NovelToon NovelToon
CINTA Di Ujung PISAU

CINTA Di Ujung PISAU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nona Rmaa

Elina Widiastuti, dengan rambut sehitam malam yang terurai lembut membingkai wajahnya yang cantik jelita, bukanlah putri seorang bangsawan. Ia hidup sederhana di sebuah rumah kecil yang catnya mulai terkelupas, bersama adik perempuannya, Sophia, yang masih belia, dan kedua orang tuanya. Kehidupan mereka, yang tadinya dipenuhi tawa riang, kini diselimuti bayang-bayang ketakutan. Ketakutan yang berasal dari sosok lelaki yang menyebut dirinya ayah, namun perilakunya jauh dari kata seorang ayah.

Elina pun terjebak di pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta, ia pun mendapatkan perlakuan kasar dari orang orang terdekatnya.

bagaimana kelanjutannya?

silahkan membaca dan semoga suka dengan ceritanya.

mohon dukung aku dan beri suportnya karena ini novel pertama aku.
jangan lupa like, komen dan favorit yah 😊
kunjungan kalian sangat berarti buat aku. see you

selamat membaca


see you 😍

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Rmaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 31

Mentari pagi menyinari rumah besar itu, namun cahaya itu tak mampu menembus dinginnya suasana di dalam. Ini hari kedua Elina tinggal di rumah suaminya Udara masih terasa asing dan berat, dipenuhi ketegangan yang tak terucap.

Axel, dengan sikap dinginnya yang khas, hanya memberikan tatapan sekilas saat Elina turun untuk sarapan. Elizabeth, bahkan tak sudi meliriknya. Namun, Elina bertekad hari ini dan seterusnya ia akan melakukan yang terbaik.

Elina melangkah menuju dapur, langkahnya masih sedikit ragu, namun tekadnya teguh. Aroma wangi masakan yang menyengat hidung tak mampu mengusir kegugupan yang masih menyelimuti hatinya. Ia melihat bi Tuti, tengah sibuk menyiapkan sarapan. Elina mendekat, bukan dengan harapan akan diterima, melainkan dengan tekad untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang istri.

"Pagi bi" sapa Elina, suaranya terdengar sedikit gemetar, namun ia berusaha agar terdengar ramah.

Bi Tuti tersenyum ramah kemudian mengangguk singkat Elina pun membalasnya dengan senyum hangat. Ia mengambil beberapa buah dari keranjang, tangannya sedikit gemetar saat mengupas pisang dan apel. Ini bukan hanya tentang menyiapkan sarapan, ini adalah simbol dari komitmennya untuk menjalankan perannya sebagai istri, meskipun lingkungan saat ini terasa begitu memusuhi.

Ia berusaha untuk fokus pada tugasnya, mengabaikan tatapan acuh tak acuh dari Axel yang sesekali meliriknya. Ia mengabaikan juga keheningan dingin yang dipancarkan Elizabeth dari meja makan. Elina bertekad untuk tidak terpengaruh oleh sikap mereka. Ia akan membuktikan bahwa ia mampu menjalankan tugasnya dengan baik, meskipun tak ada ucapan terima kasih, meskipun tak ada senyum, meskipun tak ada penerimaan.

Hari ini, dan setiap hari berikutnya, ia akan berusaha menjadi istri terbaik yang bisa ia jadikan, terlepas dari bagaimana perlakuan mereka padanya. Ini adalah janjinya pada dirinya sendiri.

Sarapan telah usai, meninggalkan keheningan yang mencekam di ruang makan. Elina membereskan sisa-sisa makanan, meskipun tangannya masih sedikit gemetar. Tiba-tiba, suara Elizabeth memecah kesunyian. Suaranya halus, lembut namun setiap kata yang keluar menusuk hati Elina bagai sebilah pedang.

"Elina" panggil Elizabeth, suaranya terdengar tenang, namun di balik ketenangan itu tersimpan es yang dingin.

"kamu sangat cocok dengan pekerjaan itu. Mungkin kamu bisa membantu bi Tuti dengan pekerjaan rumah tangga. bi Tuti sudah tua, dan pekerjaannya semakin berat."

Permintaan itu, yang dikemas dengan nada halus, terasa seperti sebuah penghinaan. Elina bukanlah pembantu, melainkan istri dari anaknya. Namun, ia tahu, membantah Elizabeth hanya akan memperburuk keadaan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang bergolak.

"Baik, nyonya" jawab Elina dengan patuh.berusaha agar tak terlihat sedih.

Elizabeth mengangguk kecil, senyum tipis tercetak di bibirnya, senyum yang tak mampu menyembunyikan rasa percaya diri yang tinggi. Elina kembali ke dapur, membantu bi Tuti dengan pekerjaan rumah tangga. Ia mencuci piring, membersihkan meja, menyapu lantai, melakukan semua pekerjaan dengan tekun dan hati-hati. Tangannya terasa pegal, punggungnya terasa sakit, namun ia tetap bertahan.

Ini bukan hanya tentang membantu bi Tuti,ini adalah pertarungannya melawan sikap dingin dan perlakuan tidak adil dari Elizabeth. Ia akan tetap bertahan, menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin, meskipun setiap langkah terasa berat, meskipun setiap hari terasa seperti ujian. Ia akan membuktikan, bukan dengan kata-kata, melainkan dengan tindakan.

Elina menatap punggung Axel yang berlalu di hadapannya tanpa ingin mau menyapa. senyum Elina memudar ketika Axel sedikitpun tak meliriknya.

Elina menghembuskan napas pelan, melihat wajah Axel yang datar ia mengurungkan niatnya bahkan hanya menatap wajahnya saja dia tak mempunyai nyali.

Elina tak tau apa yang harus diperbuat selanjutnya, dirumah itu sungguh terasa asing. hanya para pelayan mondar mandir dengan tugas masing masing. ia berjalan menyusuri lorong panjang dirumah bak istana itu, hingga langkah kaki nya membawanya ke sebuah taman belakang yang sangat indah, mata Elina membulat merasa kagum.

Embun pagi masih membasahi kelopak mawar Taman Mawar, kilauannya seperti permata di bawah sinar fajar yang lembut. Udara sejuk membelai kulit Elina, namun kedamaian pagi itu terasa hampa. Pernikahannya dengan Axel,ikatan rahasia yang hanya mereka berdua ketahui adalah beban berat. Ia tak mencintai Axel, dan ia tahu, Axel pun tak mencintainya. Pernikahan ini hanyalah perjanjian, kesepakatan rahasia yang tersembunyi dari semua orang. Hanya mereka berdua yang tahu kebenarannya. Kehadiran Clara bagai bayang-bayang, pertanda badai yang akan datang. Kali ini, ancamannya terasa lebih nyata.

Dari kejauhan, Elina melihat Clara berdiri di dekat air mancur. Jantungnya berdebar kencang. Clara, dengan gaun elegannya yang mencolok, tampak sengaja mencari perhatian. Elina tahu, Clara akan kembali mencoba menghancurkan pernikahan mereka.pernikahan yang bagi orang lain tampak sempurna, namun bagi Elina dan Axel hanyalah sandiwara.

Elina mendekat dengan hati yang berdebar. Clara menoleh, senyumnya manis namun menyimpan ancaman.

"Elina" sapa Clara, suaranya lembut namun dingin.

"Pagi yang indah bukan? Sayang sekali, keindahannya akan segera berakhir"

Elina merasakan bulu kuduknya merinding

"Ada apa nona Clara?" tanyanya, suaranya datar namun gemetar.

Clara mendekat, tatapannya tajam.

"Aku ingin bicara" katanya

"Tentang Axel... tentang hubungan kalian... yang tidak akan bertahan lama."

Elina mengerutkan kening. Ia tahu, di balik kata-kata manis Clara tersimpan rencana jahat. Clara telah berhasil menanamkan benih kebencian ke Elizabeth terhadap dirinya. Pernikahannya dengan Axel,yang tampak sempurna di mata orang lain,menjadi sasaran empuk bagi Clara.

Clara mulai berbicara, suaranya pelan namun penuh tekanan.

"Axel bosan. Dia lelah dengan pernikahan ini. Dia menginginkan kebahagiaan yang sebenarnya bersamaku" Clara berhenti sejenak, menatap Elina dengan tatapan tajam.ia sengaja membohongi Elina, agar membuat dirinya lebih unggul dari lawan di hadapannya itu.

"Jadi, aku sarankan kau pergi. Tinggalkan Axel. Sebelum aku sendiri yang membuatmu pergi."

Ancaman itu menusuk hati Elina. Ini bukan lagi sekadar manipulasi. Ini adalah ancaman nyata. Clara tidak main-main.

Elina terdiam, menahan amarah dan ketakutan yang bercampur aduk.

"Aku tidak akan pergi" kata Elina. suaranya tegas, namun sedikit gemetar.

"Aku akan memperjuangkan pernikahanku."

Clara tertawa sinis.

"Pernikahan yang dibangun di atas kebohongan? Kau pikir kau bisa menang? Aku akan memastikan kau menyesal telah berdiri di jalanku" Clara mendekat, suaranya berbisik di telinga Elina.

"Pergilah, Elina. Sebelum aku membuatmu menyesal seumur hidupmu"

Elina terpaku, merasa sangat terancam. Ancaman Clara begitu nyata dan mengerikan. Ia harus berhati-hati. Ia harus melindungi dirinya sendiri. namun kini, ia harus menghadapi ancaman yang jauh lebih berbahaya.

Kemudian Clara menarik paksa tangan Elina, membawanya ke arah kolam. ia mempunyai niat terselubung.

"nona Clara, lepaskan" Elina memberontak, namun tangan Clara lebih kuat darinya.

"diam" hardik Clara. pelan tapi pasti tangan nya terangkat dan Mai mendorong Elina ke kolam renang.

Tapi tiba tiba suara Elizabeth terdengar diantara mereka.

.

.

.

Lanjut yah

Semoga suka dengan ceritanya.

Like komen dan favorit

See you ☺

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!