Demi melanjutkan hidup, Hanum terpaksa melarikan diri keluar kota untuk menghindari niat buruk ayah dan ibu tiri yang ingin menjualnya demi memperbanyak kekayaan. Namun siapa sangka kedatangannya ke kota itu justru mempertemukannya dengan cinta masa kecilnya yang kini telah menjadi dosen. Perjalanan hidup yang penuh lika-liku justru membawa mereka ke ranah pernikahan yang membuat hidup mereka rumit. Perbedaan usia, masalah keluarga, status, masa lalu Abyan, dan cinta segitiga pun turut menjadi bumbu dalam setiap bab kisah mereka. Lalu gimana rasanya menikah dengan dosen? Rasanya seperti kamu menjadi Lidya Hanum.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Thirteen
"Baik kelas hari ini selesai" ucap Abyan menyudahi pertemuan di mata kuliah jurusan sastra Indonesia. Hari ini ia menggantikan Bu Lusi, karena sedang cuti hamil.
Para mahasiswa terlihat antusias saat Abyan menerangkan puisi dan membacakannya di depan kelas.
Dan ketika kelas berakhir mereka terlihat kecewa karena mata kuliah sastra Indonesia yang dibawakan Abyan berakhir begitu saja.
Abyan sendiri adalah Dosen di departemen Ilmu jurnalistik dan komunikasi, entah mengapa pak Bambang menyuruh nya untuk menggantikan mata perkuliahan Sastra Indonesia hari ini.
Sesungguhnya Abyan ingin menolak tapi pak Bambang terus-menerus menghubungi nya sejak dua hari yang lalu. Abyan dengan susah payah berdiskusi dengan dirinya sendiri untuk yakin masuk ke kelas itu pada hari ini.
Meskipun pendidikan yang ia ambil pada masa perkuliahan sangat berbeda jauh dengan pekerjaan di kantornya, tidak membuat Abyan frustasi menghadapi beberapa kesulitan di dunia kerjanya. Justru ia melakukan nya dengan senang hati, merancang aplikasi, mengedit dan sebagainya ia lakukan sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
Mungkin itu yang membuat pak Andre mengistimewakan Abyan, serta memberinya posisi yang terbaik pula di kantor.
Setelah keluar dari kelas sastra Indonesia, ia kembali ke habitat yang sesungguhnya. Tempat yang seharusnya ia berada, yaitu ruang kelas yang di sudah di penuhi dengan Mahasiswa jurusan komunikasi.
Sebelum masuk Abyan mengucapkan permintaan maaf karena sedikit telat memasuki kelas hari ini. Dikarenakan gedung nya agak jauh.
Abyan pun memulai materi perkuliahan.
Setelah dua jam menjelaskan materi akhirnya kelas nya berakhir. Abyan menghembuskan nafas lega karena tugas nya di kampus hari ini selesai dan berjalan lancar.
Saat itu sore hari, kampus sedang ramai dengan mahasiswa yang bersantai di taman. Abyan, seorang dosen muda yang terkenal pintar dan kalem, sedang duduk di bangku dekat pohon sambil menikmati secangkir kopi hangat setelah kelas yang baru saja selesai. Beberapa mahasiswi yang terpesona dengan karismanya mulai menghampiri dan berkumpul di sekitarnya, mencoba mengobrol dengan cara yang sedikit lebih akrab dari sekadar teman dosen dan mahasiswa.
Salah satu mahasiswi, Lia, yang sering mengganggu Abyan, mulai berbicara. "Pak Abyan, kamu keren banget deh tadi di kelas. Bisa kasih tips buat ujian nggak?" tanyanya dengan senyum manis, berharap Abyan memberikan perhatian lebih.
Abyan tersenyum sopan, namun mulai merasa sedikit canggung. "Ah, terima kasih, Lia. Semoga kamu bisa mempersiapkan diri dengan baik. Jangan ragu tanya kalau ada yang bingung," jawabnya dengan santai, mencoba menghindari pembicaraan yang terlalu pribadi.
Namun, mahasiswi lainnya, Dina, ikut bergabung dengan senyuman lebar. "Iya, Pak Abyan. Kamu tuh kayaknya gampang banget diajak ngobrol, ya? Nanti kalau ada waktu, boleh dong belajar bareng?" katanya sambil menyentuh lengan Abyan dengan nada yang sedikit lebih berani.
Abyan merasa semakin risih, tetapi tak ingin terkesan kasar, jadi dia tetap memberi senyum ramah dan mencoba mengalihkan pembicaraan ke topik umum. "Tentu, kita bisa belajar bareng kapan-kapan. Tapi jangan terlalu sering ganggu saya ya, nanti malah jadi repot," jawabnya sambil tertawa kecil, berharap suasana bisa menjadi lebih santai.
Tiba-tiba, muncul seorang pria dengan langkah aneh dan penampilan yang sangat berbeda. Itu adalah Darren. Darren berjalan mendekat dengan memakai rok mini berwarna cerah, kaos oversized, dan pita besar di rambutnya, yang jelas-jelas mengundang perhatian. Ia berjalan dengan langkah yang sangat anggun dan berlebihan, bahkan seolah-olah sedang berpose di runway.
Para mahasiswi yang semula berbicara dengan Abyan langsung terdiam, terkejut melihat penampilan Darren yang sangat nyeleneh. Abyan yang sedang melayani obrolan mahasiswi tersebut pun menoleh, dan ekspresinya langsung berubah menjadi bingung dan terkejut.
"Darren?" Abyan hampir terjatuh dari bangku saking kagetnya. "Lo kenapa jadi kayak gini?" tanyanya, belum bisa mencerna situasi.
Darren berhenti tepat di depan Abyan, mengangkat tangannya dramatis, lalu berkata dengan suara lembut dan penuh percaya diri, "Abyan, sayang... jangan biarkan para wanita ini mengganggu kamu. Aku di sini untuk melindungimu dari gangguan mereka!" Darren menatap para mahasiswi dengan tatapan penuh tantangan, seolah-olah siap berperang.
Lia, Dina, dan beberapa mahasiswi lainnya saling berpandangan bingung. Salah satu dari mereka, Dina, akhirnya memberanikan diri bertanya, "Eh, lo siapa?" dengan suara kebingungan yang jelas terdengar.
Darren membenarkan posisi roknya, "Kamu nggak bisa lihat haa? Buta yaa?”
Mereka terlihat kebingungan, “Yang jelas dong kalau ngomong”
“Dia siapa pak?” tanya Dina.
“Ah dia itu...”
Darren meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir Abyan.
“Kamu nggak usah malu dan gugup gitu sayang, aku akan menjelaskan semuanya”
Abyan dengan segera menyingkirkan jari telunjuk Darren dan meludah.
“Aku kekasih Abyan, aku pacarnya, aku juga penjaga pribadi Abyan. Jadi, kalau ada yang berani ganggu, bisa-bisa ada masalah," jawab Darren dengan nada sangat dramatis, seolah dia sedang bermain peran dalam film.
Abyan yang sudah mulai tertawa terbahak-bahak akhirnya menjawab, "Darren, lo gila banget sih!" sambil menahan perutnya yang sakit karena tertawa. "Lo kira mereka bakal mundur begitu aja?" tanyanya, merasa malu sekaligus terhibur dengan tingkah temannya.
Dina dan Lia, yang tadinya ingin dekat dengan Abyan, sekarang mulai merasa canggung dan tak tahu harus berbuat apa. Mereka melihat penampilan Darren yang konyol dan perkataannya yang semakin aneh. Dengan sedikit tersenyum canggung, Dina akhirnya berkata, "Ah, baiklah kalau gitu. Kita nggak mau ganggu lagi, deh."
Darren, yang tampak puas dengan hasil 'perannya', mengedipkan mata ke Abyan dan berkata, "Tuh, kan, beres. Cuma tinggal lihat siapa yang bakal berani ganggu lagi." Dengan gaya sangat percaya diri, Darren berbalik dan berjalan menjauh, kembali dengan langkah anggunnya.
Abyan, yang kini sudah tidak bisa menahan tawa lagi, hanya bisa menggelengkan kepala. "Darren, lo bikin gue malu aja," katanya sambil masih tertawa.
Para mahasiswi yang tadinya mendekati Abyan akhirnya pergi dengan senyum kikuk, sementara Darren merasa puas dengan "perlindungannya" yang sukses mengusir mereka. Abyan masih belum bisa berhenti tertawa, menyadari bahwa Darren, meski tingkah lakunya konyol, telah berhasil membuat suasana menjadi lebih ringan dan menghindarkannya dari perhatian yang tak diinginkan.
Setelah kejadian lucu di taman kampus, Abyan dan Darren akhirnya pergi bersama menuju mobil yang terparkir di parkiran kampus. Darren duduk dengan santai di kursi penumpang depan, sementara Abyan mengemudi dengan wajah yang sedikit cemberut. Kejadian tadi masih terngiang-ngiang di kepala Abyan, dan meskipun dia merasa terhibur, ada sedikit rasa kesal yang mulai muncul.
Darren, yang masih merasa puas dengan tingkah lakunya, menatap ke luar jendela dengan ekspresi penuh percaya diri, sambil menyeringai lebar.
“Jadi ini yang lo bilang solusi lo itu?”
Darren terkekeh geli.
"Gue kan udah bilang, Abyan, gue bakal ngasih lo solusi buat ngurus tuh ceewek – cewek gatel yang nempelin lo mulu.Tadi tuh udah lumayan efektif, kan?" ujarnya, sambil tertawa ringan.
Abyan menatap jalan dengan tatapan serius, mencoba menenangkan pikirannya. "Lo tuh lebay banget sih, Darren," katanya dengan nada yang sedikit kesal. "Kita kan bukan main teater. Kenapa sih lo harus tampil kayak gitu? Lo buat gue malu, tahu gak? Dan tuh pakaian lo tadi bikin gue geli" Abyan menggigit bibirnya, berusaha agar suaranya tetap terdengar tenang, meskipun kesalnya mulai keluar.
Darren menyadari perubahan nada suara Abyan dan akhirnya menoleh ke arah sepupunya itu. "Eh, gue cuma pengen bantu lo aja, bro," jawabnya, nada suaranya mulai lebih serius, meskipun masih ada senyum nakal di bibirnya. "Lo kan nggak enakan sama mereka. Jadi gue pikir gue harus 'bertindak'. Lagian, lo kan nggak suka kalau mereka deket-deket terus."
Abyan menarik napas panjang. "Iya, gue ngerti maksud lo, tapi lo ngerti gak, lo malah bikin suasana makin aneh aja. Tadi tuh mereka jadi makin nggak tahu harus gimana, dan gue jadi serba salah," jawab Abyan, sedikit mengeluh. "Lo kira mereka bakal mundur cuma karena lo pake rok dan makeup?"
Darren tertawa kecil, merasa sedikit disalahpahami. "Ya, itu kan bagian dari strategi! Kadang-kadang lo butuh pendekatan yang 'berbeda' buat ngusir orang-orang yang terlalu percaya diri," jawab Darren, mencoba membela diri dengan cara yang konyol.
Abyan menggelengkan kepala, meskipun dia sebenarnya merasa terhibur. "Lo emang gak ada habisnya, Darren. Tapi, lain kali, lo jangan sampe kayak gitu lagi, ya. Gue gak mau kejadian yang sama terulang lagi. Gue bisa kok ngurusin ini sendiri," katanya dengan nada yang lebih tenang.
Darren menyadari bahwa Abyan benar. Dia sudah cukup dewasa dan bisa menghadapi situasi seperti itu tanpa bantuan yang berlebihan. "Oke, oke, gue ngerti. Gue cuma nggak mau lo merasa gak nyaman," jawab Darren dengan nada lebih serius, menunjukkan bahwa dia tetap peduli dengan sepupunya meskipun cara yang dipilihnya agak nyeleneh.
Abyan akhirnya tersenyum tipis, sedikit merasa lega. "Yaudah, makasih, Darren. Tapi kalau lo mau bantu, jangan dengan cara yang kayak gitu. Gue takut gue makin malu," ujar Abyan, sambil menyentuh setir mobil.
Darren tertawa, kali ini lebih ringan dan tidak terlalu dramatis. "Oke deh, gue janji nggak bakal lebay lagi. Tapi, lo tahu kan, kalau gue masih ada buat lo kapan aja?"
Abyan tersenyum, merasa bersyukur punya sepupu seperti Darren, meskipun tingkah lakunya kadang-kadang membuatnya kesal. "Iya, gue tahu, Darren. Tapi lain kali, cukup ngasih tahu aja, jangan sampe ada drama." Abyan tertawa, dan suasana di dalam mobil jadi lebih santai.
Dengan begitu, keduanya melanjutkan perjalanan mereka dengan lebih ringan, meski kejadian tadi masih menjadi bahan pembicaraan antara mereka.
***
Dina pulang dari kampus dengan wajah penuh semangat. Ia segera menghampiri Ara, kakaknya, yang sedang duduk di ruang tamu bersama teman-temannya: Dito, Fio, Arumi, dan Dimas. Mereka sedang asyik berbincang tentang berbagai topik ringan.
Dina masuk dengan langkah cepat, membawa kabar yang menghebohkan. Semua mata pun tertuju padanya.
"Kak Ara! Aku baru lihat sesuatu yang aneh banget di kampus tadi." teriak Dina.
"Apa lagi sih, Din? Kalau cuma gosip receh, mending jangan lebay."
"Ini serius! Tadi aku lihat dosenku, Pak Abyan, dijemput sama seorang laki-laki yang gayanya... ya ampun, seperti perempuan banget! dia pakai rok mini berwarna cerah, kaos oversized, dan pita besar di rambutnya"
Dito langsung tertawa terbahak-bahak.
"Hah? Maksudnya gimana, Din? Jangan-jangan itu pacarnya?" Tanya Fio.
Arumi terkejut dan agak panik, "Enggak mungkin! Abyan itu... enggak seperti itu. gue yakin itu cuma salah paham atau temannya yang iseng."
"Tapi kalau benar, lucu juga sih. Baru tahu selera Abyan ternyata begitu." ledek Dito
Arumi memelototi Dito.
"Lo ngomong apa sih, Dito? Abyan bukan tipe orang seperti itu! Dia kan dosen yang... yang... ya pokoknya keren." ucap Arumi.
Ara mencoba menenangkan suasana.
"Sudahlah, mungkin itu cuma sepupunya atau teman lama. Dina, kamu yakin enggak salah lihat?" tanya Ara.
"Ya jelas yakin, Kak. aku sama temen - temen aku tuh lagi ngobrol sama pak abyan, eh tiba - tiba tuh orang nyamperin kita. Kalian tau, cara jalannya anggun banget dan berlebihan, bahkan seolah-olah kayak lagi pose di runway gitu, geli banget..."
Suasana ruang tamu jadi riuh. Dito dan Fio terus menggoda Arumi, yang terlihat kesal sekaligus bingung. Dimas, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara.
"Mungkin enggak sih, orang itu memang sengaja tampil mencolok buat bikin heboh? Atau Abyan sendiri enggak peduli dengan cara orang itu berpakaian?"
"Gue tetap enggak percaya. Besok Gue bakal tanya langsung ke Pak Abyan!"
Semua terdiam mendengar tekad Arumi. Dina hanya mengangkat bahu, sementara Ara menggeleng pelan.
"Arumi, jangan sampai lo malu sendiri ya. Ya soalnya Abyan pasti malu nggak sih, entar dikira lo tau dari mana lagi, yang ada Abyan kesal sama lo"
Namun, di balik semua obrolan ini, Dina tampak tersenyum kecil. Ia ingat bagaimana Pak Abyan hanya tertawa ringan saat orang yang menjemputnya bersikap ramah dan sedikit over-the-top. Dina yakin, ada cerita menarik di balik kejadian itu, dan ia tidak sabar melihat reaksi Arumi keesokan harinya.
"Dinaaa... please banget pokoknya lo harus tetap pantau tuh calon suami gue"
"Dih... apaan, ogah ntar aku dijambak lagi ama tuh banci"
Arumi memanyunkan bibirnya.
"Kalau kakak jadian sama pak abyan, berarti saingan kakak banyak dong yaa? secara... aku tuh juga naksir dikit sama beliau"
"DINAAAAAAAAAAAA"
Dina hanya nyengir tak berdosa.
Di ruang tamu, percakapan berubah menjadi lelucon, tetapi bagi Arumi, hal ini adalah urusan serius. Ia tidak ingin citra Abyan yang selama ini ia kagumi terganggu oleh kejadian aneh tersebut. Semua pun menunggu hari esok untuk menemukan jawaban. Akan jadi drama besar atau sekadar salah paham belaka?
***
Lanjut lee
gue bolak balik check mana cuman 1 bab lagi Thor 😭😭 tegaaaaaa banget...
Btw gue suka banget kak, sama pemeran pendukung nya, dimas sama Arumi semoga jadian yaaa 🤣🤣🤣🤣