Mencari Daddy Sugar? Oh no!
Vina Rijayani, mahasiswi 21 tahun, diperhadapkan pada ekonomi sulit, serba berkekurangan ini dan itu. Selain dirinya, ia harus menafkahi dua adiknya yang masih sangat tanggung.
Bimo, presdir kaya dan tampan, menawarkan segala kenyamanan hidup, asal bersedia menjadi seorang sugar baby baginya.
Akankah Vina menerima tawaran Bimo? Yuk, ikuti kisahnya di SUGAR DATING!
Kisah ini hanya fantasi author semata😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Berondong Kaya
"Muke gile! Udah tua juga masih nyimpen cowok berondong dirumah."
Anggi mengerjap kaget, mengintip tanpa berkedip dari balik gorden jendela kaca rumahnya, menatap Romlah yang sedang mengantar tamu prianya hingga di depan pintu pagar.
"Wuih! Boleh juga itu si Romlah, pinter bener dapet berondong kaya!" Mata Anggi melebar sempurna, memandangi mobil mewah yang dikendarai Bimo perlahan meninggalkan Romlah yang masih berdiri didepan pintu pagar.
Ceklek.
Anggi buru-buru memutar anak kunci dan gegas keluar.
"Woi, yang lagi bahagia! Sudah kempot masih berjiwa muda! Awas, tak laporin ke pak RT!" ancam Anggi.
"Manusia paling benar sejagat kampung! Sana, laporin! Siapa takut!" Romlah yang lagi muak balas berteriak sambil berlalu memasuki rumah dan mengunci pintu.
"Oh! Nantang ya?! Liat aja besok! Bakal bener gue laporin!" balas Anggi memanas, mudah sekali tersulut emosi bila ada yang berani berteriak padanya.
Di dalam rumah, Romlah hanya bisa membuang napas kasar. Ia berjalan menuju kamar Vino dan Vaniza, mengintip dari celah pintu.
"Bude!" panggil Vina, melihat sepasang mata Romlah mengintip dari celah pintu.
"Belum tidur?" Romlah mendorong pintu hingga terbuka lebar. Niat awalnya hanya mengecek, malah kepergok oleh Vina.
"Aku sengaja menunggu Bude, ada yang ingin aku omongin," pelan Vina, takut kedua adiknya bangun.
"Besok saja, ini sudah terlalu larut, kita semua butuh istirahat," Romlah mengusap lembut pundak Vina.
"Semua perhiasanmu itu, simpan di brankas Bude saja, takut digondol maling. Setelah itu tidurlah bersama adik-adikmu," Romlah menatap kalung, anting-anting, dan mahkota berlian milik Vina yang tergeletak diatas meja belajar.
"Iya Bude," Vina gegas menyusul Romlah keluar dari kamar, membawa semua perhiasan itu menuju kamar sang pemilik rumah.
...***...
Romlah mendengar semua detail yang diceritakan oleh Vina padanya.
Mulai gadis itu terjebak gara-gara insiden tidak masuk akal pintu ruang kerja sang direktur hotel, sampai terakhir gadis itu hampir tenggelam di kolam pemandian dan berakhir melihat aset pria keji itu.
Semuanya diceritakan, tidak ada yang dilebihkan, ataupun dikurangkan.
Selama Vina berkisah, Romlah terkadang meringis, lalu mual, lalu meringis lagi, kesal, geram, emosi, tegang, ngeri, bercampur padu jadi satu.
"Kakak!" Vaniza menghambur masuk ke pelukan Vina, begitu pula dengan Vino. Dua bocah itu mendekap erat sang kakak yang sangat mereka rindukan.
"Mmm... Kalian sudah wangi," Vina mengendus-endus tubuh kedua adiknya yang sudah mengenakan seragam sekolah.
"Akhirnya Kakak pulang!" girang Vaniza dengan wajah berbinar.
"Kakak kapan datangnya?" Vino ikut bersuara saking senangnya.
"Semalam, tapi kalian tidurnya nyenyak sekali," Vina tertawa pelan melihat ekspresi senang dua adiknya itu.
"Pantas saja ada tas pakaian di sisi tempat tidur saat aku bangun, rupanya punya Kakak," oceh Vaniza lagi.
"Ayo sarapan dulu sebelum berangkat ke sekolah," Romlah menarik kursi untuk keduanya. Vina membantu kedua adiknya itu duduk dikursinya masing-masing.
Vina menatap haru, melihat dua adiknya lahap menikmati sarapan mereka, dengan lauk bistik daging buatan wanita baik hati itu.
"Nah, ini bekal untuk kalian di sekolah," Romlah mendekatkan dua wadah ke dekat dua bocah itu.
"Ada susu kotak?" wajah Vaniza berbinar, meraih benda yang ia sebut dan melihat pada wadah Vino, ternyata juga ada.
"Iya, itu oleh-oleh dari kak Vina semalam," Romlah cepat bersuara.
"Sini, ikut Bude. Akan Bude tunjukan semua oleh-oleh dari kak Vina," sambil menuntun kedua bocah itu mendekati 4 box yang dibawa oleh Bimo semalam.
"Wuah! Susu kotak sama susu bubuknya banyak banget!" seru Vaniza dan Vino bersamaan, begitu penutup box pertama dibuka.
"Nah lihat yang ini lagi," Romlah membuka box kedua.
"Vino suka apel sama anggur! Buah naga juga!" teriak bocah laki-laki itu melihat aneka buah tersusun rapi.
"Vaniza mau pir! Delima! Stroberi juga!" gadis kecil itu tak mau kalah.
"Tenang, Bude sudah menyulap sebagian buah-buah segar itu jadi salad buah dalam bekal makan siang kalian disekolah. Nah sekarang kita lihat oleh-oleh ketiganya," Romlah kembali membuka penutup box ketiga.
"Heuuuum! Boleh tidak, Vaniza dikasih bekal nugget sama sosis daging panggang lada hitam ini Bude? Please..." wajah Vaniza memelas sembari mengatupkan kedua tangannya didepan dada, menatap penuh permohonan pada sang bude.
Romlah tertawa melihatnya.
"Sebelum Cah Ayu minta, Bude sudah siapkan, sudah ada di kotak makanan kalian masing-masing," sahut Romlah lagi, dengan raut enerjiknya.
"Yeay! Bude baik sekali!" Vino dan Vaniza memeluk senang wanita itu, dan itu tidak luput dari perhatian Vina yang kian terharu melihatnya.
"Nah, kita buka box yang terakhir. Tara!" pekik Romlah, disambut bola mata dua bocah itu yang membulat sempurna saat melihat isi di dalamnya.
"Es Krim!!!" Vaniza dan Vino melompat-lompat kegirangan, berputar-putar sambil menari-nari, menggambarkan suasana hati mereka yang begitu bahagia pagi itu.
"Kakak, terima kasih!" dua bocah itu beralih memeluk Vina.
"Oleh-olehnya banyak sekali," ungkap keduanya senang.
"Nah, semuanya itu supaya kalian tambah semangat sekolahnya walau ditinggal kerja sama Kak Vina." Romlah berucap, mengusap lembut pucuk rambut Vino dan Vaniza yang tengah memeluk Vina.
"Terima kasih Bude," lirih Vina meneteskan air mata, dirinya tahu alasan kenapa wanita itu mengatakan semua barang-barang itu adalah oleh-oleh dari dirinya, bukan menyebut nama Bimo.
Tin! Tin! Tin!
"Itu sepertinya taxi online yang dijanjikan semalam," Romlah menatap Vina.
"Iya, benar Bude," sahut Vina, setelah memeriksa notif pesan masuk dari Bimo di ponselnya.
"Ayo, cepat bersiap. Bude akan mengambil barang-barangmu di brankas."
Kelimanya segera bergegas dari ruang makan.
"Bude, ini ada sedikit uang, membayar hutangku juga biaya hidup adik-adik," Vina memberikan segepok uang kertas pecahan seratus ribuan.
"Simpan saja buat kamu Nduk, yang Bude kasih dulu bukan utang," mengingat gadis itu mengambil beberapa bahan makanan dari kios dagangannya.
"Kalau untuk adik-adikmu, tujuh puluh juta yang kamu transfer itu baru kepake tiga ratus ribu kok Nduk."
"Tujuh puluh juta? Kapan aku transfer Bude?" bingung Vina.
"Lalu siapa kalau bukan kamu?" Romlah ikutan bingung.
"Kakak, kami terlambat!" rengek Vaniza yang sudah duduk dimobil.
"I-iya sebentar ya Sayang," Vina menenangkan, lalu kembali menatap Romlah penuh tanya.
"Mungkin tuan Bimo, kamu bisa menanyakannya nanti," ucap Romlah seolah mengerti apa yang difikirkan Vina.
"Pesan Bude, jaga dirimu baik-baik ya Nduk, harus cerdik seperti ular, dan tulus seperti merpati."
"Terima kasih Bude," Vina memeluk erat Romlah, merasakan kehangatan seorang ibu dalam dekapan wanita itu, lalu beranjak pergi setelahnya, mengantarkan adik-adiknya ke sekolah, sebelum dirinya berangkat kuliah.
"Bude!"
Romlah yang akan kembali masuk kedalam rumah sepeninggal Vina dan adik-adiknya, kembali membalikan tubuhnya.
"Pak RT? Mari masuk Pak," ramah Romlah mempersilahkan.
"Nggak buka kios Bude?" basa basi pak RT.
"Oh, buka kok pak RT, saya mau makan apa kalau nggak buka kios? Kan hanya dari situ pendapatan saya," lalu mempersilahkan pak RT duduk di sofa tamu rumahnya.
"Mau minum apa?" tawarnya lagi.
"Ah, tidak usah Bude. Saya sebentar saja. Hanya mau konfirmasi laporan warga, apa benar Bude punya simpanan berondong kaya?"
Romlah terperangah, dirinya sudah bisa menebak, siapa dalang yang melaporkannya.
Bersambung...✍️
Pesan Moral : Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. (By Author Rosy)
🤣