Ghea yang sudah menikah selama tiga tahun dengan suaminya, dia tidak pernah mendapatkan sentuhan lembut dari suaminya karena sang suami sibuk dengan kekasihnya, hingga akhirnya dia harus terlibat dengan seorang playboy yang tak lain adalah adik iparnya sendiri.
Gairah keplayboyan Gibran seketika menghilang setelah bertemu Ghea, membuat dia ingin menjadikan Ghea sebagai miliknya.
Padahal sebelum menikah dengan Romi, Ghea lebih dulu dijodohkan dengan Gibran. Tapi Gibran menolak perjodohan itu tanpa ingin tau dulu siapa yang dijodohkan dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khilaf Sesaat
Apa orangtuaku juga sedang mencariku sekarang ini? Tapi mengapa aku dibuang ke panti? Seandainya aku tidak di buang, mungkin aku tidak akan hidup seperti ini, menjalani kehidupan hanya untuk membalas budi kepada ayah mertuaku. Membuatku tertekan! bisik hati Ghea.
Dia sedang berjalan beriringan dengan Gibran, menulusuri jalan yang begitu sepi karena menjelang malam .
Mungkin karena pikirannya sedang tidak ada disana sampai dia tidak fokus mendengarkan cerita Gibran mengenai obrolan bisnisnya dengan Pak Herman.
Entah mengapa Ghea merasa sedih sekali saat ini, hatinya terasa begitu perih. Mungkin karena dia melihat raut wajah Bu Fara yang begitu terlihat sedih merindukan anaknya yang hilang. Dia juga jadi memikirkan bagaimana perasaan orang tuanya sekarang, Apakah mereka sedang bahagia dan sudah melupakannya? Atau mereka selalu berusaha untuk mencarinya?
Sampai tak terasa hujan turun begitu deras, Gibran menarik tangannya membawanya berlari mencari tempat untuk berteduh.
Mereka berteduh di depan sebuah kios yang kebetulan sudah tutup.
Gibran meletakan kresek belanjaanya di kursi panjang yang tersedia di depan kios itu.
Mungkin kemeja putih yang Ghea kenakan itu basah sampai nampak samar-samar sehelai kain hitam yang ada di balik kemeja putih itu, bagian dad*nya, dan Ghea sama sekali tidak menyadari hal itu karena mungkin dia sedang melamun, membuat jakun Gibran naik turun melihatnya.
Gibran segera membuka jaketnya dan memakainya pada Ghea. Dia tidak ingin ada orang lain yang melihatnya.
Membuat mereka berdua saling berhadapan.
"Pakai ini, biar kamu tidak kedinginan."
Ghea jadi gugup karena badannya begitu dekat dengan Gibran, Gibran melihat mata Ghea yang berkaca-kaca.
"Ghea, kamu kenapa?"
"A-ku gak apa-apa, ko. " Ghea menahan air matanya agar tidak keluar sambil membuang muka.
Sekeras apapun dia menahannya, tapi akhirnya air mata itu terjatuh juga karena Ghea tidak bisa menahan rasa sedihnya itu.
Gibran nampak kebingungan karena melihat Ghea yang tiba-tiba menangis, dia langsung meraih tubuh itu dan membawa Ghea ke dalam pelukannya. Dia menepuk-pundak Ghea untuk menenangkannya.
Malam ini Ghea tidak bisa menolak pelukan hangat itu, karena dia sangat membutuhkan tempat untuk bersadar, sebuah bahu yang bisa menyembuyikan wajahnya saat dia menangis terisak seperti ini.
Gibran mempererat pelukannya, dia memang penasaran mengapa Ghea menangis seperti ini, tapi dia memilih untuk tidak bertanya apa-apa. Dia lebih memilih membiarkan Ghea menenangkan diri didekapannya itu.
Seumur hidup baru kali ini Ghea memikirkan bagaimana perasaan orang tuanya sekarang. Sekarang ada keinginan dihatinya untuk bertemu dengan mereka dan bertanya mengapa mereka membuangnya.
Setelah isakan tangis itu tak terdengar lagi, Gibran melepaskan pelukan. Kedua tangannya mengusap lembut air mata di wajah Ghea. Tangan lembut itu begitu membuat Ghea nyaman, sampai kedua mata mereka bertemu, saling menatap, menghipnotis mereka melupakan status mereka dari kata 'IPAR' itu.
Gibran meraih kedua tangan Ghea mengalungkan ke lehernya, perlahan dia mendekatkan wajahnya begitu wangi aroma hembusan nafasnya terasa hangat di wajah Ghea, dia merengkuh pinggang Ghea semakin mendekat sampai tak ada jarak satu centi pun diantara mereka. Gibran mulai sedikit memiringkan wajahnya... semakin mendekat... membiarkan kedua bibir itu saling menyentuh mengeksplorkan rasa yang semakin membuat mereka begitu menggebu.
Mungkin ini pertama kalinya Ghea merasakan sentuh lembut dibibirnya itu membuat dia terbelalak saat Gibran mengecup lembut bibir manisnya, namun malam ini perasaannya mampu mengalahkan akal sehatnya, sehingga dia membiarkan dirinya hanyut menikmati ciuman lembut itu.
Gibran semakin memperdalamkan ciumannya, sensasi yang sangat luar biasa membuat seluruh aliran darah diseluruh tubuh mengalir dengan begitu bebas, tangannya menekan punggung Ghea semakin merapat mendesak tubuhnya, saling menautkan bibir mereka tiada henti. Saling menekankan kepala lebih memperdalam lagi ciuman itu.
Ciuman lembut berubah jadi panas.. menimbulkan hawa panas di sekujur tubuh, menginginkan mereka berpetualang jauh lebih dari ini menerobos seluruh batasan yang menghalangi mereka untuk menyalurkan seluruh rasa yang mereka bendung selama ini .
Ghea kembali ke alam bawah sadarnya, dengan terengah-engah dia mendorong tubuh Gibran melepaskan ciumannya, membuat Gibran mematung karena Ghea tiba-tiba mendorongnya.
Ghea menyadari kesalahannya, dia tidak bisa menyalahkan Gibran karena dia juga ikut menikmati ciuman pertamanya itu. Dia memutuskan untuk pergi, tidak tau bagaimana menghadapi Gibran sekarang.
"Ghea, tunggu!" Gibran mengejarnya dan menghalangi langkah Ghea.
Ghea mencoba mengatur nafasnya, dia menatap Gibran dengan tatapan dingin, "Lupakan kejadian yang tadi, saat ini situasi hatiku sangat buruk... "
Gibran tak menerima perkataan Ghea, "Aku akan memperjuangkan kamu! Aku tau kamu tidak bahagia bersama ka Romi. Ayo kita menghadapinya bersama-sama!"
Ghea menggeleng, "Sepertinya kamu salah paham, aku tidak memiliki perasaann apapun kepadamu, jadi tidak ada yang harus kita perjuangakan."
Perkataan itu membuat Gibran terdiam, apa benar Ghea tidak mencintainya? Tapi mengapa hatinya mengatakan lain?
"Anggap saja kita tidak melakukan apapun malam ini kalau kamu tidak ingin aku mengindarimu."
Setelah mengatakan hal itu Ghea pun pergi meninggalkan Gibran, sesungguhnya hatinya juga terluka mengatakan semua itu tapi dia tidak ingin mereka terjebak dalam cinta yang salah yang akan membuat mereka sama-sama menderita pada akhirnya.
Apalagi dia tau Gibran baru saja berbaikan dengan ayahnya , selama lima tahun Gibran pergi menghindari keluarganya, menahan kekecewaan dan amarah kepada sang ayah, Pak Reza memutuskan menikah lagi di saat Bu Megan sudah tidak tidak mampu lagi bekerja karena sakit keras. Sakitnya semakin parah karena tekanan batin yang menyiksanya itu sampai akhirnya dia meninggal.
Dan itulah alasan Gibran mengapa dia menolak dan tidak menanggapi perjodohan itu, saat itu dia masih sangat kecewa dengan ayahnya yang menyakiti sang ibu sampai menghembuskan nafas terakhirnya.
...****************...
...Jangan lupa like, komen, vote dan beri hadiah yah kawan 🙏 😁...
...Dan terimakasih banyak buat yang sudah memberi itu semua, semakin membuat saya semangat! ...
...Mohon maaf belum bisa balas komen satu persatu, tapi saya selalu baca komen dari kalinya. ...
...Jangan lupa simak terus ke bab-bab berikutnya! ...