Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Satu
Sudah tiga hari Ana berada di kampung halamannya. Malam nanti terakhir tahlilan di rumahnya. Selain menyediakan makanan buat para pelayat yang datang, Ana juga memberikan amplop berisi uang.
Setelah makan siang, mereka berangkat menuju rumah Ana. Sebenarnya gadis itu tak ingin melibatkan atasannya itu, tapi Rakha memaksa untuk ikut andil dalam acara tahlilan ini. Dia lah yang telah memesan makanan untuk nanti malam.
Ibu Rida yang mengetahui niat anak tirinya itu lalu mendekatinya.. Dia tak rela uang habis di bagikan untuk para tetangga.
"Kenapa harus ada amplop buat tetangga yang melayat? Dengan memberi makan saja, ibu rasa sudah cukup," ucap Ibu Rida.
"Aku niatnya sedekah, Bu," jawab Ana.
"Makanan yang kamu berikan itu juga sedekah," balas Ibu Rida lagi.
"Kenapa memangnya jika aku ingin memberikan uang sedikit?" tanya Ana.
"Lebih baik buat Ibu atau Ayu. Kau lihat sendiri, anaknya berpenyakit dan butuh uang banyak," jawab Ibu Rida dengan tanpa malu.
Ana menarik napas berat. Jika untuk ibu Rida dan Ayu, dia tak akan peduli dan mau memberi, tapi wanita itu membawa-bawa nama bayi mungil itu. Dia telah melihatnya beberapa hari ini dan tak tega melihat keadaannya.
"Dia masih ada ayahnya'kan?" tanya Ana. Bukannya dia tidak empati pada sang bayi, justru dia merasa kasihan dengan nasib bayi itu. Tiga hari di sini, jelas terlihat kalau Ayu tak peduli dengan nasib putrinya itu.
"Erik bekerja hanya sebagai karyawan biasa. Kamu pasti tahu berapa gajinya. Lebih besar gajimu dari dia. Dengan uang gaji sebulan hanya cukup buat beli kebutuhan bayinya. Makan saja selama ini masih menumpang dengan ibu. Bagaimana dia bisa membiayai pengobatan anaknya," ucap Bu Rida.
Tanpa mereka sadari Rakha telah berada di dekat keduanya. Dan dia mendengar semua yang Ana dan Bu Rida obrolkan.
"Kalau memang untuk pengobatan anaknya, bawa saja ke rumah sakit yang Ibu inginkan. Biar nanti aku yang bayar semua biayanya," ucap Rakha.
Ana dan Ibu Rida terkejut mendengar suara Rakha. Mereka serempak menoleh ke arah asal suara. Chelsea berada dalam gendongan pria itu. Tadi bocah itu minta jajan ke warung.
Ibu Rida tampak tersenyum simpul mendengar ucapan Rakha. Ayu yang diam-diam menguping obrolan Ana dan ibunya keluar dari persembunyiannya.
Ayu langsung mendekati Rakha. Dia tampak ingin memeluk pria itu, tapi atasan Ana itu langsung menghindar. Erik yang berdiri di belakang ibu Rida dengan Chika berada dalam gendongan, tampak cemberut. Dia malu melihat tingkah sang istri.
"Terima kasih, Mas Rakha. Nanti aku beri nomor rekeningku. Tapi sebelumnya apakah aku boleh meminta nomor ponsel Mas Rakha, biar komunikasi lancar dan aku bisa mengabari perkembangan Chika nanti," ucap Ayu dengan senyum semringah.
"Kalau mengenai biaya pengobatannya, aku langsung transfer ke rumah sakit. Tak perlu kamu repot-repot!" ucap Rakha.
Ayu dan ibu Rida terkejut mendengar pernyataan Rakha. Itu berarti mereka tak bisa mau mengambil sebagian dari biaya pengobatan bocah cilik itu.
"Oh begitu, jadi Mas Rakha yang membayar langsung," ucap Ayu dengan lesu. Rakha hanya menjawab dengan anggukan kepala.
Ayu dan Ibu tampak sedikit kecewa mendengar jawaban dari pria itu. Mungkin mereka telah berharap akan memanfaatkan Chika untuk meminta uang pada Rakha. Mereka kembali ke kamar masing-masing. Tinggallah Ana, Rakha dan Kevin dibantu beberapa tetangga untuk persiapan nanti malam. Sedangkan Erik, sudah mulai bekerja tadi lagi.
Malam telah menjelang, rumah kediaman milik orang tua Ana terlihat sibuk dalam persiapan tahlilan. Di bantu dengan para tetangga, Ana menyiapkan semuanya dengan semangat.
Meja makan dihiasi dengan kue-kue tradisional, minuman, serta beberapa buah-buahan segar. Di sudut ruangan, terdapat sebuah meja kecil yang ditata rapi nasi berkat untuk para tamu yang hadir.
Ana sibuk berkeliling rumah untuk memastikan semuanya teratur. Ia ingin memastikan bahwa tahlilan yang diadakan untuk mengenang sang ayah akan berjalan dengan lancar.
"Biar pun ayah sudah tiada, aku tetap ingin mengenangnya dengan cara yang istimewa," gumam Ana sambil menyusun kue-kue menjadi sebuah piramida kecil di meja makan.
Awalnya Ana tak bermaksud mengadakan tahlilan semewah ini, tapi Rakha yang memaksa melakukan semua ini.
Saat malam tiba, rumah Ana mulai dipenuhi oleh para tetangga dan kerabat yang datang untuk menghadiri tahlilan. Wajah mereka tampak sedih namun tetap terlihat hangat dan penuh kasih sayang.
Ana dan Rakha saling bersalaman dan tersenyum satu sama lain saat melihat kedatangan para tamu. Sedangkan di sudut lain tampak Erik dan Ayu juga menyambut kedatangan para tamu.
Pak Rudi, tetangga sebelah, menghampiri Ana dan berkata dengan senyuman, "Ana, semoga arwah ayahmu mendapatkan tempat yang baik di sisi Yang Maha Kuasa."
Ana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Pak Rudi. Ia merasa bahagia melihat semua orang berkumpul, saling menyemangati dan memberikan dukungan pada masa sulit ini.
Setelah selesai membaca Yasin dan doa bersama, suasana di ruangan berubah menjadi lebih ceria. Para tamu berkumpul di sudut ruangan, saling berbincang dengan penuh keakraban.
Ana yang duduk berdampingan dengan Rakha mengucapkan terima kasih atas semua yang pria itu lakukan. Tak pernah ada dalam bayangannya jika akan di berikan semua ini oleh atasannya itu.
Malam menjelang berakhir, Ana berdiri di depan para tamu yang sudah hampir pulang. Semua pandangan tertuju padanya.
"Dalam kesedihan kami, kehadiran kalian hari ini memberikan kami sejumput kebahagiaan. Terima kasih telah hadir dan mendoakan ayahku," ujar Ana dengan suara tulus.
Para tamu tampak tersentuh oleh kata-kata Ana. Mereka memberikan salam perpisahan dan ucapan terima kasih kepada Ana atas semua yang diberikan. Ana menyelipkan amplop pada setiap yang bersalaman dengannya.
Ana dan Rakha saling berpandangan. Kata-kata tidak perlu dia ucapkan karena pasti pria itu tahu betapa berartinya kehadirannya saat ini.
Setelah semua tamu pergi, Ana dan Rakha duduk di ruang tamu yang sepi. Mereka terdiam sejenak, mengenang momen yang baru saja terjadi.
"Pak, terima kasih sudah selalu ada untukku," ujar Ana, suaranya penuh keharuan. "Malam ini menjadi spesial, dan aku tidak akan melaluinya dengan baik tanpa kehadiranmu dan dukunganmu."
Ana sudah tidak begitu canggung lagi dengan atasannya itu. Sudah bisa bicara dengan menyebut dirinya, aku.
"Aku melakukan semua dengan ikhlas. Kehadiran kamu juga sangat berarti untuk putriku. Kamu dengan ikhlas melayani semua kemauan Chelsea dan dengan tulus menyainginya," ucap Rakha. Mereka bertiga duduk di ruang tamu itu. Chelsea berada dalam pangkuan Ana.
Ayu dan ibunya masih sibuk dengan makanan yang masih banyak tersisa. Tadi Ana telah meminta pada ibunya untuk memberikan pada para tetangga. Namun, Ibu Rida meminta Ayu untuk menyimpannya saja.
"Pak, aku menyayangi Chelsea dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan seperti ini," ucap Ana lagi.
"Aku akan memberikan jauh lebih dari ini nantinya, Ana. Aku akan melakukan apa pun untukmu," ucap Rakha.
"Maksud Bapak?" tanya Ana masih belum paham.
"Besok saat kita sampai di kota aku akan mengatakannya. Sebaiknya sekarang kita pamit kembali ke hotel. Besok kamu bisa pamitan dengan ibu Rida untuk terakhir sebelum kembali ke kota," jawab Rakha. Ana mengangguk setuju dengan apa yang Rakha katakan. Dia berjalan mendekati ibu Rida untuk pamit.
***
Selamat Pagi. Semoga semua dalam keadaan sehat dan dalam lindungan Tuhan. Mama kembali membawa satu novel buat rekomendasi baca sambil menunggu novel ini update. Terima kasih.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...