Setelah patah hati, untuk pertama kalinya Rilly mendatangi sebuah club malam. Siapa sangka di sana adalah awal mula hidupnya jadi berubah total.
Rilly adalah seorang nona muda di keluarga Aditama, namun dia ditawan oleh seorang Mafia hanya karena salah paham, hanya karena Rilly menerima sebuah syal berwarna merah pemberian wanita asing di club malam tersebut.
"Ternyata kamu sudah sadar Cathlen," ucap seorang pria asing dengan bibir tersenyum miring.
"Siapa Cathlen? aku Rilly! Rilly Aditama!!" bantah gadis itu dengan suara yang tinggi, namun tubuhnya gemetar melihat semua tatto di tubuh pria tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TSM Bab 12 - Percobaan Pertama
Rilly akhirnya bangun lagi, dia duduk di tepi ranjang dan coba mengkondisikan sendiri hatinya yang telah hancur.
Tapi malam yang sepi ini membuatnya kehilangan kendali, tanpa dia minta semua kenangan itu datang bertubi-tubi. Menyerangnya tanpa henti.
Louis begitu jahat, bagaimana bisa pria itu memberinya kenangan begitu indah disaat telah memiliki anak dan istri.
3 tahun bukanlah waktu yang sebentar, banyak sekali hal yang telah mereka lalui bersama.
Louis yang selalu memperlakukannya dengan lembut, memeluknya dengan hangat. Disaat mereka berdua harus jadi pengasuh salah satu keponakan Rilly, Gerald.
Rilly menunduk, dia tak sanggup menahan lagi dan tangis itu tak bisa dia cegah. Setelah semua yang terjadi nyatanya hatinya tak bisa bohong, dia memang sangat mencintai pria itu.
Sangat.
"Kamu jahat Mas, jahat, sangat jahat," rintih Rilly.
"Ini terakhir kalinya aku menangisi kamu, jangan berharap mendapatkan air mataku lagi," ucapnya dengan menahan sesak di dadaa. Sesak yang begitu luar biasa.
Dengan bangganya Rilly katakan pada sang mama bahwa setelah kepergiannya ke negara X dia akan segera menikah.
Tapi nyatanya itu hanya bualan.
Huh huh! Rilly mengatur nafasnya, hati dan pikirannya sungguh tak seirama. Disaat dia terus berpikir untuk waras, namun hatinya terus saja mengenang.
Sampai akhirnya di satu titik, Rilly akan nikmati saja rasa sakit hati ini. Rasa dikhianati, rasa tak bisa memiliki.
Malam itu, dengan memaksakan dirinya sendiri, Rilly kembali berbaring dan memejamkan mata. Hidup harus tetap berjalan meski hatinya remuk redam.
Pagi datang.
Pagi itu Rilly membuka tirai kamarnya lebar-lebar.
"Kata Liam ini adalah rumah ku juga, jadi ayo kita buat nyaman Rilly," ucap gadis itu. Selalu saja bicara pada dirinya sendiri.
Karena tak ada orang lain yang kini ada di sampingnya, dia hanya sendirian. Berjuang meski dalam keterpurukan.
Rilly yakin jika dia coba menikmati semuanya, maka hawa suram ini tidak akan sampai pada sang ibu. Dia masih sangat berharap keluarganya berpikir bahwa dia baik-baik saja. Cukup lah Rilly mengadukan semuanya kepada Tuhan, dimana jalan terbaiknya berada.
Jam 7 pagi, Rilly keluar dari dalam kamarnya. Menyapa beberapa orang yang dia temui dengan riang.
Dalam semalam gadis itu berubah 180 derajat. Kemarin semua orang bahkan mampu mendengar saat gadis itu mendobrak pintu kamarnya sendiri ingin kabur, tapi sekarang gadis itu berjalan seolah telah jadi nona muda di mansion ini.
Dan satu hal yang membuat semua orang makin tercengang.
Kecantikan Cathlen sungguh jadi warna tersendiri di dalam markas tersebut.
Saat itu Rilly menuju dapur, dia harus makan. Tiba di sana ternyata telah banyak orang pula. Ada yang duduk, ada yang masih berdiri di depan kompor.
Ternyata benar, semua orang memasak untuk dirinya sendiri.
Astaghfirullahaladzim, aku harus masak apa? Aa telur goreng saja, kalau itu aku yakin bisa. Batin Rilly.
Dia juga tidak melihat Liam di sana, jadi Rilly bisa bernafas lega. Karena jujur, Liam adalah yang paling dia takuti.
Sementara dengan yang lain, Rilly yakin jika dia baik, semuanya pun akan baik.
"Di mana aku masak? apa boleh disini?" tanya Rilly pada seseorang yang ada di meja dapur, dia menunjuk kompor yang menganggur.
"Tentu saja, masak lah," jawab pria itu, lalu pergi dan membiarkan Cathlen sendirian di sana.
Tanpa banyak berpikir, Rilly langsung bergerak mengambil 1 butir telur di lemari pendingin. Mengambil kuali, menghidupkan kompor, menambahkan minyak cukup banyak.
Seperti seorang ahli, Rilly bahkan memecah telur itu dengan mudah. Dia tersenyum, merasa berhasil di percobaan pertamanya masak.
"Ini harus ditutup," gumam gadis itu dengan yakin.