menyapa. Gadis itu tersenyum manis ke arah adiknya. "Coba tebak, kakak mau tunjukin apa ke kamu?"
Atlana mengerutkan keningnya bingung. "Apa, Kak?"
"Kakak mau tunjukin pasien kakak yang waktu itu. Dia berterima kasih banget dapat support sama doa dari kamu. Dia bilang kalau ada kesempatan, dia pengen ucapin makasih langsung ke kamu."
Atlana tersenyum. Jujur, dia tidak tahu harus menjawab apa. Pikirannya terbagi antara berbicara pada sang kakak dan memperhatikan papanya yang masih terlihat emosi.
"Nah, ini pasien kakak."
Renata langsung mengarahkan handphone pada pasien yang tak lain adalah Ghea. Atlana yang sempat tak memperhatikan langsung menatap layar.
Deg!
Baik Atlana maupun Ghea sama-sama terdiam. Tenggorokan keduanya terasa kering. Mata mereka seketika dipenuhi genangan bening.
"Ghea...."
"Atlana...."
Atlana?
Semua yang ada di ruang rawat Ghea terkejut mendengar apa yang diucapkan Ghea. Dokter Renata terkejut karena Ghea mengenal Atlana, dan para sahabat Regan pun terkejut karena Ghea tiba-tiba menyebut nama Atlana.
Sontak saja keempat cowok itu mengerubungi Ghea, mencari posisi masing-masing agar bisa melihat layar handphone dan terlihat di layar handphone.
"Bu Bos!" Suara mereka bersamaan menyapa Atlana. Bahkan Erteza yang jarang memanggil dengan panggilan itu pun ikut memanggil.
Tindakan mereka jelas membuat Renata bingung, begitu juga kedua orang tua angkat Atlana. Kedua paruh baya itu bingung melihat putri mereka meneteskan air mata.
"Sayang, ada apa?" Hilda bertanya dengan perasaan khawatir.
"Kamu mengenal mereka?" tanya Indra.
Atlana menggangguk pelan. "Mereka sahabat-sahabat aku, Ma, Pa. Pasien Kak Rena ternyata sahabat baik aku."
"Tunggu-tunggu. Kalian kenal Atlana? Bu Bos? Maksudnya apa?" Renata begitu bingung dengan situasi yang tengah ia alami.
"Kita kenal banget sama Atlana, Dok. Dia sahabat kita. Bu Bos itu panggilan kesayangan," celetuk Yudha. Sangat terlihat pancaran bahagia di wajah mereka.
"Apa kabar lo, Atlana? Kangen kita sama lo."
Plak.
"Pengen digorok Regan lo," ucap Jovan setelah menggeplak Leo.
"Gue baik. Gimana kabar lo semua? Ghea, kenapa bisa kecelakaan?" Atlana tidak bisa mengabaikan sahabatnya itu. Air matanya tak berhenti menetes melihat kondisi sahabatnya. Dia ingin memeluk Ghea sekarang.
"Baik. Kita semua baik. Cuman, Ghea yang lagi gak baik. Lo liat sendiri kan?" ujar Jovan.
"Kenapa nangis?" Suara Ghea begitu lemah. Meski begitu, dia tidak ingin sahabatnya menangis. "Ini cuman kecelakaan biasa. Gue gak hati-hati nyebrang jalan."
Erteza, Leo, Jovan, dan Yudha langsung saling pandang. Ghea tidak tahu jika kecelakaan yang dia alami sudah direncanakan, bukan murni kecelakaan seperti yang sering terjadi.
"Maaf, Ghe. Aku gak ada di samping lo saat lo sakit."
"Gak apa-apa, Na. Liat lo aja gue udah seneng banget. Gue jadi lega bisa liat lo lagi."
"Balik, Na. Regan setengah waras sejak lo pergi." Semua terdiam dengan pandangan melotot ke arah Erteza, kecuali Renata dan Ghea.
Erteza ini, sekali ngomong suka benar. Tapi, mereka takut Regan mendengarnya. Regan suka tiba-tiba muncul. Dan seandainya mendengar, habis Erteza di tangan Regan.
"Mulut lo, Za. Tapi, bener sih kata Erteza. Regan setengah waras," sahut Leo mulai menggosipi Regan.
"Bukan setengah. Kayaknya kewarasan Regan tinggal 10 persen," ujar Jovan.
"Lebih tepatnya gila sih, menurut gue," tambah Yudha. "Dia gila-gila an cari lo, Atlana. Yang lebih gila nya lagi, kita berempat ikutan gila kayak dia. Hampir tiap malam kita ke rooftop sekolah. Mana disana serem lagi. Kita cuman bengong aja di rooftop, sampai tengah malam banget baru balik. Gila kan, mantan lo itu?"
Atlana yang mendengarnya sedikit meringis. Bukan karena cerita Yudha. Tapi, karena ia mengeraskan suara panggilan vidio tersebut sehingga semua mendengarnya, termasuk Regan.
"Nah, lo aja ngeri kan dengernya? Mantan lo itu udah gak tertolong gilanya, Bu Bos."
"Bukan. Bukan itu. Regan... Dia disini."
"Apa?!" Leo, Jovan, dan Yudha terpekik heboh. Membuat Renata mendelik tajam ke arah mereka.
"Kalian ini! Ingat! Ini rumah sakit," ucap Renata. Dia melirik Ghea yang memejamkan matanya. Mungkin gadis itu terkejut.
Ketiga cowok itu hanya meringis canggung. Sementara Erteza berdehem canggung ketika layar handphone yang semula menampilkan wajah Atlana kini menampilkan Regan yang tengah duduk tenang di sofa.
"Gila si Regan. Kapan dia perginya? Kapan dia tau Atlana dimana? Perasaan semalam dia diem-diem aja. Gak bilang kalau Atlana udah ketemu," celetuk Leo.
"Gak bilang-bilang juga kalau dia mau pergi," ujar Jovan.
"Paling gak ajak-ajak gue lah kalau mau pergi," ucap Yudha.
"Mending ajak Erteza, berguna. Lah elo? Cuman bisa ngabisin duit."
"Anjing lo, Yo!" umpat Yudha pada Leo.
Layar handphone kembali menampilkan wajah Atlana. Gadis itu menatap Ghea dengan tatapan rindu dan khawatir.
"Pulang, Na," suara lembut Ghea terdengar. Jika boleh jujur, dia sangat-sangat merindukan sahabatnya itu.
"Ghe, gue—"
"Gue gak tahu, masalah apa yang lo hadapi. Yang gue tahu, Atlana yang gue kenal gak lari dari masalah."
Atlana terdiam. Sudut matanya melirik ke arah Regan yang terus menatapnya sejak tadi.
"Gue gak bisa mutusin sekarang, Ghe."
"Gak apa-apa." Ghea tersenyum. "Gue seneng banget bisa liat lo lagi."
"Gue juga."
Setelah obrolan antara dirinya dan Ghea usai, dan panggilan vidio di matikan, Atlana menarik nafasnya panjang. Sangat terlihat guratan lelah di wajahnya. Dalam sehari, dia dihadapi permasalahan yang membuatnya terus berpikir.
"Sahabat lo sengaja ditabrak, bukan kecelakaan bisa." Suara Regan terdengar. Kali ini, dia akan mencoba meluluhkan Atlana dengan membicarakan Ghea.
Atlana menatap serius Regan. "Ghea, sengaja ditabrak?"
"Hm."
"Siapa yang ngelakuin?"
"Suruhan tunangan Erteza."
"Kenapa? Apa alasannya? Tunangan Erteza sama Ghea ada masalah? Atau... Erteza yang punya hubungan sama Ghea?"
Ck. Regan benci sekali membicarakan orang lain saat dia setengah mati menahan rindunya pada Atlana. Tapi, ini usahanya untuk membawa Atlana kembali. Jika tidak berhasil, sudah pasti ia akan membawa Atlana secara paksa.
"Gue gak tau."
Atlana langsung menghembuskan nafasnya. Sudah ia tebak, dia tidak akan bisa mendapatkan jawaban dari Regan. Dia kenal Regan. Cowok itu tidak suka mengurusi masalah pribadi orang lain, apalagi yang bersangkutan dengan perasaan. Itu bukan ranahnya.
Suasana hening menyelimuti ruangan tersebut. Atlana terdiam dengan segala pikiran yang berkecamuk mengusiknya. Ghea pasti melewati hari yang sulit selama ini.
"Lo bisa ikut gue—"
"Putri saya tidak akan ke mana-mana! Jangan memaksanya lagi jika dia tidak menginginkan."
Regan menatap Indra sejenak, lalu kembali fokus pada Atlana. "Gue tunggu jawaban lo. Gue balik."
Regan bangun dari duduknya. Ia melirik Indra, Hilda, lalu berakhir pada Atlana. Ingin rasanya dia menarik gadis itu dalam pelukannya dan memeluknya erat. Namun, Regan mencoba mengontrol dirinya. Dia mendekati Atlana, lalu mengacak pelan puncak kepala Atlana.
Setelah itu, dia benar-benar berlalu meninggalkan rumah tersebut.