NovelToon NovelToon
Little Girl And The Secrets Of The World

Little Girl And The Secrets Of The World

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Horror Thriller-Horror / Epik Petualangan / Dunia Lain / Perperangan
Popularitas:145
Nilai: 5
Nama Author: YareYare

menceritakan seorang anak perempuan 10tahun bernama Hill, seorang manusia biasa yang tidak memiliki sihir, hill adalah anak bahagia yang selalu ceria, tetapi suatu hari sebuah tragedi terjadi, hidup nya berubah, seketika dunia menjadi kacau, kekacauan yang mengharuskan hill melakukan perjalanan jauh untuk menyelamatkan orang tua nya, mencari tau penyebab semua kekacauan dan mencari tau misteri yang ada di dunia nya dengan melewati banyak rintangan dan kekacauan dunia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YareYare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 18. Perang Besar Bagian 3

1 Hari Sebelum Rakyat Magi Keluar dari Hutan Treeden

Pagi itu, langit mendung dan hujan tak henti-hentinya mengguyur. Teriakan pertempuran sudah memenuhi seluruh wilayah Magi. Air hujan yang mengalir di tanah tampak merah, bercampur darah dari para prajurit yang telah gugur dan tergeletak tak bernyawa di tanah. Meski begitu, banyak prajurit yang masih bertempur dengan gigih, berusaha bertahan di tengah serangan orc yang terus berdatangan.

Tempat pengobatan yang dimiliki setiap negara kini dipenuhi oleh prajurit yang terluka parah, banyak yang terbaring sekarat. Pasukan udara tetap ikut berperang, meluncurkan serangan dari langit. Kebakaran di hutan barat semakin meluas, api terus merambat ke berbagai tempat, semakin mendekati Hutan Treeden yang dipenuhi pohon-pohon raksasa. Hujan deras tidak mampu memadamkan api, malah asap hitam mulai menyelimuti berbagai penjuru Treeden.

Di tengah Hutan Treeden, rakyat Magi terus berjalan, menuju reruntuhan bekas kota mereka. Kota yang kini telah berubah menjadi medan pertempuran antara tujuh negara, dengan satu di antaranya telah jatuh, yaitu Negara Ner. Para rakyat Magi berjalan tanpa mengetahui bahwa Hutan Barat yang hampir mereka lewati sedang dilalap api. Hanya Ratu Peri dan beberapa peri yang mengetahui keadaan itu, namun mereka memilih diam. Para peri tahu, jika mereka memberi tahu rakyat, itu hanya akan membuat mereka kehilangan semangat untuk merebut kembali tanah mereka.

Sementara itu, di tengah pertempuran, pasukan Midra mulai menyadari bahwa pasukan mereka yang terlibat di sana semakin kelelahan dan jumlah mereka terus berkurang. Ini adalah kesempatan yang mereka tunggu-tunggu. Mereka menyembunyikan 100 orc yang siap diterjunkan, dan kini orc-orc itu mulai bergerak mengikuti pasukan Midra menuju inti pertempuran.

Di sisi lain, di tempat pasukan Yidh:

"Jenderal, tiga kesatria sihir Yidh sudah siap. Riza akan membuka lingkaran sihir teleportasi."

"Bagus," jawab sang jenderal dengan penuh keyakinan. "Meskipun hanya tiga orang, mereka akan memberi kita keunggulan yang sangat berarti."

Tak lama kemudian, sebuah lingkaran sihir muncul dari tanah, berputar perlahan. Dari dalam lingkaran itu, tiga sosok mulai tampak satu per satu.

Sementara itu, di bagian utara Benua Ground, di tengah hutan yang gelap dan lebat, ada sebuah kerajaan yang tampak kusam. Tembok-temboknya dipenuhi lumut dan daun-daun yang membusuk, menciptakan kesan tempat yang kumuh dan terlantar. Di luar tembok, banyak noda berwarna merah yang menodai tanah. Di dalam istana, beberapa bangsawan sedang berbicara dengan nada serius.

"Yang Mulia, apakah kita tidak akan turun tangan ke Magi? Burung pengintai kita sudah berada di sana selama lima hari dan melaporkan keadaan. Inilah kesempatan kita untuk bergerak sekarang."

"Tidak perlu," jawab sang penguasa dengan tenang. "Kita tidak perlu turun tangan. Kita sudah mengirim pasukan orc ke Midra. Itu sudah cukup untuk investasi kita. Lagipula, sepertinya Yidh tidak akan tinggal diam. Mereka memiliki penyihir yang kuat, dan aku tidak menyangka mereka ada di Benua Ground. Jika kita turun tangan sekarang, kita justru akan kesulitan jika Yidh mengeluarkan kesatria mereka."

"Jadi, apakah kita hanya akan diam saja?"

"Ya," jawab sang penguasa dengan tegas. "Negara Toxim ini tidak perlu terlibat terlalu jauh dengan urusan negara-negara luar."

Sementara itu, di tempat Yidh, sihir teleportasi mulai muncul.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini cahaya dari lingkaran teleportasi lebih terang dan menyilaukan. Para orc yang melihat cahaya itu terpancing dan mulai mendekatinya. Di tengah lingkaran, tiga sosok mulai terlihat keluar satu per satu. Secara perlahan, sinar lingkaran teleportasi itu mulai memudar, dan tiga orang kesatria sihir Yidh muncul, mengenakan jubah panjang berwarna putih dengan garis-garis emas.

Salah satu dari mereka, yang sedikit lebih pendek, mulai melangkah ke depan. Dia memiliki rambut hitam yang sedikit panjang dan terlihat tidak terurus. Kulitnya sedikit cokelat, dan tatapannya tampak mengantuk, dengan kantung mata hitam seperti bola mata yang gelap. Suaranya terdengar malas ketika dia berbicara.

"Wuaaah, pemandangannya seram sekali… hey, lihat itu, banyak sekali orc yang bergerak ke sini, tapi... bodo amat sih. Hey, Jenderal, bolehkah aku tidur dulu? Aku ngantuk sekali."

Salah satu kesatria lainnya yang berdiri tegak di sampingnya menatapnya dengan tajam. Badannya tinggi dan kekar, kulitnya putih, dan rambutnya sangat pendek, hampir botak. Tatapannya tajam, dengan alis tebal dan mata cokelat yang penuh kekuatan.

"Lust, kau ini harus jaga sikapmu di depan atasan kita," katanya dengan nada serius.

Lust hanya mendengus dan menjawab, "Cih, kau selalu saja tegas, Vermi. Sangat membosankan."

"Listen to me, Lust," kata Vermi dengan tegas. "Jika perilakumu selalu seperti itu, suatu hari nanti orang-orang akan membencimu. Apalagi saat ini, kau berada di dekat Jenderal. Itu benar-benar tidak sopan."

Lust mendengus dan mengangkat bahu. "Bla bla bla, berisik sekali, bodo amat. Oi, Rika, jangan diam saja, katakan sesuatu."

Tak lama kemudian, seorang wanita muda yang mengenakan jubah putih yang sama seperti Lust dan Vermi mulai berbicara.

"Hahaha, kalian berdua kalau bertemu selalu saja seperti itu. Apa kalian nggak bosan?"

Dia adalah satu-satunya wanita yang dijadikan kesatria oleh Ratu Elen—seorang wanita muda berusia 20 tahun, bernama Rika. Badannya sedikit tinggi dengan kulit putih, rambutnya panjang hampir sampai punggung, berwarna cokelat. Ekspresinya ceria, dan matanya berwarna hijau. Rika sangat populer di kalangan prajurit Yidh karena kecantikannya. Selain itu, dia adalah satu-satunya penyihir yang memiliki sihir unik—kemampuan terbang, serta memiliki kekuatan sihir yang besar, hampir setara dengan pengguna sihir teleportasi.

"Hey, Lust, Vermi," kata Rika dengan nada santai, "kalau kalian bisa melihatnya dari atas, ini terlihat lebih menyeramkan. Jenderal, banyak sekali musuh di depan sana, tapi kelihatannya mereka cukup lemah, hahaha. Sebenarnya, aku sendiri sudah cukup, nggak perlu ngajak Lust dan Vermi juga."

"Rika benar," kata Lust sambil menguap. "Aku dan Vermi sepertinya nggak terlalu diperlukan. Jadi, bolehkah aku kembali? Aku ingin tidur."

Tiba-tiba, Jenderal Yidh yang sudah mendengarkan percakapan mereka, mulai berbicara dengan suara tegas.

"Rika, meskipun kau kuat, tetap akan kesulitan melawan ribuan musuh itu. Turunlah dan dengarkan aku. Vermi, seranglah para orc itu. Lust, bantu para prajurit Yidh melawan pasukan musuh. Rika, kau terbang dan lawan para penunggang wyvern yang ada di udara."

Rika mendengus kesal. "Cih, pada akhirnya aku harus bertarung juga. Membosankan… Aku ingin tidur."

Tak lama kemudian, ketiga kesatria itu mulai bergerak.

"Mereka memang orang-orang yang kuat, apalagi Rika. Terkadang mereka sulit diatur, mungkin karena perintah langsung dari Ratu Elen, jadi mereka mau mendengarkan aku…"

Siang itu, di sebuah tempat yang cerah, terdengar suara angin berhembus lembut. Di kiri dan kanan, pohon-pohon tumbuh berjauhan, ranting dan daun-daunnya melambai mengikuti hembusan angin. Di tengahnya, hamparan rumput hijau terbentang luas, dihiasi bunga-bunga kecil yang indah, dan air jernih mengalir perlahan di sela-sela bebatuan. Di tepi aliran air itu, tampak Hill terbaring tak sadarkan diri di antara rerumputan.

“Hill… hahaha… ampun! Ayah sudah tidak kuat, geli sekali! Hahaha… Ayah menyerah!”

“Hehe, Ayah sudah kalah! Sekarang giliran Ibu! Rasakan ini!”

“Hill… Hill! Ibu mudah geli… hahaha… Ibu menyerah, ampun… ampun!”

“Ibu lemah banget! Baru juga mulai, sudah menyerah,” ejek Hill sambil tertawa.

“Tapi bohong! Rasakan ini gelitikan dari Ibu!”

“Hahaha… Ibu curang! Hahaha…”

Apakah ini mimpi? Aku melihat diriku bermain dan bercanda di atas kasur bersama Ibu dan Ayah...

Melihat itu, Hill mulai mengeluarkan air mata.

Tidak… tidak… aku tidak boleh menangis. Itu hanyalah masa lalu. Menangis pun tidak akan membuatku merasakan kebahagiaan itu lagi.

Namun, Hill terus melihat dirinya dan orang tuanya yang sedang bercanda.

Tidak… aku tidak boleh menangis. Aku harus bangun.

Hill mulai berbalik dan mencoba pergi dari tempat itu. Tiba-tiba, pundaknya terasa hangat, seperti ada yang menyentuh dari belakang. Hill berbalik dan melihat sosok ayahnya berdiri di sana, memegang pundaknya sambil tersenyum.

“Hill,” kata Ayahnya lembut, “jangan tutupi perasaanmu. Jika kau ingin menangis, menangislah. Jika kau ingin tertawa, tertawalah. Jangan biarkan perasaanmu mati.”

Seketika, Hill terbangun sambil berteriak.

“Ayaaaah!”

Hill terbangun dengan air mata yang terus mengalir, lalu ia menangis tersedu-sedu.

"Ayah… aku merindukanmu. Aku ingin bertemu denganmu…"

Tak lama kemudian, Hill terkejut. Dia baru menyadari bahwa tas kelincinya tidak ada.

..Oh tidak... tasku! Ke mana tasku?..

Hill panik. Dengan cemas, dia mencoba bangkit berdiri. Namun, seketika itu juga tubuhnya lemas dan jatuh lagi. Perutnya terus berbunyi, rasa laparnya begitu terasa.

..Aku tidak tahu sudah berapa lama aku tertidur... Kenapa tubuhku lemas di saat seperti ini? Aku harus menemukan tasku..

Hill berusaha untuk bangun, tapi tubuhnya bergetar hebat, membuatnya sulit berdiri. Perlahan, perasaan putus asa mulai menguasai dirinya, dan matanya mulai tertutup.

“Hill, ini hadiah dari Ibu.”

“Hill, ini hadiah dari Ayah.”

..Ayah... Ibu... Aku tidak akan menyerah. Tas itu sangat berharga bagiku, dua barang berharga dari orang tuaku. Aku harus menemukannya!..

Dengan tekad yang kuat, Hill mencoba bangkit sekali lagi. Meski tubuhnya gemetar, dia berhasil berdiri dan mulai melangkah perlahan.

..Ke mana aku harus mencari tasku? Aku bahkan tidak tahu di mana aku berada... dan dari mana aku datang ke sini? Di mana kamu, Magi?..

Namun, tak lama setelah berjalan beberapa langkah, Hill terjatuh lagi. Tenaganya sudah benar-benar habis; dia tidak sanggup melangkah lebih jauh.

“Makanlah ini sampai kenyang.”

Tiba-tiba, dari arah kanan, muncul sosok pria tinggi mengenakan jubah hitam dan tudung yang menutupi wajahnya. Pria itu melemparkan sebuah kantong sihir ke arah Hill yang terbaring lemah. Tanpa berkata apa-apa lagi, pria itu segera berbalik, berjalan masuk ke dalam hutan dan menghilang di antara pepohonan yang lebat.

Hill segera duduk dan mengambil kantong sihir yang ada di dekatnya. Kantong itu lebih besar daripada kantong sihir miliknya. Dengan penasaran, Hill membuka kantong tersebut. Seketika, matanya berkedip terkejut—di sekelilingnya kini ada banyak sekali makanan! Roti, buah-buahan, daging sapi matang yang siap disantap, air minum, semuanya mengelilinginya.

Tanpa sadar, kantong sihir yang tadi dipegangnya sudah hilang. Tiba-tiba, tangannya terasa kosong, tak memegang apa pun lagi. Tanpa pikir panjang, Hill segera memakan makanan yang tersedia di dekatnya.

..Ini enak sekali... Pria itu pergi begitu saja. Aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepadanya. Tapi… rasanya aku pernah melihatnya sebelumnya… atau hanya perasaanku saja?..

Waktu berlalu, dan Hill merasa kenyang. Meski masih banyak sisa makanan, ia tidak bisa membawanya. Dengan berat hati, ia pun meninggalkan makanan itu dan mulai berjalan lagi, berusaha mencari tas kelincinya. Hill menelusuri tempat asing itu, tanpa tahu apakah ia berjalan ke arah yang benar atau tidak. Ia tidak ingat lewat mana ia sebelumnya, tapi ia tetap melangkah dengan penuh tekad.

Tak lama kemudian, Hill melihat sebuah pohon di depannya. Di batang pohon itu ada tanda panah yang sepertinya baru saja diukir.

..Apa ini? Apakah ini tanda yang harus kuikuti? Rasanya begitu...

Tanpa ragu, Hill mulai mengikuti tanda panah yang terukir di pohon itu, meski tidak tahu apakah itu aman atau tidak. Ia berjalan masuk ke dalam hutan, mengikuti tanda-tanda panah yang terus mengarah lebih dalam.

..Aku mengikuti setiap tanda yang terukir di pohon, tapi… aku masih belum menemukan tasku..

Hill terus berjalan, pandangannya tertuju ke bawah, mencari-cari jejak tasnya. Tak lama kemudian, tanda-tanda yang biasanya terukir di pohon mulai menghilang.

..Tidak ada tanda panah lagi di sini. Jangan-jangan, tasku ada di sekitar sini... Aku harus mencarinya..

Hill memeriksa setiap semak-semak dan tempat di sekelilingnya. Namun, tiba-tiba terdengar suara dari belakang. Hill segera berbalik, tapi tidak ada apa-apa di sana. Ia pun melanjutkan pencariannya, namun suara itu terdengar semakin dekat, seperti sesuatu yang sedang mengendap-endap.

"Siapa itu?"

Di depan Hill, semak-semak mulai bergerak. Ternyata seekor rubah kecil muncul dari balik dedaunan.

..Oh, cuma rubah... Kukira apa..

Namun, tiba-tiba dari belakang, seekor serigala besar menyerang Hill, mendorongnya ke depan. Cakarnya menyambar jubah Hill, merobek sedikit jubah bagian punggungnya. Hill terkejut dan ketakutan, serangan itu datang begitu tiba-tiba. Badannya bergetar hebat, sulit baginya untuk bergerak. Serigala itu mendekat, matanya menatap tajam, penuh ancaman.

Hill panik, melihat sekeliling dengan cemas. Di dekatnya, ada sebatang ranting pohon kecil namun cukup tebal. Ketika serigala itu melompat ke arahnya, Hill cepat-cepat meraih ranting itu dan memukul kepala serigala dengan sekuat tenaga hingga ranting itu patah. Serigala itu makin marah, dan Hill segera mundur, mencoba menjaga jarak.

Serigala itu kembali melompat dengan cepat, mulutnya terbuka lebar, siap menerkam. Ketika taring serigala hampir mengenai tangan kirinya, Hill dengan cepat menghindar. Dengan tangan kanannya, ia menusukkan ranting yang tersisa langsung ke dalam mulut serigala. Serigala, mengira sudah menggigit Hill, menutup mulutnya kuat-kuat. Ranting yang tertancap di mulutnya menancap semakin dalam, melukai bagian dalam mulutnya yang sudah sobek.

Serigala itu mengeluarkan suara erangan yang keras, namun perlahan-lahan suaranya melemah hingga ia tidak bergerak lagi. Hill, yang ketakutan, perlahan mundur menjauh hingga akhirnya terjatuh ke tanah, terbaring kelelahan.

"Aku berhasil… Syukurlah. Kukira aku akan mati"

Setelah menenangkan diri, Hill berdiri lagi dan melanjutkan pencariannya. Namun, tak lama kemudian, terdengar suara lolongan dari kejauhan, mengelilinginya. Hill terkejut. Di segala arah, kawanan serigala berlari mendekatinya dengan cepat.

..Oh tidak… Kenapa jadi begini? Padahal aku harus menemukan tasku..

Hill segera berlari, tetapi tak lama kemudian, ia terhenti. Di depannya, kawanan serigala mulai bermunculan, puluhan jumlahnya, mengelilinginya dari segala arah.

Apa yang harus kulakukan...

Semakin lama, serigala-serigala itu mendekat, perlahan tapi pasti. Hill mundur selangkah demi selangkah, bingung mencari jalan keluar. Setiap sisi telah dipenuhi serigala. Tiba-tiba, seekor serigala melompat ke arahnya. Dengan sigap, Hill menghindar. Namun, serigala-serigala lain mulai menyerang dari berbagai arah. Hill berusaha menghindar sebaik mungkin, tetapi jumlah mereka terlalu banyak. Akhirnya, salah satu serigala berhasil mendorong hill, membuatnya terjatuh. Serigala itu menginjak tangan dan kaki hill, membuatnya tidak bisa bergerak. Air liur serigala menetes, mengenai wajahnya, lalu serigala itu membuka mulutnya lebar-lebar di atas wajah Hill.

"Tolong... Siapa pun, tolong aku! Aku tidak boleh mati di sini...".

Tiba-tiba, makhluk berwarna putih terbang dengan cepat dari samping dan menabrak serigala itu hingga terpental jauh. Suara geraman ketakutan terdengar dari para serigala lain, yang seketika melarikan diri ke dalam hutan.

..Itu... itu unicorn!..

Unicorn putih yang pernah ia tunggangi bersama Levia, dan Helix muncul di hadapannya, dengan tas kelincinya tergantung di leher unicorn itu. Unicorn itu mendekat, berdiri di depan Hill.

"Itu... itu tasku! Kamu menemukannya, syukurlah. Terima kasih, Unicorn!"

Hill segera mengambil tasnya, membuka dan memeriksa isinya. Buku, kantong sihir, semuanya masih ada di dalamnya. Dengan lega, Hill terduduk, menarik napas panjang.

"Syukurlah, semuanya masih lengkap. Sebaiknya aku melihat buku ini lagi".

Hill dengan cepat mengeluarkan buku itu dan mulai membuka setiap halamannya satu per satu.

..Sepertinya tidak ada gambar baru di sini... Gambar-gambar yang terlihat masih sama: Pohon Pemberi Harapan kecil yang memberikan Daun Bintang lalu berubah menjadi Pohon Harapan, Xui Xix, Judith... dan masih banyak gambar yang belum terlihat jelas..

Matahari mulai meredup, langit sudah beranjak senja. "Sudah sore... Aku harus segera pergi ke Magi. Unicorn, tolong antarkan aku ke Magi."

Hill kemudian menaiki punggung unicorn itu, dan mereka mulai terbang. Hill tidak tahu arah pasti menuju Magi, tetapi ia percaya unicorn itu membawa mereka ke arah yang benar.

Di tengah peperangan yang berkecamuk di reruntuhan kota Magi, terlihat Jenderal Yidh berada di tempat pengobatan, memantau keadaan dan memberikan perintah secara sigap. Tiba-tiba, dari langit, Rika, salah satu kesatria terbaik Yidh, menghampirinya dengan wajah kelelahan.

"Jendralll, ini gawat! Aku sudah kelelahan. Mereka seperti tidak ada habisnya. Tak peduli seberapa kuat aku, jika jumlah mereka sebanyak ini, aku juga akan kelelahan pada akhirnya."

Rika terbang dengan cepat ke tempat pengobatan, lalu jatuh terduduk dengan wajah pucat.

..Ini benar-benar sulit. Aku tidak menyangka bahkan tiga kesatria Yidh tidak bisa mengatasi mereka. Vermil sudah berhasil mengalahkan banyak orc, dan Lust juga menumpas banyak pasukan musuh. Tapi pada akhirnya, mereka kelelahan... dan terbunuh di tengah pertempuran. Ini gawat, aku tidak menyangka situasinya akan seburuk ini..

"Rika, sebaiknya kau istirahat dulu di sini. Sayang sekali, kita telah kehilangan dua kesatria kita," ujar jendral dengan nada berat.

Sementara itu, di depan tempat pengobatan Yidh, tampak lokasi perawatan prajurit dari negara Acton.

"Lapor, Jenderal. Dua kesatria Yidh sudah tewas. Ahli pedang kita berhasil mengalahkan salah satu dari mereka, sementara yang satunya terbunuh oleh orc. Sekarang hanya kesatria wanita yang tersisa. Dia sulit diserang karena terus terbang dan menghindar dengan cepat. Sihir bertahan dan serangannya juga sangat kuat," lapor salah satu prajurit Acton.

Jenderal Acton tersenyum tipis. "Tidak masalah. Yidh mengira mereka memiliki sesuatu yang istimewa, tapi mereka bukan satu-satunya. Setiap negara memiliki prajurit-prajurit khusus yang sangat kuat. Yidh bukanlah negara spesial di sini."

Malam pun tiba. Hujan deras terus mengguyur, membasahi tanah yang kini dipenuhi prajurit-prajurit yang gugur. Jeritan pertempuran semakin berkurang, tak lagi sekeras sebelumnya.

Sementara itu Di tengah hutan Treeden, suasana mulai terasa semakin tegang.

“Rakyatku, akhirnya kita hampir sampai! Namun, semakin kita berjalan, semakin terasa hujan yang turun di sini,” seru seorang pemimpin, suaranya penuh harapan namun juga sedikit cemas.

Tak lama kemudian, Ratu Peri berdiri dan berbicara dengan tenang namun tegas.

“Semua, kita lanjutkan perjalanan. Kita tidak perlu tidur malam ini.”

Ratu Peri tahu bahwa beristirahat di tengah perjalanan sangat berisiko. Api yang membakar hutan sudah semakin dekat, dan dia takut api itu akan menjangkau tempat kita saat mereka sedang tidur. Beberapa orang merasa keberatan, sudah terlalu lelah dan membutuhkan istirahat untuk pertarungan yang akan datang.

“Kita tidak bisa berhenti di sini. Tempat ini sudah tidak aman. Percayalah padaku,” ujar Ratu Peri, suaranya penuh keyakinan. “Di depan sana, kita akan terus berlari. Mungkin formasi bertarung kita akan berubah nanti.”

Para warga mulai bingung mendengar ucapan Ratu Peri. Raja Van, yang berdiri di sampingnya, memandang Ratu Peri dengan penuh perhatian. Ia segera menyadari bahwa ada sesuatu yang terjadi di depan sana. Dengan bijaksana, Raja Van mencoba meyakinkan rakyatnya untuk terus bergerak.

“Terima kasih, Raja. Dan satu hal lagi, dengarkan aku, wahai rakyat Magi. Sesungguhnya, di depan sana sedang terjadi kebakaran hutan. Tempat itu sangat berbahaya sekarang. Tapi hujan deras turun di sana. Kita akan berlari terus melewati hutan yang terbakar, dan para peri akan memberikan sihir es untuk meringankan panasnya. Tahan diri kalian! Asap sudah memenuhi hutan itu. Setelah ini, kalian harus memilih: mundur atau tetap maju melewati hutan yang terbakar dan sesak dengan asap?”

Mendengar itu, semangat rakyat tidak surut. Mereka bersedia melewati segala rintangan demi tanah mereka. Anak-anak, orang tua, dan pemuda semua berteriak penuh semangat.

...Ternyata mereka akan tetap bersemangat demi tanah mereka...

“Para peri, berusahalah untuk mencegah bahaya di depan sana! Lindungi seluruh rakyat Magi! Majulah!” teriak Raja Van dengan lantang, suaranya menggema di seluruh hutan Treeden.

Sementara itu, di tempat lain, Hill terbang menunggangi Unicorn.

“Unicorn, sebenarnya kita akan pergi ke mana? Kamu bergerak sangat cepat, tapi kita belum sampai ke Magi juga. Apakah aku sangat jauh dari Magi?” tanya Hill, kebingungannya makin terasa.

...Rasanya percuma saja aku berbicara padanya. Semoga aku bisa segera sampai di sana...

Di tengah pertarungan yang sedang berlangsung di tempat pengobatan Yidh, suasana semakin kacau.

“Perintahkan Riza untuk membuka sihir teleportasi! Keadaan semakin genting. Suruh Riza ikut bertarung bersama kita!” teriak Jenderal Yidh, perintahnya penuh urgensi.

Jenderal Yidh segera memerintahkan prajurit untuk menghubungi pengguna sihir teleportasi dan memintanya bergabung dalam pertempuran yang semakin memanas di Magi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!