Cerita Tiger and Crane mengikuti kisah seorang anak bernama Hu Zi yang merupakan seorang anak yatim piatu yang cerdas dan ceria. Namun, suatu hari ia tak sengaja menelan mutiara merah, sebuah harta dari energi Yang terdalam. Kejadian ini, lantas menuntun dirinya kepada seorang master iblis yang suram bernama Qi Xuao Xuan. Dalam dunia hantu dan setan, kepribadian antara Hu Zi (Jiang Long) dengan Qi Xuao Xuan (Zhang Linghe) adalah dua pemuda yang memiliki kepribadian yang berbeda. Mereka akhirnya terpaksa berpetualang bersama karena mutiara merah. Sedangkan Hu Zi dan Qi Xuao Xuan yang diawal hubungan saling membenci menjadi bersatu hingga bersinar satu sama lain. Terlebih setelah mereka melalui banyak ujian hidup dan mati, membuat keduanya tumbuh menjadi lebih kuat satu sama lainnya. Hingga suatu hari, Qi Xuao Xuan masuk penjara karena melindungi Hu Zi. Hu Zi beserta teman-temannya akhirnya mengikuti seleksi nasional untuk master iblis, yang pada akhirnya mereka justru mengungkap konspirasi besar yang merupakan sebuah kebenaran seputar perang iblis yang telah terjadi pada 500 tahun lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Altar Bayangan
Langit di atas Bukit Bayangan mulai berubah warna menjadi keabu-abuan. Cahaya bulan yang redup perlahan tergantikan oleh awan hitam pekat, memberikan nuansa mencekam yang membungkus puncak bukit. Setiap langkah yang diambil Hu Zi dan teman-temannya terasa semakin berat, bukan hanya karena medan yang sulit, tetapi juga tekanan energi kegelapan yang terus meningkat.
“Kita hampir sampai,” Qi Xuao Xuan berkata dengan suara pelan, matanya terus mengamati sekeliling.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Shen Yue, tangannya masih memegang erat gagang pedangnya.
“Aku bisa merasakannya,” jawab Qi Xuao Xuan. “Energi di sini sangat berbeda. Ini adalah inti dari kegelapan.”
Hu Zi menghela napas berat, mencoba menenangkan detak jantungnya yang terasa seperti genderang perang di dadanya. Ia tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa sesuatu yang jauh lebih besar dari yang pernah mereka hadapi sedang menunggu mereka di puncak.
“Aku tidak suka ini,” gumam Yan Zhao. “Tempat ini seperti jebakan.”
“Tentu saja jebakan,” Qi Xuao Xuan menjawab dingin. “Tapi kita tidak punya pilihan lain.”
Langkah mereka akhirnya membawa mereka ke sebuah dataran terbuka yang dipenuhi batu-batu besar dengan simbol-simbol aneh terukir di atasnya. Di tengah dataran itu, berdiri sebuah altar hitam menjulang yang memancarkan aura kelam. Di sekitar altar, beberapa bayangan bergerak tanpa suara, seperti makhluk tanpa tubuh yang hanya terdiri dari asap pekat.
“Altar utama,” bisik pria tua yang masih bersama mereka. “Itu sumber dari semua kegelapan ini.”
Shen Yue melangkah maju, matanya menyipit. “Dan aku yakin mereka tahu kita ada di sini.”
Seolah merespons ucapannya, bayangan-bayangan itu mulai bergerak ke arah mereka. Mereka tidak memiliki bentuk yang jelas, tetapi setiap gerakan mereka membuat udara di sekitar menjadi lebih dingin.
“Bersiap!” Qi Xuao Xuan berteriak, mengangkat pedangnya yang mulai bersinar dengan cahaya biru redup.
Hu Zi menelan ludah, menggenggam pedangnya erat-erat. Dalam sekejap, pertarungan dimulai.
Bayangan-bayangan itu menyerang dengan kecepatan luar biasa, melompat dan berputar seperti angin kencang. Shen Yue menggunakan kelincahannya untuk menghindari serangan mereka, sementara Yan Zhao mencoba melindungi pria tua itu dengan memukul mundur setiap bayangan yang mendekat.
“Pedangku tidak bisa menyentuh mereka!” teriak Yan Zhao frustrasi.
“Mereka bukan makhluk fisik!” jawab Qi Xuao Xuan. “Gunakan energi spiritualmu!”
Yan Zhao mencoba mengendalikan napasnya, fokus pada energi yang mengalir di dalam dirinya. Ketika bayangan berikutnya menyerang, ia menebaskan pedangnya dengan kekuatan baru. Cahaya putih meledak dari pedang itu, menghancurkan bayangan tersebut menjadi serpihan kecil.
“Itu dia!” teriak Yan Zhao dengan senyum lega.
Di sisi lain, Hu Zi berjuang keras melawan bayangan yang menyerangnya. Setiap tebasan pedangnya hanya membuat bayangan itu semakin liar. Namun, ketika salah satu bayangan hampir mengenainya, tubuhnya bereaksi secara naluriah. Energi merah dari dalam dirinya keluar, membentuk semacam pelindung yang memblokir serangan bayangan tersebut.
“Apa yang kau lakukan?!” Shen Yue berteriak saat melihat Hu Zi terhenti.
“Aku... aku tidak tahu,” jawab Hu Zi, bingung. Tetapi sebelum ia bisa memproses apa yang terjadi, sebuah bayangan besar muncul dari altar, jauh lebih besar dari yang lain.
Makhluk itu memiliki bentuk yang lebih nyata—tubuhnya seperti campuran antara manusia dan binatang, dengan tanduk besar melingkar di kepalanya dan mata merah menyala yang menatap tajam ke arah mereka.
“Dia... pemimpin mereka,” bisik pria tua itu, suaranya penuh ketakutan.
“Bagus,” Qi Xuao Xuan berkata, melangkah maju. “Aku sudah menunggu ini.”
Makhluk itu menggeram rendah sebelum menyerang Qi Xuao Xuan dengan kecepatan luar biasa. Pertarungan mereka berlangsung sengit, dengan Qi Xuao Xuan menggunakan semua tekniknya untuk mengimbangi kekuatan brutal makhluk tersebut. Tetapi jelas bahwa makhluk itu tidak seperti lawan-lawan sebelumnya.
Hu Zi menatap pertempuran itu dengan mata melebar. “Kita harus membantunya!”
“Tidak! Fokus pada altar!” Qi Xuao Xuan berteriak di tengah pertarungan. “Itu yang harus kita hancurkan!”
Shen Yue dan Yan Zhao segera berlari ke arah altar, mencoba mengabaikan makhluk besar itu. Tetapi sebelum mereka bisa mendekat, lebih banyak bayangan muncul, menghalangi jalan mereka.
“Hu Zi, kau harus melakukan sesuatu!” teriak Shen Yue.
Hu Zi menggenggam pedangnya, merasa panik. Tetapi kemudian ia mendengar suara di dalam kepalanya—suara yang familiar namun asing.
“Gunakan aku,” suara itu berkata.
“Apa maksudmu?” Hu Zi bergumam pelan, tetapi tidak ada waktu untuk berpikir. Ia memejamkan mata, membiarkan energi dalam dirinya mengalir. Cahaya merah mulai memancar dari tubuhnya, semakin terang hingga menyelimuti seluruh area.
Bayangan-bayangan di sekitarnya mundur, seolah-olah takut dengan cahaya itu. Bahkan makhluk besar yang sedang bertarung dengan Qi Xuao Xuan berhenti sejenak, menatap Hu Zi dengan mata penuh kebencian.
“Teruskan!” pria tua itu berteriak. “Kau punya kekuatan untuk menghancurkan mereka!”
Dengan tekad baru, Hu Zi melangkah maju, mengarahkan pedangnya ke altar. Cahaya merah dari pedangnya semakin kuat, berdenyut seperti jantung yang berdetak.
“Ini untuk semua orang yang telah menderita karena kalian!” teriak Hu Zi, menebaskan pedangnya dengan kekuatan penuh.
Cahaya merah meledak dari pedangnya, menghantam altar dengan kekuatan luar biasa. Seluruh bukit bergetar, dan suara retakan terdengar dari altar hitam itu. Bayangan-bayangan mulai menghilang satu per satu, dan makhluk besar itu meraung kesakitan sebelum lenyap dalam sekejap.
Ketika semuanya berakhir, Hu Zi jatuh berlutut, terengah-engah. Altar itu kini hancur, hanya menyisakan puing-puing.
“Kau melakukannya,” Qi Xuao Xuan berkata sambil berjalan mendekat, tubuhnya penuh luka tetapi matanya bersinar dengan kebanggaan.