Jejak Tanpa Nama mengisahkan perjalanan Arga, seorang detektif muda yang berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai kasus kriminal, namun selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Suatu malam, ia dipanggil untuk menyelidiki sebuah pembunuhan misterius di sebuah apartemen terpencil. Korban tidak memiliki identitas, dan satu-satunya petunjuk yang ditemukan adalah sebuah catatan yang berbunyi, "Jika kamu ingin tahu siapa yang membunuhku, ikuti jejak tanpa nama."
Petunjuk pertama ini membawa Arga pada serangkaian kejadian yang semakin aneh dan membingungkan. Saat ia menggali lebih dalam, ia menemukan sebuah foto yang tampaknya biasa, namun menyembunyikan banyak rahasia. Foto itu menunjukkan sebuah keluarga dengan salah satu wajah yang sengaja dihapus. Semakin Arga menyelidiki, semakin ia merasa bahwa kasus ini lebih dari sekadar pembunuhan biasa. Ada kekuatan besar yang bekerja di balik layar, menghalangi setiap langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyy93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk ke Sarang Helios
Malam itu semakin dalam, langit yang kelam menambah suasana mencekam yang mereka rasakan. Arga, Alya, Lina, dan anggota aliansi mereka, yang kini lebih banyak dan lebih siap, bergerak dengan hati-hati melewati lorong-lorong sempit dan jalanan sepi. Setiap langkah mereka disertai dengan kesunyian, namun di balik kesunyian itu ada ketegangan yang menggerayangi hati mereka.
“Ini sudah terlalu dekat,” bisik Alya, matanya waspada terhadap setiap gerakan di sekitar mereka. “Aku tidak suka suasana seperti ini. Helios pasti sudah tahu kita ada di sini.”
Arga menatapnya dengan tatapan yang penuh tekad. “Jika mereka sudah tahu, kita tidak akan keluar dengan cara biasa. Kita harus bergerak cepat dan pastikan tujuan kita tercapai.”
Lina, yang sejak awal lebih pendiam, mengamati sekeliling. “Pintu masuk itu, di sana,” katanya, menunjuk ke arah sebuah gedung tua yang terlindungi oleh tembok baja setinggi dua lantai. "Menurut informasi yang kita dapat, itu adalah titik masuk utama ke fasilitas inti mereka."
Mereka semua berhenti sejenak, memastikan posisi mereka aman sebelum melanjutkan. Dari kejauhan, mereka bisa melihat pengamanan yang lebih ketat di sekitar area markas Helios. Pos-pos pengawasan, kamera yang berputar, dan satelit pengintai yang mengawasi setiap sudut.
Damar yang sejak tadi memimpin mereka, memegang sebuah perangkat komunikasi yang memungkinkan mereka untuk tetap terhubung dengan anggota aliansi yang bertugas di luar. “Kita hanya punya waktu satu jam sebelum sistem pertahanan mereka diaktifkan sepenuhnya,” katanya, suara bisiknya hampir tidak terdengar. “Kita harus bergerak cepat.”
Arga mengangguk dan mengatur langkah. “Alya, Lina, pastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Aku akan memimpin jalan.”
Mereka bergerak menyusuri gang-gang sempit, menghindari patroli yang mungkin muncul kapan saja. Namun, semakin dekat mereka dengan markas Helios, semakin sulit untuk menyembunyikan jejak mereka. Kamera-kamera pengintai mengawasi setiap sudut, dan mereka tahu bahwa satu kesalahan kecil bisa berakhir fatal.
Alya dan Lina berjalan di belakang Arga, selalu waspada terhadap setiap suara atau gerakan yang tidak biasa. Mereka tidak bisa membiarkan Helios mengetahui kehadiran mereka. Jika mereka ketahuan, bukan hanya misi mereka yang gagal, tetapi juga masa depan dunia yang tergantung pada keberhasilan mereka.
Mereka akhirnya tiba di depan pintu besar yang menuju ke dalam markas. Di depan pintu itu, ada dua penjaga berseragam hitam yang tampak waspada. Raka, yang telah bergabung dengan mereka, melangkah maju dan mengeluarkan sebuah alat kecil yang dapat mengakses sistem pengamanan.
“Ini dia,” katanya dengan percaya diri, sambil memasukkan alat ke dalam celah pengunci pintu. Dalam hitungan detik, pintu terbuka, memberikan mereka akses ke dalam.
Arga memimpin mereka ke dalam, dan mereka segera memasuki ruang yang gelap. Mereka tahu bahwa setiap detik yang berlalu semakin mendekatkan mereka pada pertarungan yang tidak bisa dihindari. Di dalam markas ini, Helios tidak hanya memiliki kekuatan fisik, tetapi juga teknologi canggih yang dapat memantau dan menghancurkan siapa saja yang berani melawan mereka.
“Mari kita temukan inti mereka,” kata Arga, suaranya penuh determinasi. “Kita harus menghancurkan pusat kendali mereka.”
Dengan hati-hati, mereka bergerak melalui lorong-lorong sempit, menyusuri setiap ruang yang bisa memberi petunjuk tentang keberadaan pusat kendali Helios. Mereka berhenti sejenak di setiap tikungan, memastikan tidak ada yang mengikuti jejak mereka.
Lina memegang sebuah peta digital kecil, yang menunjukkan posisi mereka dan beberapa titik penting di dalam markas. “Menurut peta, kita harus menuju lantai bawah,” katanya dengan tenang, menunjuk ke arah tangga yang tersembunyi di balik pintu baja. “Itu adalah tempat di mana pusat kendali mereka berada.”
Mereka turun melalui tangga sempit, menyelinap di balik bayang-bayang, dan memastikan untuk tidak menimbulkan kebisingan. Setiap langkah mereka semakin mendekat pada tujuan mereka yang sangat krusial. Namun, ketegangan semakin terasa, karena mereka tahu bahwa setiap gerakan mereka bisa dipantau.
Alya menatap peta sekali lagi, memastikan tidak ada yang terlewat. “Ada banyak penghalang di depan. Kita harus berhati-hati.”
“Jangan khawatir,” jawab Arga dengan tenang. “Jika kita sudah masuk ke inti markas, kita harus mengakses server mereka. Jika kita bisa menghancurkan server pusat, kita bisa menghentikan semua operasi mereka.”
Begitu mereka mencapai lantai bawah, suasana berubah menjadi lebih suram. Ruangan besar terbentang di depan mereka, dengan layar-layar besar yang menampilkan peta dan data sensitif dari seluruh dunia. Di tengah ruangan itu, ada sebuah meja besar dengan beberapa komputer yang terhubung langsung ke sistem pusat Helios.
Namun, di sekitar ruangan, ada pengawal yang bersenjata lengkap, dan beberapa alat pengawasan yang tampaknya siap untuk mendeteksi keberadaan mereka. Arga, Alya, dan Lina menyelinap di balik meja besar yang ada di tengah ruangan, bersembunyi dari pandangan para penjaga.
Arga memandang Alya dan Lina, memberi isyarat agar mereka bergerak perlahan. Mereka harus mencapai komputer utama itu tanpa membuat kebisingan, jika tidak, semua akan berakhir.
Lina mendekat ke komputer pusat dengan hati-hati, sambil menggali alat pemecah kode yang telah mereka persiapkan sebelumnya. "Aku bisa membobol sistem ini," katanya dengan suara pelan.
Sementara itu, Arga dan Alya mengawasi setiap gerakan yang ada di sekitar mereka. Mereka tahu bahwa waktu terus berjalan, dan setiap detik yang berlalu semakin berbahaya. Tiba-tiba, sebuah suara dari alat komunikasi di tangan Damar berbunyi.
“Arga,” suara Damar terdengar cemas, “Ada pasukan tambahan yang menuju ke arah kalian. Waktu kalian semakin sedikit.”
Arga menatap Alya dan Lina, yang sedang bekerja dengan cepat. “Lina, cepat. Kita tidak punya banyak waktu!”
Lina menekan beberapa tombol di layar komputer, dan dalam hitungan detik, layar itu berubah menjadi hitam. "Sistemnya terhenti. Kita berhasil."
Namun, kemenangan itu hanya sementara. Alarm tiba-tiba berbunyi keras, dan pintu masuk utama mulai terbuka. Pasukan Helios datang menyerbu ke dalam ruangan.
"Ini waktunya," Arga berteriak, menarik senjata dan memimpin mereka keluar dari perlindungan meja. "Pertahankan posisi kita, kita harus keluar hidup-hidup!"
---