Selamat membaca, ini karya baru Mommy ya.
Aisha dan Dani adalah sahabat sejak dulu, bahkan mereka bersama sama hijrah ke ibu kota mengais rezeki disana. kebersamaan yang ternyata Dani menyembunyikan cintanya atas nama persahabatan.
Sementara Aisha yang jatuh cinta pertama kalinya dengan Atya, lelaki yang baru ditemuinya yang mempunyai masa lalu yang misterius.
Apakah hubungannya dengan Arya akan menjadi pasangan terwujud? Bagaimana dengan rasa cinta Dani untuk Aisha? Apa pilihan Aisha diantara Dani dan Arya?
Baca karya ini sampai selesai ya, happy reading!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Sakitnya Aisha
Kehidupan Aisha berjalan cepat dan penuh dengan tanggung jawab yang berat. Di bawah tuntutan pekerjaannya sebagai penanggung jawab proyek dari perusahaan Singapura, Aisha nyaris tidak punya waktu untuk memikirkan apa pun selain pekerjaannya. Setiap hari, ia dan Sintia terjun ke berbagai pertemuan, negosiasi, dan koordinasi proyek yang tak terhitung jumlahnya. Namun, meskipun lelah, Aisha merasa pekerjaannya memberikan kepuasan tersendiri.
Namun, di balik kesibukan itu, Arya tetap tak pernah menyerah. Di tengah jadwal padatnya sebagai CEO, ia selalu menyempatkan diri untuk mengirim pesan singkat atau sekadar mengajak Aisha makan malam. Meski sering kali ajakannya ditolak, Arya tetap konsisten menunjukkan perhatiannya.
Siang hari, saat Aisha tengah tenggelam dalam rapat proyek yang menegangkan, sebuah pesan dari Arya muncul di layar ponselnya.
> Arya: "Bagaimana kabar hari ini? Jangan lupa makan ya. Jika nanti malam kamu ada waktu, aku ingin mengajakmu makan."
Aisha menatap pesan itu sejenak, tersenyum kecil, lalu mengetik balasan.
> Aisha: "Terima kasih, Arya. Aku sibuk sekali hari ini. Maaf, mungkin lain kali ya."
Arya hanya tersenyum, memahami bahwa ini bukan pertama kali Aisha menolak ajakannya. Namun, ia tetap tidak menyerah. Ada sesuatu dalam dirinya yang meyakinkan bahwa suatu hari, Aisha akan kembali membuka hatinya.
> Arya: "Baiklah, aku tunggu kapan pun kamu siap."
Aisha menghela napas panjang, merasa sedikit bersalah. Meskipun dia mengagumi ketulusan Arya, ada bagian dalam hatinya yang masih ragu, terutama dengan rasa sakit yang dulu pernah ia rasakan.
Waktu terus berjalan, dan Aisha semakin tenggelam dalam tugas-tugas yang diberikan padanya. Namun, tubuhnya mulai merasakan tekanan dari segala aktivitas yang padat itu. Sintia, yang selalu ada di sampingnya, berkali-kali mengingatkan agar Aisha lebih memperhatikan kesehatannya.
Sintia: "Aisha, kamu terlihat lelah. Kenapa tidak minta cuti sebentar?"
Aisha: (tersenyum lemah) "Aku baik-baik saja, Sintia. Ini hanya pekerjaan. Lagi pula, proyek ini penting."
Sintia: "Iya, tapi kesehatanmu lebih penting. Kamu tahu kan, Arya terus menghubungiku menanyakan kondisi kamu?"
Aisha terkejut mendengar itu. Ia tidak menyangka bahwa Arya sampai rela meminta kabar dari Sintia. Sebuah perasaan hangat menjalari hatinya, tetapi ia berusaha untuk mengabaikan itu, merasa bahwa fokusnya tetap pada pekerjaannya.
Aisha: "Arya hanya khawatir berlebihan. Aku baik-baik saja."
Namun, tak lama setelah itu, tubuh Aisha benar-benar mencapai batasnya. Dalam salah satu pertemuan penting proyek, di hadapan seluruh tim dan para mitra, termasuk Arya, tapi Arya baru saja tiba disana dan melihat tubuh Aisha tiba-tiba goyah, dan dalam sekejap, ia pingsan di tempat dan akan jatuh kebawah, dengan sigap Arya menangkapnya. Menggendong Aisha menuju mobilnya, meminta segera kerumah sakit.
Setelah tiba di rumah sakit, Arya langsung merebahkan tubuh Aisha di atas bangkar rumah sakit dan di tangani oleh dokter disana.
Saat membuka mata, Aisha terkejut mendapati dirinya di rumah sakit, dengan sosok Arya yang duduk di sisinya. Mata Arya tampak lelah, namun sorotannya penuh perhatian dan kepedulian yang tak terbantahkan. Ia memegang tangan Aisha dengan erat, seperti memastikan bahwa ia tak akan pergi ke mana pun.
Arya: (tersenyum lembut) "Aisha... akhirnya kamu sadar."
Aisha menatap Arya dalam diam, tak mampu menyembunyikan rasa tersentuhnya. Perlahan ia mencoba untuk bangun, namun Arya segera menahan bahunya dengan lembut.
Arya: "Jangan bergerak dulu, Aisha. Kamu perlu istirahat."
Aisha: "Arya, kamu... sejak kapan di sini?"
Aisha melihat sekelilingnya ternyata serba putih, ternyata di rumah sakit. Kembali mengingat apa yang terjadi pada dirinya sewaktu tadi di proyek.
Arya: "Saat kamu pingsan di rapat tadi, kebetulan aku baru saja datang. Aku langsung membawamu ke sini dan memastikan kamu dirawat dengan baik. Aku sangat khawatir, terlebih pola makanmu yang berantakan."
Aisha terdiam, lalu tiba-tiba merasa lemah lagi, namun hatinya mulai terasa hangat melihat kepedulian Arya yang begitu tulus. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia tidak menolak perhatian Arya dan justru merasa nyaman.
Aisha: (tersenyum lembut) "Terima kasih, Arya... kamu tidak perlu repot seperti ini."
Arya: (menggeleng) "Ini bukan merepotkan, Aisha. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Jadi mulai sekarang, biarkan aku yang memastikan kamu sudah mengisi para cacing di dalam perutmu. Tidak ada penolakan, Sha."
Tanpa sadar, air mata perlahan mengalir di pipi Aisha dan menganggukkan kepalanya. Melihat itu, Arya mendekat, menyeka air matanya dengan lembut, lalu menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya. Sikapnya begitu lembut, membuat hati Aisha semakin terenyuh.
Arya: "Tidak perlu menangis, Aisha. Aku ada di sini... aku akan selalu ada di sini untukmu."
Aisha: "Aku tidak tahu harus berkata apa, Arya... aku... aku benar-benar tersentuh dan kamu sangat peduli padaku."
Arya: (tersenyum) "Cukup, Aisha. Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa. Yang penting sekarang kamu beristirahat dan pulih."
Tanpa ragu, Arya mengambil mangkuk sup yang Sudah disiapkan dan mulai menyuapi Aisha. Awalnya, Aisha merasa malu, namun kemudian ia membiarkan Arya melakukannya. Perhatiannya yang begitu tulus membuat Aisha merasa aman dan tenang, sesuatu yang sudah lama tak ia rasakan.
Arya: "Makan yang banyak, kamu perlu tenaga untuk sembuh. Jangan takut, aku akan ada di sini sampai kamu pulih."
Aisha: "Arya, kamu bahkan lebih peduli padaku daripada aku pada diriku sendiri."
Arya: "Karena kamu penting bagiku, Aisha. Tidak ada yang lebih penting dari kesehatanmu."
Aisha hanya bisa menatapnya dalam diam, air matanya kembali menetes, namun kali ini bukan karena rasa sakit, melainkan rasa syukur. Ia merasa seperti menemukan kembali seseorang yang begitu tulus dan rela melakukan apa pun demi kebahagiaannya.
Aisha: "Arya... aku benar-benar bersyukur punya seseorang sepertimu."
Arya: (tersenyum hangat) "Aku yang seharusnya bersyukur, Aisha. Kamu telah memberikan aku kesempatan untuk menjaga dan merawatmu."
Setelah menyuapi Aisha, Arya membenarkan letak selimutnya, memastikan Aisha nyaman sebelum ia beristirahat. Tatapan Arya begitu penuh kasih, membuat Aisha terlarut dalam perasaan yang sulit diungkapkan.
Aisha: "Arya, kamu benar-benar mengubah hidupku..."
Arya: "Kalau begitu biarkan aku terus menjadi bagian dari hidupmu, Sha."
Dengan perasaan yang campur aduk antara kebahagiaan dan ketidakpastian, Aisha hanya bisa mengangguk kecil, tanpa kata-kata yang bisa menggambarkan hatinya saat ini. Di penghujung malam, Arya tetap duduk di samping Aisha, mengenggam tangannya erat, seolah memberikan jaminan bahwa ia akan selalu ada di sana, tak peduli seberapa sulit jalannya nanti.
Biarkan aku merasakan ini lebih lama, aku merasakan hidupku semakin berarti. Semoga saja Arya tidak mengecewakanku, aku akan membalas yang pantas ia terima. Terima kasih Arya. Batin Aisha.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bersambung.