NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tertunda

Cinta Yang Tertunda

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: winsmoon

Di sebuah taman kecil di sudut kota, Sierra dan Arka pertama kali bertemu. Dari obrolan sederhana, tumbuhlah persahabatan yang hangat. Setiap momen di taman itu menjadi kenangan, mempererat hubungan mereka seiring waktu berjalan. Namun, saat mereka beranjak remaja, Sierra mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan cemburu tak terduga muncul setiap kali Arka terlihat akrab dengan gadis lain. Akankah persahabatan mereka tetap utuh, ataukah perasaan yang tumbuh diam-diam akan mengubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winsmoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Siera berdiri di depan sebuah rumah mewah yang tak terlalu jauh dari rumahnya. Perempuan cantik itu menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, sebelum akhirnya menekan bel di depan pintu.

"Halo, cantik," sambut seorang wanita paruh baya yang masih terlihat segar dan anggun. "Masuk, Sie. Sudah lama, ya, kamu nggak ke sini," ucap Tante Arumi dengan senyum hangat.

"Halo, Tante," jawab Siera, suaranya terdengar ragu. Ia melangkah pelan di samping Tante Arumi, masih diliputi kegugupan.

Kedatangan Siera kali ini cukup mendebarkan baginya. Setelah bertukar pesan dengan Tante Arumi, ia memutuskan untuk datang sendiri tanpa memberi tahu Arka. Siera mengumpulkan keberaniannya yang tersisa untuk bertemu dan berbicara langsung dengan Tante Arumi.

Melihat raut wajah Siera yang jelas-jelas menunjukkan kegugupan, Tante Arumi tersenyum lembut. "Sie, sayang," panggilnya dengan suara penuh kasih. "Kamu tidak perlu gugup seperti itu. Tante ngajak kamu ke sini karena Tante benar-benar kangen menghabiskan waktu sama kamu."

Tante Arumi memahami sepenuhnya apa yang dirasakan Siera. Ia tak pernah memaksakan apapun kepada perempuan itu. Baginya, biarlah waktu yang perlahan meyakinkan Siera.

Mendengar kata-kata itu, hati Siera perlahan menghangat. Sebuah senyum tipis mulai menghiasi wajahnya, terasa lebih lepas dari sebelumnya. Tante Arumi benar, pikir Siera, sudah sangat lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama. Wajar jika saat ini adalah momen untuk melepas rindu.

Siera menarik napas panjang, mencoba menenangkan kegugupan yang masih tersisa. Kini, ia mulai bersikap seperti dirinya yang biasa—hangat dan ceria.

"Maafkan Siera ya, Tan," ucapnya dengan tulus, suara itu penuh penyesalan.

"Tidak apa-apa, sayang," jawab Tante Arumi lembut. Ia menepuk kursi di sampingnya, memberi isyarat agar Siera mendekat. "Sini, duduk dekat Tante," ajaknya penuh kehangatan.

Siera melangkah pelan, merasa hatinya sedikit lebih ringan. Duduk di samping Tante Arumi, ia mulai merasakan kehangatan yang selama ini ia rindukan.

“Jadi, gimana kabar studio dan café kamu sekarang, sayang? Masih seru, kan?” Tante Arumi memulai dengan nada penuh kehangatan, tatapannya lembut.

“Alhamdulillah, lancar, Tan,” jawab Siera dengan senyum tipis yang perlahan melebar. “Workshop di studio sekarang lebih banyak menarik perhatian, apalagi dari Gen Z. Mereka tuh suka banget sama konsep kreatif yang kita tawarin,” tambahnya dengan nada antusias.

“Gen Z? Wah, berarti makin hits dong!” Tante Arumi berseru, matanya berbinar. “Tante jadi penasaran... boleh dong kapan-kapan Tante ikutan workshop-nya juga. Siapa tahu Tante jadi tambah muda, ya kan?”

Siera terkekeh mendengar candaan itu. “Bisa banget, Tan. Kelas merajut di studio itu justru sering banget diikuti sama Bunda-Bunda yang ceria dan penuh semangat. Mereka tuh malah yang bikin suasana makin seru,” jelasnya.

“Hmm, kayaknya cocok buat Tante, nih!” Tante Arumi tertawa kecil, lalu menatap Siera. “Tapi beneran, Sie. Tante tuh senang banget dengar kamu makin berkembang. Dulu, kamu tuh sempat ragu banget buat buka studio sama café ini, ingat nggak?”

Siera tersenyum, kini lebih lepas. “Iya, Tan, ingat banget. Kalau bukan karena Bunda, Ayah dan Tante yang selalu dukung dan percaya sama aku, mungkin studio ini cuma ada di angan-angan aja.”

Tante Arumi menepuk pelan tangan Siera. “Tante bangga banget sama kamu, sayang. Dan kalau kapan-kapan ada kelas khusus bikin karya buat orang tua, Tante mau jadi murid pertamanya, ya!”

“Tante sama Bunda nantinya yang paling pertama Siera daftarin,” balas Siera sambil tertawa.

Percakapan mereka pun terus mengalir hangat, membawa kembali kedekatan yang sempat terasa jauh. Tawa kecil dan senyuman mereka memenuhi ruangan, mencairkan sisa-sisa kecanggungan yang sebelumnya terasa.

“Tunggu sebentar ya, Tante ambilkan cemilan dulu buat kita,” ujar Arumi seraya hendak beranjak dari sofa.

Namun, Siera cepat-cepat menghentikannya. “Biar Siera aja, Tan,” katanya dengan lembut sambil ikut berdiri.

“Eh, nggak usah, sayang. Kamu kan tamu,” sahut Tante Arumi, mencoba mencegah.

Siera tersenyum kecil. “Tamu juga boleh bantu-bantu, kan? Lagipula, dapur Tante Arumi kan nggak asing buat Siera.”

Tante Arumi tertawa, lalu menyerah. “Ya ampun, dasar anak ini. Ya sudah, kalau kamu yang mau. Cemilannya di lemari atas sebelah kiri, oke?”

Siera mengangguk semangat, lalu melangkah menuju dapur. Ada rasa nyaman yang perlahan kembali muncul di hatinya, seolah rumah ini masih menjadi bagian dari dirinya. Sementara itu, Tante Arumi hanya memandangnya dari kejauhan dengan senyum hangat.

“Anak itu benar-benar nggak berubah, selalu perhatian,” gumam Tante Arumi pelan sambil tersenyum sendiri, lebih kepada dirinya sendiri.

Tiba-tiba ia mengeluarkan ponselnya dan diam-diam mengambil beberapa foto Siera yang tengah sibuk mencari cemilan di dapur. Dengan senyum jahil, Tante Arumi mengetik sebuah pesan.

"Tuh, lihat calon mantu Mama," tulisnya, disertai foto Siera, lalu mengirimkannya pada Arka.

Di tempat lain, Arka yang tengah berbincang serius dengan Papanya terhenti sejenak saat notifikasi pesan masuk dari Mamanya. Begitu membaca pesan tersebut, alisnya terangkat tinggi.

“Pah, Siera di rumah?” tanyanya spontan, menatap Papanya dengan ekspresi terkejut.

“Oh, sudah di rumah ya?” Papa Bima menanggapi santai sambil menyesap kopinya.

“Papa tahu Siera ke rumah?” Arka kembali bertanya, kali ini dengan nada penasaran.

“Katanya Mama kamu tadi pagi sebelum Papa berangkat, Siera bilang mau mampir,” jelas Papa Bima sambil melirik anaknya.

Arka semakin bingung. Mamanya sama sekali tidak memberitahunya soal ini. Ia langsung mengetik balasan untuk Mamanya.

"Sie ngapain ke rumah, Mah?" tulisnya singkat.

Tak lama, balasan datang. "Ngobrol sama Mama, katanya kangen. Kamu juga kan yang bilang ke dia kalau Mama mau ketemu?"

Arka membaca pesan itu dengan dahi berkerut. "Sie bilang ke Mama dulu?" tanyanya lagi.

"Iya, dia langsung chat Mama semalam. Katanya hari ini dia mau mampir."

Arka menghela napas panjang, masih merasa ada yang janggal. Namun, ia tidak sempat berpikir terlalu lama karena pesan berikutnya dari Mamanya masuk.

"Duh, Mama seneng banget, Ka, ngobrol sama Siera. Bener-bener calon mantu idaman deh!"

Arka hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil. "Mama mah ada-ada aja," gumamnya pelan, tetapi dalam hati ia tidak bisa menyangkal ada rasa hangat mendengar kabar itu.

Seketika Arka teringat sesuatu yang membuat hatinya sedikit gelisah. Ada hal penting yang harus ia pastikan. Dengan cepat, ia mengetik pesan lain untuk Mamanya.

"Mama nggak maksa Sie buat jawab soal perjodohan itu, kan, Ma?" tanyanya, menyelipkan rasa khawatir di dalam pesan itu.

Notifikasi balasan dari Tante Arumi datang tak lama kemudian. "Tenang aja, Ka. Mama cuma ngobrol biasa kok. Nggak ada maksa-maksa segala."

Tante Arumi tersenyum kecil saat membaca pesan khawatir dari anaknya. Ia menggeleng pelan, merasa lucu dengan sikap protektif Arka. Sementara itu, Siera yang sedang menuang teh di dapur memperhatikan senyum Tante Arumi yang begitu anggun dan menenangkan. Sesaat ia terdiam, matanya terpaku pada sosok wanita paruh baya itu.

“Tante Arumi benar-benar baik. Selalu hangat dan penuh pengertian,” pikir Siera sambil menggigit bibir bawahnya, mencoba menenangkan perasaan yang mulai membuncah.

Tatapannya perlahan berubah serius. Ia menggenggam gelas teh di tangannya, lalu menarik napas panjang. Dalam hati, ia mulai mengambil keputusan.

Mungkin sebaiknya, jawabannya kusampaikan sebelum Tante Arumi berangkat besok.

1
Nasriah
up
jenny ayu
kereen̈n👍👍👍
Nasriah
ceritanya kereeeen... up.. up... up
Mưa buồn
Gemesin!
Sol Ronconi
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
winsmoon: Terima kasih dukungannya✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!