Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
delapan belas
💙💙💙💙
Ara mengedipkan kedua matanya saking bingungnya. Otaknya berusaha keras mencerna maksud dari kalimat sang atasan. Disuruh membandingkan tapi kenapa mendadak disuruh milih?
"Ini maksudnya gimana sih, Pak?" tanya Ara tidak paham.
Garvi menghela napas sejenak. "Ya, antara saya dan Dika menurut kamu siapa yang lebih baik?"
Ara masih bingung. "Lebih baik dalam hal apa dulu nih, Pak?"
Garvi mengangkat kedua bahunya. "Apa saja."
Ara terlihat tidak begitu yakin. Ia menggelengkan kepala heran sambil terkekeh samar lalu memilih berniat pergi menjauh dari Garvi. Namun, secara tiba-tiba pria itu mencekal pergelangan tangannya. Tatapan kedua mata Garvi terlihat serius menuntut, cukup membuat Ara merasa terbebani dan sedikit khawatir.
Kenapa suasananya mendadak seperti ini? Batin Ara panik.
"Pak?" panggil Ara, mencoba menyadarkan sang atasan. Kedua matanya terlihat sedikit memelas.
Hal ini cukup membuat Garvi langsung tersadar. Cepat-cepat ia melepas cengkraman tangan itu dan bergerak gusar.
"Maaf, sepertinya saya sedikit kacau. Zahra, saya tidak bermaksud demikian." Garvi terlihat panik sekaligus salah tingkah, "bisa kita lupakan apa yang baru saja terjadi? Anggap saja saya tidak pernah menanyakan pertanyaan tersebut."
Meski terlihat sedikit bingung, namun, pada akhirnya Ara mengangguk patuh. Ia tersenyum tipis lalu pamit ke toilet untuk menenangkan debaran jantungnya yang mendadak disko.
Sepertinya ada yang tidak beres dengan dirinya.
Lagian bosnya ini kenapa juga sih? Aneh banget.
💙💙💙💙
...
...
Ara otomatis langsung menoleh setelah Garvi mengirimkan pesan padanya. Bulu matanya menerjap kaget karena kelakuan random sang atasan.
Helo, for your information bosnya ini bukan tipe yang hobi bertukar pesan kalau bukan untuk hal penting. Bahkan dengan sang kekasih, ralat, mantan pun, pria itu lebih sering mengandalkannya. Lalu kenapa tiba-tiba pria itu mengirimkan chat padanya, padahal jelas-jelas mereka sekarang sedang dalam mobil yang sama. Bukankah ia sedikit menyeramkan?
Khawatir sekaligus panik, cepat-cepat Ara mengetik balasan.
...
...
Dalam hati Ara menggerutu dengan kelakuan sang atasan, yang masih sempat-sempatnya mengoreksi penulisannya yang tidak menggunakan huruf kapital pada penyebutan nama. Terkadang Ara heran, bosnya ini anak literasi atau bagaimana sih?
...
...
"Pak?" panggil Ara ragu-ragu.
Garvi menoleh sekilas lalu menggeleng. Terlihat jelas kalau sedang menghindarinya.
Khawatir mungkin akan merusak mood sang atasan, Ara pun akhirnya mengangguk paham dan tidak berani mengeluarkan suara. Dari pada berujung mengomel kan?
💙💙💙💙
Ara tiba-tiba merasakan lengan kekar merangkul pundaknya saat ia sedang menunggu lift. Saat ia menoleh, ia menemukan Mahesa di sampingnya sedang memasang wajah menyengir, memamerkan deretan giginya.
Sambil mendengus, Ara kemudian berusaha menyingkirkan lengan kekar milik Mahesa dengan sedikit susah payah. Setelah berhasil disingkirkan tapi Mahesa kembali merangkul pundak gadis itu. Hal ini tentu saja membuat Ara berdecak kesal sambil melotot tajam.
"Apaan sih, Mas? Lepasin deh! Berat, anjir, lengan lo. Kayak mikul beras gue rasanya," gerutu Ara kemudian.
Mahesa tertawa renyah. "Lebay lo, kayak pernah aja mikul beras lo."
"Ya namanya perumpamaan nggak harus bener-bener tahu kan?"
Kali ini giliran Mahesa yang mendengus. "Ya kalau lo bisa kasih perumpamaan harusnya tahu lah."
Ara berpikir sebentar lalu diam dan tidak memprotes. Mahesa yang menyadari perubahan ekspresi wajah gadis itu sontak kembali mendengus.
"Mau ke mana sih lo?" tanya Mahesa kemudian.
"Lobi. Ambil Go-Food."
Mahesa menaikkan sebelah alisnya heran. "Tumben jam segini?"
"Buat gue, bukan buat Pak Garvi. Laper gue, Mas."
Mahesa ber'oh'ria sambil manggut-manggut paham. "Beli apaan lo emang?"
"Dih, kepo, rahasia lah. Ntar lo minta lagi."
"Najis, pelit banget buset, makanya lo nggak tinggi-tinggi. Pelit sih," ejek Mahesa, "gue juga mau turun ke bawah buat ambil orderan kopi gue nih. Nggak bakalan gue kasih lo."
Ara langsung memutar kedua bola matanya lalu masuk ke dalam lift. "Dih, siapa juga yang mau minta. Gue mah punya asam lambung, Mas, nggak bisa minum begituan."
Mahesa kemudian ikut masuk ke dalam. "Dih, dasar lemah," balasnya dengan nada meledek.
"Nyebelin lo!" Ara melotot kesal.
Sedang Mahesa terbahak puas setelahnya. "Btw, gimana hubungan lo sama si Dika?" Ia mengusap dagunya dramatis, "eh, lo jadinya milih Pak Garvi atau si Dika sih?" sambungnya kemudian.
"Apaan sih, Mas? Kok malah makin ngaco pertanyaannya?"
"Enggak ngaco, ini gue beneran nanya, soalnya Dika sendiri udah ngaku terang-terangan naksir lo. Lo-nya sendiri gimana?"
Ara langsung bengong. Hah? Adik sang bos naksir dirinya? Apakah ia tidak sedang salah dengar?
💙💙💙💙
🙏 ...awal yg asyik u baca terus