kisah seorang siswi perempuan yang tidak tertarik dengan apapun akhirnya menyukai seorang lelaki yaitu kakak kelasnya,hari demi hari ia lewati tana menyapa ataupun yang lain.hanya sebatas melihat dari jauh orang yang di kaguminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myz Yzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASA LALU
Hari-hari berlalu, hubungan Yana dan Nabil semakin dekat. Namun, seiring waktu, Yana mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganjal. Meskipun Nabil selalu bersikap hangat dan perhatian, terkadang ia terlihat melamun dan kehilangan fokus, terutama saat mereka sedang berbicara di taman sekolah. Yana mencoba mengabaikan perasaannya itu, tetapi rasa penasaran terus menghantuinya.
Suatu sore, saat mereka kembali duduk di taman, Yana memutuskan untuk bertanya.
“Kak, aku boleh tanya sesuatu?” ucap Yana pelan.
Nabil menoleh, tersenyum tipis. “Tentu. Apa, Yan?”
“Kakak kenapa, sih, kadang-kadang kelihatan nggak fokus? Kaya ada yang Kakak pikirin,” tanya Yana dengan hati-hati.
Nabil terdiam sejenak. Ia menatap ke depan, memandang pohon-pohon yang bergoyang pelan tertiup angin. Setelah beberapa saat, ia menghela napas.
“Maaf kalau aku kelihatan kaya gitu. Aku nggak mau kamu salah paham,” jawabnya. “Tapi mungkin kamu benar, aku memang lagi banyak pikiran.”
Yana menatapnya, menunggu kelanjutan penjelasan itu. Namun, Nabil tidak langsung melanjutkan. Sepertinya ia sedang mencoba menyusun kata-kata.
“Dulu… aku pernah dekat sama seseorang,” akhirnya Nabil berbicara. “Namanya Raya. Dia teman satu angkatan aku.”
Yana merasa ada yang menusuk hatinya, tapi ia tetap berusaha tenang. “Terus, gimana hubungan Kakak sama dia?” tanyanya.
“Kami dekat selama beberapa bulan, tapi… semuanya berakhir karena satu hal: dia harus pindah sekolah. Keluarganya pindah ke luar kota, dan kami nggak sempat menyelesaikan semuanya dengan baik,” kata Nabil, suaranya terdengar getir.
Yana merasa dadanya sesak. Meskipun ia tahu masa lalu adalah bagian dari hidup seseorang, mendengar tentang Raya membuatnya merasa kecil.
“Jadi… Kakak masih mikirin dia?” tanya Yana pelan.
Nabil tersenyum tipis, tapi kali ini senyumnya tidak setulus biasanya. “Kadang-kadang, iya. Bukan karena aku masih cinta sama dia, tapi karena aku merasa ada hal yang belum selesai di antara kami. Aku nggak pernah benar-benar bisa mengucapkan selamat tinggal.”
Yana hanya bisa terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Nabil memperhatikan wajahnya dan segera menggenggam tangannya.
“Tapi, Yan, aku nggak mau kamu salah paham,” katanya dengan nada lebih serius. “Aku nyaman sama kamu, aku benar-benar suka sama kamu. Aku cuma merasa kamu berhak tahu soal ini.”
Yana mengangguk pelan. “Aku ngerti, Kak. Aku ngerti kalau masa lalu itu nggak bisa kita lupakan begitu saja.”
Namun, malam harinya, Yana merasa hatinya semakin kacau. Ia mulai bertanya-tanya apakah Nabil benar-benar mencintainya, atau jika ia hanya pengalih perhatian dari masa lalu yang belum selesai. Pikiran itu membuat Yana sulit tidur. Ketika Nabil mengirim pesan seperti biasa, Yana membalas dengan singkat, mencoba menyembunyikan perasaannya.
---
Hari-hari berikutnya, Yana mulai menjaga jarak dari Nabil. Ia takut terlalu jauh terlibat jika perasaan Nabil terhadap Raya masih membayangi hubungan mereka. Meskipun Nabil terus berusaha mendekatinya seperti biasa, Yana merasa tidak bisa lagi bersikap setenang sebelumnya.
“Kamu kenapa, Yan? Akhir-akhir ini kamu kayak menjauh,” tanya Nabil suatu sore ketika mereka bertemu di taman.
Yana menggeleng, mencoba menghindari tatapan Nabil. “Aku nggak apa-apa, Kak.”
“Jangan bohong, aku tahu ada yang berubah. Apa aku bikin kamu nggak nyaman?” tanya Nabil lagi, kali ini suaranya terdengar lebih lembut.
Yana menarik napas panjang. Ia akhirnya memutuskan untuk jujur.
“Kak, aku nggak tahu… aku cuma takut,” katanya pelan. “Takut kalau aku nggak cukup untuk Kakak. Takut kalau Kakak sebenarnya masih berharap sama Raya.”
Nabil terdiam, jelas terkejut dengan pengakuan Yana. “Yana, dengerin aku. Aku nggak pernah berpikir kamu nggak cukup. Kamu adalah orang yang spesial buat aku.”
“Tapi Kakak masih mikirin dia,” potong Yana, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku nggak tahu apa aku bisa bersaing sama bayangan orang lain.”
Nabil tampak bingung. Ia mengusap wajahnya, mencoba mencari cara untuk menenangkan Yana. “Aku nggak mau kamu merasa seperti ini. Aku memang butuh waktu untuk sepenuhnya melepaskan masa lalu, tapi aku janji itu nggak akan memengaruhi apa yang aku rasakan ke kamu.”
Yana mengangguk, meskipun hatinya masih penuh keraguan. Ia tahu Nabil jujur, tapi luka dari cerita tentang Raya sudah terlanjur membekas. Ia hanya berharap Nabil benar-benar bisa membuktikan kata-katanya.
---
Malam itu, Yana memutuskan untuk membuka pesan lama dari Nabil. Ia membaca ulang semua kata-kata manis yang pernah Nabil kirimkan, mencari keyakinan di antara keraguan yang ia rasakan. Ketika ia hampir menyerah pada kebingungannya, sebuah pesan dari Nabil masuk.
“Yan, aku nggak akan pernah bandingin kamu sama siapa pun. Kamu adalah orang yang bikin aku senyum setiap hari sekarang. Aku cuma butuh kamu percaya sama aku.”
Air mata Yana jatuh. Ia tahu Nabil tulus, tapi perasaannya tetap tidak bisa sepenuhnya tenang. Hatinya berperang antara bertahan atau melepaskan.
