"Dengerin saya baik-baik, Ellaine! Kamu harus jauhin Antari. Dia bakal kuliah di luar negeri dan dia bakal ngikutin rencana yang saya buat. Kamu nggak boleh ngerusak itu. Ngerti?"
Gue berusaha ngontrol napas gue. "Nyonya, apa yang Ella rasain buat dia itu nyata. Ella—"
"Cukup!" Dia angkat tangannya buat nyuruh gue diam. "Kalau kamu beneran sayang sama dia, kamu pasti pengen yang terbaik buat dia, kan?"
Gue ngangguk pelan.
"Bagus. Karena kamu bukan yang terbaik buat dia, Ellaine, kamu tahu itu. Anak dari mantan pelacur, pecandu narkoba nggak pantas buat cowok kayak Antari."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chandelier
Insomnia ini klub yang berkelas banget, dekorasinya mewah, perabotannya modern, dan barnya gede banget.
Meskipun rame, masih ada cukup ruang buat gerak tanpa harus gesek-gesekan sama orang lain. Gokil sih, soalnya tiap kali gue ke klub lain, ujung-ujungnya selalu kegencet di tengah kerumunan.
Irvy teriak di kuping gue,
“Gila, ini keren banget! Ini kan klub paling eksklusif di kota! Gue gak nyangka kita bisa masuk!”
Kegembiraannya menular, jadi gue senyum balik sambil jalan ke Bar. Pas Irvy kasih tiket masuk ke bartender, dia langsung pesen dua minuman buat kita.
Oke, Ellaine, santai...
Dia gak ada di sini.
Antari sudah punya tempat ini sejak lama. Kado waktu dia ulang tahun ke-21. Katanya, dia nyerahin pengelolaannya ke orang kepercayaan, soalnya dia harus nyelesain kuliah dan lanjut kerja di perusahaan.
Itu yang Asta bilang ke gue. Jadi gue yakin banget Antari gak bakal muncul di sini.
Pas minuman kita datang, Irvy ngajak gue tos sebelum nyicip. Rasanya fruity, alkoholnya kuat tapi masih bisa ditolerir.
“Ini apaan?”
“Namanya Orgasmo.”
“Lo becanda, kan?”
“Nggak.” Irvy ketawa, tapi terus tiba-tiba matanya fokus ke sesuatu di belakang gue. “Oh, Tuhan.”
Sial, jangan bilang itu Antari.
“Itu dia!”
Gue langsung muter badan buat lihat siapa yang dimaksud Irvy. Seorang cowok tinggi, pirang, mukanya baby face, matanya hijau. Cakep, tapi bukan tipe gue. Sama sekali bukan tipe gue.
Si pirang jalan beberapa langkah, dan di belakangnya ada satu cowok lagi. Oh, dia bahkan lebih tinggi. Rambutnya hitam, matanya juga hitam, tampangnya sangar banget, bisa bikin siapa pun minder. Mukanya tegas dan jantan, plus rambutnya berantakan dengan cara yang... seksi.
Nah, dia ini baru tipe gue.
“Irvy.” Gue harus pastiin, “yang lo suka yang mana?”
Tolonglah, bilang si pirang... bilang si pirang...
Irvy gigit bibir, “Si pirang. Dia yang kasih gue tiket masuk.”
Gue hembuskan napas lega.
Si pirang sepertinya ngenalin Irvy dan langsung nyamperin kita, melambai santai. Irvy mengenalkan kita,
“Ellaine, ini Sion. Sion, ini Ellaine.”
Gue jabat tangannya.
“Senang kenalan sama lo.”
Irvy dan Sion langsung asik ngobrol. Sementara itu, mata gue masih ngikutin cowok rambut hitam tadi yang jalan ngelewatin kita tanpa sedikit pun nyadar gue ada di sana.
Ya sudah sih, memang gue ngarep apa?
Dia seperti model. Dengan tampang gue sekarang, gak heran dia gak ngeh.
Dari obrolan Irvy sama Sion, gue jadi tahu kalau dia ini yang dipercaya Antari buat ngejalanin klub. Dia yang bawa kita ke area VIP di lantai atas. Lebih privat, musiknya masih kedengeran tapi gak perlu teriak buat ngobrol. Minuman pun dianterin langsung ke meja.
Sion jelas lagi berusaha ngedeketin Gin, dan dari pipi merah merona temen gue, sepertinya usahanya sukses besar.
Dengan alasan mau ke toilet, gue bangkit buat kasih mereka privasi. Sambil jalan ngelewatin meja-meja VIP, gue sampai di depan sebuah pintu yang cuma ketutupan tirai.
Apaan nih?
Karena penasaran, gue masuk. Begitu lewat beberapa bilik, gue baru sadar kalau ini tempat orang-orang pada... entah ngapain dalam cahaya lilin.
Sumpah, gue yakin barusan denger suara desahan. Langsung aja gue balik badan buat keluar dari sini, tapi pas gue puter balik.
Dia ada di sana.
Si Mata Hitam. "Tersesat?"
Dari dekat, dia lebih cakep lagi.
"Nggak."
Dia dengan santainya memperhatikan gue dari atas sampai bawah, terang-terangan banget sebelum akhirnya matanya berhenti di wajah gue.
"Lo punya bakat."
Gue mengerutkan alis. "Hah?"
"Gimana caranya lo bisa kelihatan secantik ini dengan pakaian sesimpel itu?"
Apaan sih?!
Itu pujian atau bukan?!
"Uh... Makasih?"
Dia ketawa dikit. "Sorry, gue nggak maksud ngerendahin outfit lo, cuma... lo beneran cantik."
Lo lebih dari sekadar cakep, anjir.
Lo tuh tipe yang bikin orang kehilangan akal sehat.
Ini alasan kenapa gue males minum banyak. Alkohol tuh seperti tombol "buka semua pikiran cabul" di otak gue. Padahal baru tiga gelas.
Mata Hitam senyum miring, senyum yang pasti sudah menjatuhkan banyak cewek sebelum gue. Dan ya... senyumnya memang seksi.
"Mau gue traktir minum?"
Sial, kenapa sekarang malah kepikiran Antari?!
Gue nggak peduli sama dia, dia juga jelas nggak peduli sama gue. Dia punya pacar, pasti lagi asik sama ceweknya sekarang.
Terus kenapa gue harus peduli?
Dia sendiri yang bilang hubungan kita cuma hubungan antara bos dan pembantu. Kata-katanya, bukan kata-kata gue.
"Boleh," jawab gue, milih buat ngikutin si Mata Hitam keluar dari ruangan penuh orang yang lagi sibuk dengan urusannya masing-masing.
akhirnya jadi tau asal luka di tangan antari dan memar di wajah asta
penasaran dgn part yg antari mukulin asta 🤔