Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengalaman Besar
Dalam tiga hari ini, semakin banyak saja orang yang berkeliaran di daerah pegunungan mong li.
Tampak dari pakaian ringkas dan senjata yang mereka bawa bahwa orang orang yang berseliweran disana bukanlah sekedar pemburu biasa.
Mereka merupakan ahli ahli beladiri yang memang bisa di tebak apa keperluan mereka kesitu.
Pagi itu, rombongan Xiansu kembali melanjutkan perjalanan. Jika saat mereka memasuki perbatasan kemarin dulu tempat itu tampak sepi, pagi ini mereka banyak berpapasan dengan orang orang dari dunia persilatan yang berlalu lalang di sekitaran pegunungan mong li.
Gunung itu terdiri dari batu stalaktit dan stalakmit yang ditutupi rimbunan salju serta diselimuti pohon pohon besar yang rindang.
Bahkan beberapa tempat curam terlihat lebih rimbun daunnya sampai sampai tidak terlihat tebing gunung tersebut.
Kini, rombongan Xiansu hanya berjarak tiga ratusan meter saja dari gunung mong li. Semakin tampak bahwa banyak orang orang yang duduk mengaso di dekat kaki gunung mong li itu.
Karena hari masih lumayan pagi menjelang siang, Xiansu pun tergerak hatinya untuk sekedar berteduh sejenak di kaki gunung Mong Li sambil mengistirahatkan kaki anak anak dan para wanita di rombongan mereka.
"Benar kata Xiansu, kita istirahat disini dulu hingga waktu makan siang tiba". Seru paman Bu kepada rombongan nya.
Mereka beristirahat di kaki gunung sebelah selatan. Sejenak kemudian, terjadi keributan dari arah kaki gunung mong li sebelah utara.
"Jangan dilihat. Biarkan mereka dengan urusannya sendiri". Ucap Xiansu ketika melihat Siaw Jin yang ingin bangkit dari duduknya.
Dengan tarikan muka kecewa, Siaw Jin segera duduk kembali di dekat Xiansu.
Selama dalam perjalanan ini, banyak pelajaran yang di berikan oleh Xiansu kepada Siaw Jin. Karena sejak Xiansu mengobati Siaw Jin, memang kakek itu telah mempersiapkan Siaw Jin menjadi penerus ilmu ilmu yang ada padanya.
Dari teori semedi, cara mengatur tenaga dasar, mengontrol tenaga dalam, ilmu pernapasan hingga dasar dasar ilmu pengobatan semua diajarkannya kepada Siaw Jin.
Memang Siaw Jin merupakan anak yang cerdas. Bahkan dia mempunyai otak yang jenius dimana sekali saja didengar atau dipelajarinya, langsung meresap masuk ke otaknya.
Begitu juga saat itu. Xiansu yang melihat wajah kekecewaan Siaw Jin segera menambah pelajaran lainnya tanpa memperdulikan perkelahian yang terdengar dari tempat mereka mengaso.
Akhirnya Siaw Jin pun larut dalam pelajaran yang diberikan oleh Xiansu hingga dia benar benar konsentrasi seratus persen kepada ilmu ilmu yang di ajarkan Xiansu.
Sedangkan sebelah utara kaki gunung mong li perkelahian semakin sengit. Dua kelompok pendekar saling berkelahi gara gara memperebutkan Kitab Dewa Sakti yang entah dimana adanya.
Tak lama berselang, teriakan teriakan kesakitan semakin terdengar akibat pertarungan mereka.
Xiansu yang tidak tahan lagi mendengar telah banyak jatuhnya korban dikedua pihak, segera bergerak cepat seperti terbang ke arah mereka dan melerai perkelahian itu.
"Hentikan perkelahian konyol ini". Sesampainya Xiansu disitu, langsung dia mengibaskan lengan baju panjang tangannya yang mengeluarkan desiran angin kencang menahan senjata senjata kedua kelompok itu hingga perkelahian terhenti sebentar.
"Siapa kau kakek tua berani mencampuri urusan kami?" Seru salah seorang yang berdiri paling dekat dengan Kek Xiansu.
"Aku kebetulan lewat, tak sengaja melihat perkelahian ini. Apa yang kalian ributkan?" Desak Xiansu kepada penanya tadi.
"Pergi saja kau orang tua, sebelum golok ku menebas putus jakun mu". Ucap orang kedua dari kelompok yang berbeda.
"Sudahlah, tak perlu kita ributkan lagi masalah ini. Kitab nya saja belum ketemu, malah kita saling membunuh sendiri." Seruan ketua kelompok kedua membuat semua nya menyimpan kembali senjata mereka.
"Untung saja kau diselamatkan oleh ketua, kalau tidak, habislah kau". Seorang anggota yang merasa kurang puas masih saja mengomel kepada Xiansu.
Xiansu hanya tersenyum tenang melihat gelagat ahli silat itu. Namun, saat sang ketua berkata,
"Apa yang kau bicarakan alung? Bukan aku yang menyelamatkannya, tapi dia yang mengampuni nyawamu". Setelah mengatakan hal itu, si ketua segera menjura sebagai tanda hormat ke arah Xiansu.
"Bukankah saya berhadapan dengan Xiansu si manusia dewa?" ucapnya sambil menjura.
"aku hanya dikenal sebagai Xiansu saja. Adapun manusia dewa itu tak pernah ku dengar". Jawab Xiansu merendah sambil tersenyum tenang.
Beberapa anggota kelompok yang sok sok an sombong tadi pun kini segera menjura sambil membungkuk.
"ah, maafkan kami yang tidak sadar ada langit diatas kami".
"Tak perlu dipersoalkan, yang penting kita semua selamat dan aman". Kembali Xiansu berkata sambil sedikit terkekeh.
"Kek, ayo kita makan." Siaw Jin yang berlari ke situ sudah menarik tangan Xiansu untuk kembali ke rombongannya.
Sedangkan kedua kelompok yang berseteru tadi kini sibuk melihat teman teman yang terluka dan menguburkan yang tewas.
Baru mereka sadar, seandainya saja Kakek sakti itu tidak melerai mereka, tentu mereka kini telah menjadi mayat seperti kawan kawan yang mereka kuburkan.
Kita kembali ke rombongan Xiansu yang kini sedang makan roti dan dendeng panggang yang telah siap dipersiapkan oleh para wanita.
"Kek, aku sudah bosan disini. Kapan kita akan melanjutkan perjalanan?" Seru Siaw Jin kepada Xiansu.
"Tenanglah adik Jin, sabarlah sedikit tunggu kek Xiansu selesai makan". Celetuk Siaw Gin yang duduk tak jauh dari mereka.
"Setelah semuanya selesai makan, kita berangkat". Seru paman Bu yang mendapat sinyal dari Xiansu.
Tak berselang lama, berangkatlah mereka serombongan melanjutkan perjalanan. Baru saja rombongan Xiansu tiba di sebelah barat pegunungan mong li, tiba tiba ada badai salju yang sangat kencang.
Keadaan menjadi hiruk pikuk, angin kencang disertai terpaan salju serta bongkahan salju yang runtuh dari atas tebing gunung menambah ruwet suasana saat itu.
Siaw Jin dan Siaw Kim berpegangan pada sebatang pohon dan mereka berdua saling peluk. Sedangkan Siaw Gin, dipegang oleh panglima Bu dan istrinya.
Beberapa prajurit yang terseret bersama istri mereka terpaksa berpegangan erat di tubuh Xiansu.
Namun hal yang tidak terduga pun terjadi. Pohon dimana Siaw Jin dan Siaw Kim berpegangan tercabut hingga ke akar. Saat yang genting itu masih terlihat oleh Xiansu yang segera melompat ke arah kedua anak tersebut.
Namun hanya Siaw Kim saja yang berhasil terpegang pundak bajunya. Sedangkan Siaw Jin terlempar dibawa badai terjun ke jurang sebelah kiri bersama pohon tumbang itu.
"Kakak Jiiiin,," teriakan Siaw Kim membuat semua orang gugup dan tegang. Ditengah keadaan yang berat itu, mereka hanya bisa meratapi dengan hati pedih atas kehilangan Siaw Jin.
Tubuh dan semangat mereka masih harus terus mempertahankan diri agar bisa selamat dari bencana tersebut.
Para ahli silat yang ada di sekeliling kaki gunung mong li juga sudah ada yang tewas dan jatuh ke jurang.
Bahkan banyak pula yang terpisah dari rombongan nya. Badai besar itu ternyata hanya badai lalu saja yang tak lama kemudian reda.
Saat semuanya selamat dalam rombongan Xainsu dan paman Bu kecuali Siaw Jin, disitulah baru meledak tangis riuh redam. Terutama dari Siaw Kim, gadis cilik yang tampaknya lebih sayang kepada Siaw Jin ketimbang abang kandungnya sendiri yakni Siaw Gin.
Para wanita istri paman Bu dan prajurit pun ikut menangis. Ada yang hanya meneteskan air mata seperti paman Bu. Yang kelihatan biasa saja hanyalah Xiansu.
Namun dari kerutan di kening nya, terlihat juga di wajah Xiansu sedikit rasa khawatir dan duka atas hilang dan tewas nya Siaw Jin.
Benarkah Siaw Jin tewas? Mungkin bagi orang orang yang ada dalam rombongan itu menganggap Siaw Jin telah tewas.
Bagaimana tidak? Jurang dimana Siaw Jin terjatuh sangatlah dalam bahkan tidak tampak dasarnya.
Namun, kalian tentu tau, mana mungkin Siaw Jin tewas, kalau dia tewas, yang jadi pemeran utamanya siapa? Ya gak sih? Mari kita ikuti pengalaman Siaw Jin yang terjatuh ke jurang samping kiri tebing.
Ketika Siaw Jin melihat pohon dimana dia dan adiknya berpegangan itu hampir tercabut akarnya, Siaw Jin segera memegang tangan Siaw Kim dan menarik agar terlepas pelukan Siaw Kim ke pohon dan tubuhnya.
Dalam pikiran Siaw Jin, dari pada kami berdua yang tewas, lebih baik aku saja. Makanya dia seperti mengorbankan dirinya agar Siaw Kim selamat.
Namun saat pegangan mereka berdua terlepas, Siaw Jin langsung terlempar ke arah jurang bersama pohon yang tumbang itu.
Jika saja mereka semua tau bahwa Siaw jin tidak terhempas ke dasar jurang, dia hanya tersangkut sedalam 300 meter dari bibir jurang, mungkin mereka semua akan menolongnya terutama Xiansu yang memiliki kepandaian tinggi.
Siaw Jin di selamatkan oleh tiga pohon. Pertama adalah pohon dimana dia berpegangan ketika di atas. Lalu sekitar 300 an meter ke dalam jurang, ada dua pohon lain yang tumbuh di dinding jurang tersebut.
Pohon yang di peluk Siaw Jin tersangkut di dua pohon dinding tebing jurang itu sehingga Siaw Jin yang memang nanar, begitu terhempas keras, langsung pingsan hingga tiga jam lamanya.
Namun cengkraman nya pada pohon itu benar benar sangat kuat sehingga dia tetap rebah memeluk pohon sambil menggenggam hiasan gelang rantai yang ada di tangannya.
Tentu saja pembaca tau gelang siapa itu bukan? Gelang hiasan itu merupakan peninggalan ibu angkat nya yang di berikan kepada Siaw Jin untuk kelak diberikan kepada orang yang di cintainya.
Karna menurut Siaw Jin, Siaw Kim adik angkatnya itu pun di cintanya, maka ketika Siaw Kim merengek meminta gelang itu, langsung di kasih saja oleh Siaw Jin.
Dan ternyata gelang itu kini malah terlepas dari tangan Siaw Kim ke tangan Siaw Jin kembali.
Akankah Siaw Kim mendapatkan gelang itu kembali?
BERSAMBUNG. . .