NovelToon NovelToon
Satria Lapangan

Satria Lapangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: renl

Sinopsis Satria Lapangan
Pahlawan Lapangan adalah kisah tentang perjalanan Bagas, seorang remaja yang penuh semangat dan berbakat dalam basket, menuju mimpi besar untuk membawa timnya dari SMA Pelita Bangsa ke Proliga tingkat SMA. Dengan dukungan teman-temannya yang setia, termasuk April, Rendi, dan Cila, Bagas harus menghadapi persaingan sengit, baik dari dalam tim maupun dari tim-tim lawan yang tak kalah hebat. Selain menghadapi tekanan dari kompetisi yang semakin ketat, Bagas juga mulai menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Stela, seorang siswi cerdas yang mendukungnya secara emosional.

Namun, perjuangan Bagas tidak mudah. Ketika berbagai konflik muncul di lapangan, ego antar pemain seringkali mengancam keharmonisan tim. Bagas harus berjuang untuk mengatasi ketidakpastian dalam dirinya, mengelola perasaan cemas, dan menemukan kembali semangat juangnya, sembari menjaga kesetiaan dan persahabatan di antara para anggota tim. Dengan persiapan yang matang dan strategi yang tajam,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 20

persiapan

Seperti biasa, setelah pulang dari sekolah, tim basket SMA Pelita Bangsa melanjutkan latihan untuk mempersiapkan pertandingan uji coba yang akan datang. Latihan hari itu difokuskan pada penguatan teknik dan strategi, baik saat menyerang maupun bertahan. Semua pemain, termasuk Bagas, menguji kekuatan dan kelemahan mereka, menerapkan apa yang telah dipelajari dari latihan sebelumnya. Pelatih memberikan instruksi dengan jelas dan tegas, memotivasi tim agar lebih fokus dan bekerja sama.

Waktu terus berjalan, dan tak terasa, sore mulai menjelang. Ketika suara azan magrib mulai terdengar, pelatih akhirnya memutuskan untuk menghentikan latihan. "Semua selesai, kalian sudah cukup untuk hari ini. Siapkan diri kalian untuk pertandingan uji coba besok," ujar pelatih sambil memberikan arahan terakhir kepada tim. Setelah itu, satu per satu pemain mulai berkemas dan membubarkan diri.

Bagas dan April pun keluar dari ruang ganti bersama, berjalan berdampingan sambil bercanda dan sesekali membahas pertandingan besok. April tampak cukup serius meskipun ada senyum di wajahnya, sedangkan Bagas menikmati momen santai setelah latihan yang melelahkan.

"Besok tim lawan, SMA Setia Bangsa, pasti kuat ya. Kita harus benar-benar siap," kata April, sambil melirik Bagas.

"Iya, kita harus lebih fokus, apalagi aku nggak mau jadi pelapis lagi. Nggak mau jadi cadangan, April," jawab Bagas, sedikit mengeluh meski suaranya tetap terdengar penuh semangat.

April tertawa ringan. "Santai aja, Gas. Lo bisa kok. Pelatih udah lihat kemampuan lo. Yang penting, nggak ada yang bisa ngeremehin tim kita."

Mereka melangkah keluar dari halaman sekolah, menuju parkiran yang sudah mulai sepi. Di sana, terlihat motor sport hijau milik Bagas terparkir dengan rapi. Bagas memegang kunci motornya, siap untuk pergi. April menatap motor itu sejenak sebelum melangkah mendekat.

"Lo bawa motor hari ini?" tanya April sambil melirik motor sport yang tampak garang.

"Iya, biar lebih cepat sampai rumah," jawab Bagas dengan santai. "Ayo, gue anterin lo pulang."

April mengangguk dan mereka pun berjalan menuju motor. Setelah mengenakan helm dan memastikan semuanya siap, Bagas dan April melaju meninggalkan SMA Pelita Bangsa, menikmati perjalanan sore itu. Meskipun kelelahan setelah latihan, keduanya menikmati momen kebersamaan dan suasana santai setelah hari yang penuh tekanan di lapangan.

Mereka tahu bahwa besok akan menjadi tantangan baru. Pertandingan uji coba melawan SMA Setia Bangsa bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Tetapi, Bagas merasa lebih siap dan semakin termotivasi untuk menunjukkan kemampuannya. Besok akan menjadi kesempatan besar baginya untuk membuktikan bahwa dia layak berada di tim utama, bukan hanya sekadar pemain cadangan.

Bagas dan April mengendarai motor sport hijau dengan santai, menikmati perjalanan menuju rumah masing-masing setelah latihan yang melelahkan. Suasana sore itu cukup tenang, angin sejuk menyapu wajah mereka, dan mereka mencoba merelaksasi tubuh yang masih lelah. Dalam beberapa detik, pikiran mereka melayang ke pertandingan yang akan datang. Kejuaraan yang akan mereka jalani memang berat, namun mereka tahu itu adalah tantangan yang harus dilalui untuk mencapai impian.

Namun, ketenangan itu tiba-tiba pecah saat dua motor sport muncul dari kiri dan kanan mereka. Tanpa peringatan, pengendara motor tersebut mulai mengayunkan balok kayu besar ke arah Bagas dan April. Suasana berubah menjadi tegang dalam sekejap.

"Pril, hati-hati!" teriak Bagas, melihat balok kayu yang semakin mendekat.

Instinct Bagas langsung bekerja. Dengan cepat, ia menendang motor yang berada di sebelah kiri, membuat pengendara motor itu kehilangan keseimbangan dan nyungsep ke selokan. Motor tersebut jatuh dengan keras, sementara pengendara itu terpelanting beberapa meter dari tempat kejadian.

Bagas, yang sudah dalam posisi siap, langsung menancap gas motornya. April, yang sempat terkejut, ikut menundukkan tubuhnya agar lebih stabil. Mereka melesat cepat, meninggalkan pengendara yang jatuh di selokan. Namun, motor sport hitam yang berada di belakang mereka tidak menyerah begitu saja. Pengendara itu mengejar mereka dengan kecepatan tinggi, suara mesin motor yang menggila mengiringi perjalanan mereka.

Kejar-kejaran pun terjadi di jalanan kota yang mulai sepi. Bagas memacu motornya lebih cepat, berusaha menghindari jebakan yang mungkin ada di depan. Sementara motor sport hitam terus mendekat, semakin dekat, membuat Bagas harus berpikir lebih cepat untuk mencari cara menghindar.

April yang terpejam, merasakan adrenalin yang mulai meningkat. "Gas, hati-hati!" teriaknya, namun Bagas tidak menghiraukan.

Dengan kecepatan penuh, Bagas melaju di antara kendaraan yang ada, melewati jalan-jalan kecil yang sepi, dan mencoba mencari celah untuk menghindari kejaran. Meskipun dalam ketegangan, Bagas merasa nalurinya bekerja dengan baik. Rute-rute yang ia lewati seolah sudah menjadi bagian dari hidupnya, mengingat ia sering kali berlatih dengan motor di jalanan yang sama.

Di belakang, motor sport hitam masih mengejar, tak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah. Mereka terus saling berkejaran, melintasi jalanan kota yang mulai gelap. Bagas tahu, kejaran ini tidak akan berhenti begitu saja, dan ia harus segera menemukan cara untuk menuntaskan masalah ini.

Di saat Bagas tetap fokus dengan pandangannya ke depan, tiba-tiba dua motor tambahan muncul dari kiri dan kanan. Sekarang, ada tiga motor sport yang mengejar mereka. Suasana semakin mencekam, dan meskipun Bagas merasa sedikit terpojok, ia tetap berusaha menjaga konsentrasi.

Tiba-tiba, April yang duduk di belakang Bagas menjerit, "Gass, awas!"

Bagas langsung menoleh ke depan dan melihat jalan buntu yang tak terduga. Tanpa pikir panjang, ia langsung menarik rem dengan cepat. Ban belakang motor Bagas langsung mengangkat ke atas, dan tubuhnya terhuyung maju. Namun, dengan refleks yang terlatih, Bagas menstabilkan motornya dengan gesit. Ia merasakan sensasi ban motor kembali menyentuh jalan, dan tanpa kehilangan keseimbangan, ia menuntaskan pengereman dengan sempurna.

Meski cemas, Bagas tetap terlihat santai. Dia menyeimbangkan motor, lalu berhenti tepat di depan jalan buntu itu. Dengan percaya diri, Bagas turun dari motornya. April juga segera mengikuti, turun dengan sigap.

Bagas membuka helmnya dan meletakkannya di atas tangki motor sport hijau miliknya. Dengan mata yang tetap tajam, ia menepuk dada April. "Lu bisa berantem kan?" tanya Bagas sambil tersenyum, meskipun wajahnya terlihat serius.

April hanya tersenyum sumringah, "Tentu, gue siap!"

Melihat keduanya turun dari motor, keenam pengendara motor sport hitam yang sebelumnya mengejar mereka pun mulai turun dari motor mereka. Mereka berjalan mendekat dengan langkah tegap, siap untuk berhadapan.

Bagas dan April tidak ragu. Mereka saling berpandangan sejenak, lalu tanpa berkata-kata, keduanya berlari menuju enam pengendara motor tersebut. Bagas tahu, ini bukan hanya soal keberanian, tapi juga soal keterampilan dan strategi. Dengan tubuh yang sudah terbiasa bergerak cepat, Bagas dan April siap menghadapi apa pun yang datang.

Pengendara motor sport hitam itu, yang awalnya merasa unggul dengan jumlah mereka, kini terlihat sedikit terkejut melihat sikap Bagas dan April yang tak gentar. Mereka pun turun dari motor mereka dengan niat untuk menghadapi keduanya secara langsung.

Kejar-kejaran di jalanan itu kini berubah menjadi pertarungan langsung, dengan dua lawan enam, namun Bagas dan April tidak takut. Mereka tahu, apapun yang terjadi, mereka harus bertarung untuk menjaga harga diri dan tidak membiarkan diri mereka menjadi korban dari pengejaran yang tak masuk akal ini.

Persiapan

Seperti biasa, setelah pulang dari sekolah, tim basket SMA Pelita Bangsa melanjutkan latihan untuk mempersiapkan pertandingan uji coba yang akan datang. Latihan hari itu difokuskan pada penguatan teknik dan strategi, baik saat menyerang maupun bertahan. Semua pemain, termasuk Bagas, menguji kekuatan dan kelemahan mereka, menerapkan apa yang telah dipelajari dari latihan sebelumnya. Pelatih memberikan instruksi dengan jelas dan tegas, memotivasi tim agar lebih fokus dan bekerja sama.

Waktu terus berjalan, dan tak terasa, sore mulai menjelang. Ketika suara azan magrib mulai terdengar, pelatih akhirnya memutuskan untuk menghentikan latihan. "Semua selesai, kalian sudah cukup untuk hari ini. Siapkan diri kalian untuk pertandingan uji coba besok," ujar pelatih sambil memberikan arahan terakhir kepada tim. Setelah itu, satu per satu pemain mulai berkemas dan membubarkan diri.

Bagas dan April pun keluar dari ruang ganti bersama, berjalan berdampingan sambil bercanda dan sesekali membahas pertandingan besok. April tampak cukup serius meskipun ada senyum di wajahnya, sedangkan Bagas menikmati momen santai setelah latihan yang melelahkan.

"Besok tim lawan, SMA Setia Bangsa, pasti kuat ya. Kita harus benar-benar siap," kata April, sambil melirik Bagas.

"Iya, kita harus lebih fokus, apalagi aku nggak mau jadi pelapis lagi. Nggak mau jadi cadangan, April," jawab Bagas, sedikit mengeluh meski suaranya tetap terdengar penuh semangat.

April tertawa ringan. "Santai aja, Gas. Lo bisa kok. Pelatih udah lihat kemampuan lo. Yang penting, nggak ada yang bisa ngeremehin tim kita."

Mereka melangkah keluar dari halaman sekolah, menuju parkiran yang sudah mulai sepi. Di sana, terlihat motor sport hijau milik Bagas terparkir dengan rapi. Bagas memegang kunci motornya, siap untuk pergi. April menatap motor itu sejenak sebelum melangkah mendekat.

"Lo bawa motor hari ini?" tanya April sambil melirik motor sport yang tampak garang.

"Iya, biar lebih cepat sampai rumah," jawab Bagas dengan santai. "Ayo, gue anterin lo pulang."

April mengangguk dan mereka pun berjalan menuju motor. Setelah mengenakan helm dan memastikan semuanya siap, Bagas dan April melaju meninggalkan SMA Pelita Bangsa, menikmati perjalanan sore itu. Meskipun kelelahan setelah latihan, keduanya menikmati momen kebersamaan dan suasana santai setelah hari yang penuh tekanan di lapangan.

Mereka tahu bahwa besok akan menjadi tantangan baru. Pertandingan uji coba melawan SMA Setia Bangsa bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Tetapi, Bagas merasa lebih siap dan semakin termotivasi untuk menunjukkan kemampuannya. Besok akan menjadi kesempatan besar baginya untuk membuktikan bahwa dia layak berada di tim utama, bukan hanya sekadar pemain cadangan.

Bagas dan April mengendarai motor sport hijau dengan santai, menikmati perjalanan menuju rumah masing-masing setelah latihan yang melelahkan. Suasana sore itu cukup tenang, angin sejuk menyapu wajah mereka, dan mereka mencoba merelaksasi tubuh yang masih lelah. Dalam beberapa detik, pikiran mereka melayang ke pertandingan yang akan datang. Kejuaraan yang akan mereka jalani memang berat, namun mereka tahu itu adalah tantangan yang harus dilalui untuk mencapai impian.

Namun, ketenangan itu tiba-tiba pecah saat dua motor sport muncul dari kiri dan kanan mereka. Tanpa peringatan, pengendara motor tersebut mulai mengayunkan balok kayu besar ke arah Bagas dan April. Suasana berubah menjadi tegang dalam sekejap.

"Pril, hati-hati!" teriak Bagas, melihat balok kayu yang semakin mendekat.

Instinct Bagas langsung bekerja. Dengan cepat, ia menendang motor yang berada di sebelah kiri, membuat pengendara motor itu kehilangan keseimbangan dan nyungsep ke selokan. Motor tersebut jatuh dengan keras, sementara pengendara itu terpelanting beberapa meter dari tempat kejadian.

Bagas, yang sudah dalam posisi siap, langsung menancap gas motornya. April, yang sempat terkejut, ikut menundukkan tubuhnya agar lebih stabil. Mereka melesat cepat, meninggalkan pengendara yang jatuh di selokan. Namun, motor sport hitam yang berada di belakang mereka tidak menyerah begitu saja. Pengendara itu mengejar mereka dengan kecepatan tinggi, suara mesin motor yang menggila mengiringi perjalanan mereka.

Kejar-kejaran pun terjadi di jalanan kota yang mulai sepi. Bagas memacu motornya lebih cepat, berusaha menghindari jebakan yang mungkin ada di depan. Sementara motor sport hitam terus mendekat, semakin dekat, membuat Bagas harus berpikir lebih cepat untuk mencari cara menghindar.

April yang terpejam, merasakan adrenalin yang mulai meningkat. "Gas, hati-hati!" teriaknya, namun Bagas tidak menghiraukan.

Dengan kecepatan penuh, Bagas melaju di antara kendaraan yang ada, melewati jalan-jalan kecil yang sepi, dan mencoba mencari celah untuk menghindari kejaran. Meskipun dalam ketegangan, Bagas merasa nalurinya bekerja dengan baik. Rute-rute yang ia lewati seolah sudah menjadi bagian dari hidupnya, mengingat ia sering kali berlatih dengan motor di jalanan yang sama.

Di belakang, motor sport hitam masih mengejar, tak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah. Mereka terus saling berkejaran, melintasi jalanan kota yang mulai gelap. Bagas tahu, kejaran ini tidak akan berhenti begitu saja, dan ia harus segera menemukan cara untuk menuntaskan masalah ini.

Di saat Bagas tetap fokus dengan pandangannya ke depan, tiba-tiba dua motor tambahan muncul dari kiri dan kanan. Sekarang, ada tiga motor sport yang mengejar mereka. Suasana semakin mencekam, dan meskipun Bagas merasa sedikit terpojok, ia tetap berusaha menjaga konsentrasi.

Tiba-tiba, April yang duduk di belakang Bagas menjerit, "Gass, awas!"

Bagas langsung menoleh ke depan dan melihat jalan buntu yang tak terduga. Tanpa pikir panjang, ia langsung menarik rem dengan cepat. Ban belakang motor Bagas langsung mengangkat ke atas, dan tubuhnya terhuyung maju. Namun, dengan refleks yang terlatih, Bagas menstabilkan motornya dengan gesit. Ia merasakan sensasi ban motor kembali menyentuh jalan, dan tanpa kehilangan keseimbangan, ia menuntaskan pengereman dengan sempurna.

Meski cemas, Bagas tetap terlihat santai. Dia menyeimbangkan motor, lalu berhenti tepat di depan jalan buntu itu. Dengan percaya diri, Bagas turun dari motornya. April juga segera mengikuti, turun dengan sigap.

Bagas membuka helmnya dan meletakkannya di atas tangki motor sport hijau miliknya. Dengan mata yang tetap tajam, ia menepuk dada April. "Lu bisa berantem kan?" tanya Bagas sambil tersenyum, meskipun wajahnya terlihat serius.

April hanya tersenyum sumringah, "Tentu, gue siap!"

Melihat keduanya turun dari motor, keenam pengendara motor sport hitam yang sebelumnya mengejar mereka pun mulai turun dari motor mereka. Mereka berjalan mendekat dengan langkah tegap, siap untuk berhadapan.

Bagas dan April tidak ragu. Mereka saling berpandangan sejenak, lalu tanpa berkata-kata, keduanya berlari menuju enam pengendara motor tersebut. Bagas tahu, ini bukan hanya soal keberanian, tapi juga soal keterampilan dan strategi. Dengan tubuh yang sudah terbiasa bergerak cepat, Bagas dan April siap menghadapi apa pun yang datang.

Pengendara motor sport hitam itu, yang awalnya merasa unggul dengan jumlah mereka, kini terlihat sedikit terkejut melihat sikap Bagas dan April yang tak gentar. Mereka pun turun dari motor mereka dengan niat untuk menghadapi keduanya secara langsung.

Kejar-kejaran di jalanan itu kini berubah menjadi pertarungan langsung, dengan dua lawan enam, namun Bagas dan April tidak takut. Mereka tahu, apapun yang terjadi, mereka harus bertarung untuk menjaga harga diri dan tidak membiarkan diri mereka menjadi korban dari pengejaran yang tak masuk akal ini.

1
Aimee
Baca ini karena lihat cover sama sinopsisnya, eh mau lanjut... sesimple itu
Dragon 2345: makasih kakak Uda mampir,
total 1 replies
Cute/Mm
Keren abis nih karya, besok balik lagi baca baruannya!
Dragon 2345: aman kak makasih dah mampir, tmbah semangat aq buat up makasih sekali lagi support nya
total 1 replies
Celeste Banegas
Tersentuh banget dengan kisah ini.
Dragon 2345: makasih kakak sudah mampir,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!