5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________
"Celine, kau baik-baik saja?"
"Dia hilang ingatan!"
"Kasian, dia sangat depresi."
"Dia sering berhalusinasi."
__________________
Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.
Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?
Aku harus menguak misteri ini!
___________________
Genre : Horror/Misteri, Romance
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyelidikan (04)
Langit sore memerah saat Celine berjalan di sepanjang jalan sunyi yang menuju sebuah gudang tua yang telah lama tak digunakan. Udara terasa lembap, dan hanya suara langkahnya yang bergaung di sekitar. Dua pemuda berandalan melangkah beberapa meter di depannya, sesekali menoleh untuk memastikan Celine masih mengikuti mereka.
Setelah sampai di depan gudang, Celine mengamati bangunan tua itu dengan ragu. Dindingnya penuh dengan coretan grafiti, dan sebagian atapnya tampak rapuh. Ia melipat tangan di depan dada, menatap kedua pemuda itu dengan tatapan tajam.
"Aku tidak yakin, apa ini tempatnya?" tanya Celine, suaranya datar namun penuh kecurigaan.
Salah satu dari mereka, seorang pemuda jangkung dengan jaket robek, tersenyum kecil. "Kalau nggak percaya, kenapa kamu ke sini dan mengikuti kami?"
"Aku perlu bukti," jawab Celine singkat. "Panggil salah satu dari mereka yang ada di dalam, untuk meyakinkan ku!" serunya.
"Hm ... okey!"
Pemuda itu mengangkat bahu, lalu melangkah masuk ke dalam gudang. Rekannya yang berperawakan lebih kecil tetap tinggal bersama Celine, bersembunyi di balik gedung sebelah, mengawasi sekitar.
Tak lama kemudian, pintu gudang terdengar berderit dan terbuka. Pemuda jangkung itu keluar, diikuti seorang pria yang sedikit kekar dengan tato naga di lengan kiri nya—sosok yang tak asing bagi Celine dari deskripsi yang ia ingat dari memori yang Briyon berikan. Walaupun saat itu mereka menutup wajah mereka dengan masker, tapi Celine masih ingat betul salah satu dari mereka memiliki tato naga di lengan kiri nya.
Namun, suasana berubah menegang. Ketika pria bertato itu menatap pemuda jangkung dengan tatapan curiga. "Kamu pikir aku punya waktu buat main-main?" bentaknya.
"Bukan begitu kak! Ada orang yang mau ketemu kalian!" jawab pemuda itu gugup, melirik ke arah Celine yang masih bersembunyi.
Sayangnya, jawaban itu tak memuaskan si pria bertato. Dengan satu gerakan cepat, ia menghantamkan tinjunya ke wajah pemuda jangkung itu, membuatnya terhuyung dan jatuh.
BUG!
Bruuuk!
Celine menggertakkan giginya, menahan diri agar tidak keluar dari persembunyian. Namun, di balik ketegangan itu, rasa percaya mulai tumbuh. Mereka berdua ternyata tidak berbohong, lokasi ini memang benar markas para Gangster itu.
Celine mengeluarkan uang 5000 lira dari kantongnya, dan menyerahkannya pada pemuda yang masih setia di sebelahnya. "Ini sesuai perjanjian. Aku tidak akan berlama-lama di sini."
Setelah memastikan wajah pria bertato itu terekam dalam ingatannya, Celine memutuskan untuk pergi. Dia tidak mau mengambil risiko lebih besar.
...****************...
Di apartemen Celine, pukul 18:30
Terlihat Celine berjalan dari dalam lift menuju pintu apartemen nya, langkahnya terhenti saat melihat sosok Devid berdiri di depan pintu apartemennya. Wajah pria itu penuh kekhawatiran, dan penuh tanda tanya.
"Celine ..." Devid memanggil namanya pelan, lalu tanpa peringatan, ia meraih tubuh Celine dalam pelukannya.
Celine terkejut, namun tidak melawan. "Apa yang kamu lakukan?"
"Aku khawatir," jawab Devid sambil melepas pelukannya dan memegang kening Celine. "Kamu bilang kamu demam, tapi aku tidak merasakan panas di kening mu. Lalu, kenapa kamu ke rumah sakit tanpa memberitahu ku? Padahal aku bisa mengantar mu."
Celine menghindari tatapan Devid. "Aku tidak mau merepotkan mu."
Devid mendesah. "Tapi aku kekasihmu. Bukankah seharusnya kamu—”
Pembicaraan Devid terputus saat Sovia, sahabat Celine, muncul tiba-tiba. Dengan tatapan tajam, Sovia melirik Devid, seolah membaca sesuatu yang tidak ia suka dari pria itu.
"Apa yang dia lakukan di sini?" tanya Sovia dingin.
"Bukan urusanmu," balas Devid dengan nada menusuk.
Celine mencoba meredakan ketegangan, tapi Devid terus mendesak. "Mau apa dia kemari?"
"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengan nya," jawab Celine.
"Apa yang akan kalian ingin bicarakan? Aku punya hak untuk tau!" ucap Devid.
Namun, Sovia, yang mulai kehilangan kesabaran, nampak menarik tangan Celine. "Kita bicara di luar saja, Celine. Tidak perlu melibatkan dia!"
Devid melangkah maju, mencoba mencegah mereka untuk pergi. "Aku ini kekasih nya! Aku prioritas utama Celine!"
"Oh ya? Coba kau ulangi lagi Devid perkataan mu! Kau seharusnya malu berbicara seperti itu!" bentak Sovia yang terlihat jelas bahwa ia tidak menyukai Devid.
"Apa?"
"Devid!"
Celine mendadak menghentikan langkahnya, seraya mengulurkan tangannya di depan dada Devid, seperti mencegah pria itu melangkah lebih dekat pada Sovia. Tatapannya berubah dingin saat ia berkata, "Devid, kamu bukan kekasihku."
Ucapan itu membuat Devid terdiam. "Apa maksudmu? Aku ini kekasih mu, Celine!"
Celine menghela napas panjang. "Devid, sebenarnya ingatan ku perlahan telah kembali. Dan dari apa yang aku ingat, kamu bukanlah kekasih ku."
"Apa?" Devid tampak gemetar. "Apa yang kamu ingat, selain itu? Ceritakan!" desaknya.
"Maaf Devid, aku harus pergi!"
Namun, Celine mengabaikan Devid dan tak ingin melanjutkan percakapan itu. Ia menarik Sovia pergi, meninggalkan Devid yang masih terdiam di ambang pintu.
"Ini tidak mungkin, kenapa ... kenapa begitu cepat ingatan Celine kembali?"
"Aku tidak bisa, Celine harus tetap hilang ingatan, aku tidak ingin dia mengingat orang itu!"
Devid nampak frustasi, tatapan nya penuh kegelisahan, giginya menggertak, seakan-akan hal yang selama ini ia tutup-tutupi akan segera terbongkar.
"Briyon ... jangan sampai Celine ingat orang itu! Jika sampai ia ingat, semua rencana ku selama ini bisa gagal, dan niat ku menikahi Celine pun akan hilang."
Devid memandangi ponselnya dengan wajah suram. Kemudian, ia teringat Jems dan segera menghubungi ajudan nya itu.
Pip! Pip!
Tuuuuuut!
Klak!
"Halo Jems, aku butuh bantuanmu," katanya dengan nada rendah.
"Ada apa tuan?"
"Aku ingin kau culik Sovia! Dia harus dijauhkan dari Celine, apa pun caranya."
"Baik tuan Devid, saya akan melakukan apa yang tuan Devid perintahkan."
"Terima kasih Jems, jangan kecewakan aku!"
Pip!
Devid mematikan panggilan telpon nya, rasa takut merayapi hatinya. Devid tidak ingin Celine mengingat semuanya, terutama tentang Briyon. Jika itu terjadi, dia tahu Celine tidak akan pernah kembali padanya.
...****************...
Di sebuah Cafe yang tidak jauh dari apartemen Celine.
Hujan rintik-rintik membasahi kaca jendela Cafe, menciptakan irama yang menenangkan di tengah suasana malam. Di salah satu sudut, Celine dan Sovia duduk berhadapan, dikelilingi oleh kehangatan lampu temaram. Namun, suasana hati mereka jauh dari kata tenang.
Sovia menghela napas panjang, meletakkan cangkir kopinya ke meja. "Celine, aku tidak menyukai Devid. Dia benar-benar mencurigakan."
Celine menatap Sovia, mencoba membaca ekspresi serius sahabatnya.
"Banyak kebohongan yang dia buat padamu," lanjut Sovia. "Terutama soal dia mengaku sebagai kekasihmu. Itu sama sekali tidak benar!"
Celine mengangguk pelan, mengambil jeda sejenak sebelum menjawab. "Aku tahu, Sovia. Aku sudah menyadarinya sejak ingatanku mulai kembali."
Mata Sovia membulat. "Kalau begitu, kenapa kamu masih bersama nya?"
Celine menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap keluar jendela seolah mencari kekuatan untuk berbicara. "Aku harus tetap berada di sisinya, dia memegang banyak rahasia tentang apa yang terjadi pada tanggal 14 November. Aku perlu informasi itu!"
Sovia terdiam, tak ingin memotong penjelasan Celine.
"Aku tahu risikonya," tambah Celine. "Tapi ini satu-satunya cara untuk mendapatkan jawaban nya."
Sovia meremas tangannya sendiri, mencoba menenangkan rasa khawatirnya. "Begitu ya, baiklah jika itu keputusan mu Celine, aku tidak bisa melarang mu lebih jauh."
Celine tersenyum tipis, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan seraya mengalihkan pembicaraan mereka. "Oh ya Sovia, aku sudah menemui nenek Ema di desa Zwaar."
Sovia terkejut. "Nenek Ema? Apa yang ia katakan pada mu?"
Celine mengangguk. "Dia mengenal hantu yang selama ini mengganggu ku."
"Hantu?"
"Ya, nenek Ema bilang hantu itu pernah datang pada nya, dan itu sudah lama sekali kira-kira 3 tahun yang lalu, tepat dengan apa yang kamu ceritakan pada ku, Sovia," ucapnya seraya menunjukkan buku perjanjian sakral dengan bangsa Iblis yang Sovia berikan pada nya.
Sovia terdiam, dengan perasaan cemas. Namun, ia masih diam menyimak apa yang Celine ceritakan.
"Lalu, nenek Ema juga memberi ku kalung jimat ini-" Celine menunjukkan kalung jimat berwarna hitam yang saat ini ia kenakan di lehernya. "Nenek Ema bilang hantu itu ada kaitannya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku, jika aku ingin mencari informasi tentang pria bermantel coklat itu, aku harus mengenakan kalung ini dan menanyakan nya secara langsung pada hantu itu," lanjutnya.
Sovia menatap nya tak percaya. "Kalung itu?"
"Ada apa Sovia?"
"Ah tidak apa-apa, lalu apakah kau sudah bertemu dengan hantu itu?"
Celine mengangguk. "Ya, aku sudah bertemu dengan hantu itu."
"Sungguh?" Sovia menyandarkan tubuhnya, mengatur napasnya. "Apa yang terjadi setelah itu, Celine?"
"Hantu itu-" Celine menghentikan ucapan nya sejenak, memastikan suaranya tidak bergetar. "Dia menunjukkan banyak hal padaku."
Sovia mengerutkan kening nya. "Banyak hal? Seperti apa?"
"Album foto, dan beberapa benda lain nya yang ada di dalam ruang rahasia di dalam laci ku."
Sovia terkejut mendengar nya. "Ruang rahasia di dalam laci? Tunggu, siapa sebenarnya hantu itu, Celine?"
Celine menatap Sovia dengan ekspresi serius, dan hal itu membuat Sovia terdiam. "Hantu itu-"
"... "
"Dia adalah Briyon."
"Apa? Kakak ku?"
...Bersambung ......