Silva, Marco dan Alex menjalin persahabatan sejak kelas 10. Namun, saat Silva dan Marco jadian, semuanya berubah. Termasuk Alex yang berubah dan selalu berusaha merusak hubungan keduanya.
Seiring berjalannya waktu, Alex perlahan melupakan sejenak perasaan yang tidak terbalaskan pada Silva dan fokus untuk kuliah, lalu meniti karir, sampai nanti dia sukses dan berharap Silva akan jatuh ke pelukannya.
Akankah Silva tetap bersama Marco kelak? Atau justru akan berpaling pada Alex? Simak selengkapnya disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pendekar Cahaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24 (Kisah Zea)
Sekitar 20 menit perjalanan, mereka pun sampai di tempat tujuannya. Setelah Marco memarkirkan mobil, mereka berdua pun turun dari mobil. Begitu juga dengan Silva yang turun dari mobilnya. Silva terkejut saat mereka sampai di cafe tersebut. Karena di cafe inilah Marco dan Silva jadian. Silva tidak menyangka kalau di cafe ini juga, awal pertemuan Marco dengan Zea.
Mereka bertiga pun masuk ke cafe tersebut dan mencari meja yang kosong.
"Selamat datang, nona Zea" sapa salah satu pelayan cafe yang sudah mengenal identitas Zea.
"Mari saya antarkan anda ke meja yang khusus untuk anda" katanya.
"Gak perlu, aku mau duduk di meja yang biasa aja, bareng sama teman-teman aku" jawab Zea. Pelayan tersebut mengangguk dan mengantarkan Zea, Marco dan Silva ke salah satu meja yang belum terisi.
"Silahkan, nona, ini meja untuk nona Zea dan kedua teman nona, silahkan duduk dan ini daftar menunya, nanti kalau udah selesai nulis pesanannya tinggal lambaikan tangan aja, nanti ada yang datang mengambilnya" pelayan itu mempersilahkan mereka duduk dan beranjak pergi karena dia harus melayani customer yang lain.
"Ze, pelayan tadi udah tahu kamu dan sepertinya kamu ini bukan sekedar pelanggan biasa aja, siapa sih kamu sebenarnya?" Tanya Silva yang terlihat penasaran.
"Yang jelasnya aku bukan wonder woman ataupun ranger pink, hehehe...." Zea menjawab dengan bercanda. Marco dan Silva tersenyum. Marco bisa melihat dari sorot mata Zea, yang berusaha menghibur dirinya sendiri agar dia melupakan sejenak masalahnya dengan kekasihnya. Entah kenapa Marco merasa kasihan pada Zea dan seolah bisa merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Zea.
"Sebenarnya cafe ini adalah salah satu bisnis milik ayah aku, jadi, yah... Gitu deh, setiap aku kesini, pasti para pelayan di cafe ini selalu bersikap seperti itu, padahal aku udah sering bilang bersikap biasa aja kalau aku datang, anggap aja kayak customer yang lain, tapi, mereka tetap aja seperti itu, ya udah, itu sih terserah mereka aja" keluh Zea sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
"Oh iya, Ze, tadi kamu bilang kalau kamu dan Marco pertama kali ketemu disini, kok bisa?" Silva kembali bertanya tentang awal pertemuan Zea dan Marco. Zea pun menceritakan tentang pertemuan yang secara tidak sengaja dengan Marco. Saat itu Zea sedang nongkrong bersama teman-temannya dan saat mau berjalan keluar, karena terburu-buru, Zea malah bertabrakan secara tidak sengaja dengan Marco. Marco juga membenarkan dan menambahkan, kalau saat itu Marco juga tidak memperhatikan kalau ada orang yang hendak melewatinya.
"Terus bisa saling kenal dan Marco jadi supir kamu itu, gimana ceritanya" Silva ingin tahu lebih lanjut lagi.
"Jadi, aku saking buru-burunya, sampai gak nyadar kalau kartu pelajar aku jatuh, disitu ada ATM juga. Aku baru nyadar pas aku mau gunakan ATM itu dan aku nyadar kalau kartu pelajarku hilang, aku langsung hubungi kesini deh dan tanyain ke mereka siapa tahu ada kartu pelajar aku yang tercecer dan ditemukan sama salah satu pelayan cafe" terang Zea lebih lanjut.
"Nah, salah satu pelayan melihat kartu pelajar aku itu, bahkan dia ngasi ke Marco karena menyangka kalau itu miliknya tanpa melihat namanya, terus aku nanya ke dia soal Marco, dia ngasi tahu sekolah Marco dimana, karena sempat lihat lambang di lengannya, jadi, aku langsung ke sekolah dan tanyain alamat rumahnya Marco, terus udah deh ketemu dia nih" Zea mengakhiri penjelasannya sambil menunjuk Marco. Silva mengangguk dan tampak puas dengan penjelasan Zea. Tak berapa lama, pesanan mereka masing-masing sudah dibawakan oleh salah satu pelayan cafe. Mereka bertiga pun segera menyantap makanan yang mereka pesan. Silva dan Marco lagi-lagi mempertontonkan adegan romantis. Zea yang melihat sepasang kekasih itu, merasa sedikit iri dengan mereka berdua karena kekasihnya tidak pernah seperti itu, bahkan terkesan cuek.
"Beda banget sama Fandi, dia cuek banget dan gak pernah ngelakuin hal romantis kayak gitu, jangan hal-hal kecil gitu, anniversary kedua tahun minggu lalu aja dia gak ingat" batin Zea.
Selang 30 menit kemudian, mereka sudah selesai makan dan beranjak pergi dari cafe setelah Zea membayarnya.
"Ya udah, aku balik yah, makasih buat traktirannya hari ini, Ze" Silva berpamitan pada Zea. Zea melambaikan tangannya sampai mobil Silva menjauh.
"Ya udah, kita balik juga, soalnya nanti malam aku ada janji sama teman aku" kata Marco.
"Oke deh, aku juga capek banget tadi" Zea pun masuk kedalam mobil.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya, Zea kembali memikirkan kejadian yang tadi dia lihat, dimana kekasihnya membonceng wanita lain.
"Ze, kamu masih mikirin hal yang tadi itu?" Tanya Marco, yang seolah bisa menebak isi hati Zea. Zea pun mengangguk.
"Daripada kamu kepikiran terus, mending kamu telpon dia aja, tanyakan langsung ke dia, biar semuanya jelas dan pikiran kamu gak terganggu dengan masalah itu" Marco memberikan saran.
"Iya, Co, aku udah chat dia tadi sewaktu kita di cafe, tapi, dia gak bisa buat ketemuan, katanya lagi sibuk, dia ada tugas kuliah" jawab Zea.
"Tapi, aku merasa kalau dia bohong sama aku, feeling aku mengatakan seperti itu" lanjut Zea.
"Atau gimana kalau kamu langsung samperin aja ke rumahnya, kamu tahu rumahnya dimana kan" kata Marco.
"Aku tahu sih rumahnya, cuma...." Zea terlihat ragu.
"Cuma apa, Ze?" Tanya Marco penasaran.
"Cuma dia pernah bilang ke aku, aku gak boleh kerumahnya kalau gak dia kabari, alasannya dia jarang dirumah, kebanyakan main sama teman-teman nongkrongnya dia atau sebagainya" terang Zea.
"Belakangan ini dia bersikap seperti itu terus, dia udah berubah sejak anniversary kedua aku sama dia seminggu yang lalu, kayak ada yang dia sembunyikan gitu dari aku, cuma aku gak tahu apa karena sampai sekarang aku gak Nemu jawabannya dan sekarang aku bingung harus berbuat apa" Zea mengeluhkan perubahan sikap kekasihnya itu.
"Kamu yang sabar yah, biarkan waktu yang menjawab semuanya, aku yakin cepat atau lambat akan ada titik terangnya, jangan sedih gitu lah" Marco mencoba menghibur Zea.
"Yah.... Semoga aja seperti itu" harap Zea.
Beberapa menit berselang mereka berdua pun sampai dirumah Zea. Setelah memarkirkan mobil Zea di garasi, Marco pun berpamitan pada Zea untuk pulang, karena dia ada janji dengan temannya nanti malam, sedangkan sekarang hari sudah sore.
"Ya udah kalau gitu, aku balik yah, Ze" pamit Marco.
"Kalau misalkan kamu mau diantar kemana gitu, kamu tinggal telpon aja, kan udah jadi tugas aku buat anterin kamu kemanapun kamu mau" Marco menambahkan. Zea kembali mengangguk.
Marco pun beranjak pergi dari rumah Zea menuju rumahnya, yang berjarak lumayan jauh.