Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga
"Apakah itu berbahaya, Tante?" Kembali Naura bertanya dengan cemas.
"Bisa sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat. Dan yang pasti kamu harus melahirkan secara saecar, tidak dianjurkan normal," jawab Dokter Cindy dengan suara hati-hati, mungkin tak ingin membuat Naura semakin cemas.
"Apa yang harus aku lakukan saat ini, Tante?" Naura masih terus bertanya.
"Kamu harus minum obat, istirahat yang cukup, jangan melakukan kegiatan fisik yang berlebihan dan yang terpenting kelola stres," ucap Dokter Cindy.
Naura menarik napas dalam. Bagaimana dia bisa mengendalikan rasa stress jika di rumah ibu mertua dan suaminya sendiri yang memacu itu terjadi.
Pre-eklamsia adalah kondisi yang tidak bisa disepelekan karena dapat berkembang menjadi kompilasi yang lebih serius. Gejala awal pre-eklamsia adalah tekanan darah yang tinggi, yaitu mencapai 140/90 mmHg atau lebih. Gejala lainnya yang mungkin muncul dapat berupa sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, sesak napas, tubuh dan kaki bengkak, mual, dan muntah.
Pre-eklampsia sering dapat dikelola dengan obat-obat, sampai bayi cukup matang untuk lahir. Kondisi ini sering membutuhkan pertimbangan risiko lahir prematur dibandingkan dengan risiko gejala pre-eklampsia berkelanjutan.
Jika usia kehamilan ibu sudah hampir cukup bulan (37 minggu atau lebih), penanganan preeklamsia yang bisa j adalah dengan melahirkan janin yang berada di dalam kandungan. Biasanya, ibu akan diberikan beberapa obat-obatan sebelum proses kelahiran.
Setelah bicara cukup banyak dan mendapatkan nasehat, Naura akhirnya pamit dengan Dokter Cindy.
"Kamu jangan terlalu memikirkan ini, Naura. Yang terpenting minum obatnya dan jangan stres agar tekanan darahnya bisa lebih rendah dan normal," ucap Dokter Cindy.
"Baik, Tante. Terima kasih," ucap Naura.
Naura lalu bersalaman dengan dokter Cindy sebelum pamit. Dia lalu berjalan menuju apotik untuk menebus obatnya.
Sambil menunggu namanya di panggil, Naura bermaksud bermain ponsel. Namun, pandangannya langsung tertuju pada pasangan di depannya. Sang pria memeluk bahu wanita itu, dan sang wanita menyandarkan kepalanya di bahu sang pria.
Naura sangat mengenal baju yang pria itu kenakan. Dan dia juga tahu pasti pemilik postur tubuh tersebut, itu adalah Alex, suaminya.
Dengan siapa suaminya, Naura bertanya dalam hati. Mereka seperti pasangan suami istri. Sejak awal kehamilan, Alex tak pernah bisa menemani dirinya periksa kehamilan. Dia lalu memegang perutnya yang sudah membuncit, tak ada perhatian sedikitpun dari suaminya.
"Apa aku akhiri saja pernikahan ini? Mas Alex semakin hari semakin berubah, tak ada lagi kata sayang dan perhatian darinya. Apa lagi sekarang, sepertinya dia selingkuh," gumam Naura dalam hatinya.
Saat Naura ingin mendekati kedua orang itu, mereka berdiri. Pria itu memandang ke belakang dan mata mereka bertemu. Alex lalu memalingkan wajahnya seolah tak melihatnya. Hati Naura terasa pedih. Jika kehamilannya masih muda, mungkin dia akan menghampiri mereka dan memberikan pelajaran.
Namun, saat ini dia terpaksa diam. Untuk menjaga keselamatan sang bayi, dan juga tenaganya tak akan cukup untuk melawan kedua orang itu. Dia harus mengalah hingga bayi ini lahir.
Setelah menebus obatnya, Naura langsung pulang. Dia menyempatkan diri membeli makanan untuk dirinya dan mertua. Walau Ibu Rini tak pernah menyukainya, tapi dia menghormati sebagai orang yang lebih tua usianya.
Sampai di rumah dia melihat ibu mertuanya sedang menyantap makanan. Naura lalu mendekatinya.
"Ibu pesan makanan?" tanya Naura. Dia melihat banyak makanan di atas meja, dan masih terbungkus rapi.
Ibu Rini langsung mendekatkan makanan ke dirinya. Sepertinya takut jika Naura akan mengambilnya.
"Semua makanan ini untukku. Weny tadi yang mengirimnya. Dia tau kamu tak akan mau memasak untukku. Dia memang wanita yang baik, jika saja dia yang menjadi menantuku, pasti aku akan bahagia!" seru Ibu Rini.
"Aku juga tak akan memintanya, Bu. Aku ada beli makanan, untuk Ibu juga. Tapi karena makanan Ibu telah banyak, mending buat makan malam untukku," balas Naura.
"Sini makanan itu! Bukankah kamu tadi berniat membelikan untukku!"
"Maaf, Bu. Ibu sudah tua, makan itu harus di jaga. Jangan berlebihan, biar untukku saja." ujar Naura.
Tanpa menunggu jawaban dari ibu mertuanya, Naura langsung melangkah menuju kamar. Dia tak mau mendengar ocehan Ibu Rini yang akan membuat sakitnya bertambah parah.
***
Naura duduk di tepi jendela, menatap hujan yang menetes di kaca. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma basah yang seolah mengingatkannya pada hari-hari cerah yang sudah lama berlalu. Dalam sekejap, ingatannya melayang ke masa-masa indah saat ia dan Alex baru saja menikah. Saat itu, dunia mereka penuh dengan cinta dan perhatian yang tulus.
Ia teringat saat Alex seringkali menyiapkan sarapan di pagi hari. Pria itu akan bangun lebih awal, hanya untuk membuatkan Naura segelas kopi panas dan roti panggang dengan selai strawberry kesukaannya. Senyuman lebar terukir di wajahnya saat melihat Naura terbangun dengan bulu mata yang masih berat. "Selamat pagi, Sayang. Ini untukmu!" ucapnya dengan suara yang hangat, membuat jantung Naura berdegup kencang.
Setiap langkah yang diambil Alex, seolah ada ketulusan dan keinginan untuk menyenangkan Naura. Ia ingat bagaimana suaminya selalu memastikan ia merasa nyaman, baik di rumah maupun di luar rumah. Mereka sering menghabiskan malam berdua, menonton film sambil ngemil popcorn, seolah tak ada yang lebih berarti dibandingkan waktu bersama.
Namun, kenangan manis itu kini terlihat samar. Sejak beberapa bulan terakhir, segalanya mulai berubah. Alex terlihat lebih sibuk dengan pekerjaannya. Adakalanya, Naura merasa seperti menjadi bayangan dalam hidup suaminya. Ia merindukan perhatian yang dulu selalu mengalir begitu deras. Kini, semua itu terasa begitu jauh, hilang dalam rutinitas harian yang membosankan dan hampa.
"Mas Alex … di mana kamu yang dulu?" Naura bergumam, merasakan kesedihan yang menyentuh hatinya. Ia teringat betapa mereka dulu sering berbagi cerita dan impian, seolah dunia ini milik mereka berdua. Sementara sekarang, komunikasi yang sekali hangat itu mulai pudar. Alex lebih banyak menghabiskan waktu di depan laptop, tenggelam dalam pekerjaan yang seolah tak ada habisnya.
Hujan semakin deras mengguyur, dan Naura merasakan ketidak sanggupannya untuk mengubah keadaan ini. Ia menghela napas panjang, memikirkan nasib rumah tangganya.
"Apa seharusnya aku akhiri saja semua ini. Percuma memiliki suami, tapi seperti janda. Kemana pun dan apa pun yang aku lakukan, selalu sendiri. Jika saja hanya alasan pekerjaan yang membuat dia menjauh, mungkin aku bisa memaafkan, tapi dia telah melakukan pengkhianatan dan itu tak bisa dimaafkan!" seru Naura pada dirinya sendiri.
Saat Naura sedang asyik dengan lamunannya, dia mendengar suara tawa wanita bersama suaminya. Wanita itu berdiri untuk melihat siapa yang datang bersama suaminya.
untuk weni rasain kmu bkalan di buang oleh kluarga alex.....kmu tk ubahnya sperti sampah tahu gak wen.....bau busuknya sngat mnyengat dan mnjijikan /Puke//Puke//Puke//Puke//Puke/
Lina jodoh sdh ada yng mengatur jd tetap lah 💪💪
lanjut thor 🙏
karna memang cinta tak harus memiliki
Alex selamat terkejut ya semoga jantung aman aman saja