"Jika kamu masih mengaggap Paman, seperti keluargamu. Maka jangan mau menerima lamaran dari Alvin. Karena dia bukan lelaki yang baik untukmu." ungkap Danu paman dari Fira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Tahu
"Ada apa sih ribut-ribut? " tanya Asma baru keluar.
"Ibu, maaf jika kami menganggu mu." ujar Farhan.
"Ini mobil siapa?" tanya Asma malah fokus pada mobil yang berada di depan rumahnya.
"Oo ini mobil Kak Santi, kebetulan mereka pergi dengan mobil yang satunya lagi. Jadi, mobil yang ini di suruh bawa pulang aja." sahut Farhan.
Alvin dan Raya langsung tertawa dengan keras, kala tahu jika pikiran mereka salah.
"Jadi, ini bukan mobil kalian? Tadi aja sombong." ujar Raya masih saja tertawa.
"Emang kami bilang, jika ini punya kami? Bukannya kalian sendiri yang pikir gitu?" cibir Fira.
"Sudah-sudah, udah malam, gak baik ribut-ribut." larang Asma. "Kalian masuk lah, dan Raya pulang lah. Udah malam, baiknya kalian istirahat, bukankah seharian kalian udah capek?" lanjut Asma.
"Emang Bibi kira, aku betah disini? Pakai acara ngusir segala. Yuk sayang, kita pulang. Disini banyak nyamuk, karena rumahnya kumuh." hina Raya dan Fira yang hendak menjawab langsung ditutupi mulutnya oleh Farhan.
Begitu sampai rumah, Raya langsung bertanya tentang ucapan Fira pada Alvin. Namun, Alvin masih saja berdalih, jika ia sudah melupakan Fira. Dan sekarang, malah tidak ada lagi nama Fira di hatinya.
Walaupun, sedikit ragu. Raya memilih untuk diam, karena dia enggan berdebat dengan Alvin, apalagi jawaban Alvin selalu saja sama.
🍁🍁🍁🍁🍁
Besoknya, Darwis menyuruh Hendra untuk ke ruangannya. Sebelumnya Darwis memang tidak percaya, jika bawahan yang dipercayanya bisa berkhianat. Namun, sekarang dia akan mencari bukti, apalagi setelah mendengar jika Hendra berani menghina ponakan lelaki satu-satunya yang dia punya.
Ya, Farhan merupakan satu-satunya keturunan lelaki keluarganya. Memang silsilah keluarga biasanya di ambil dari pihak lelaki. Namun, Darwis tidak peduli dengan itu. Baginya, Farhan merupakan keturunan darinya juga. Karena dia dan Miranti, pernah singgah di rahim dan di asuh oleh orang yang sama.
Miranti dan Darwis hanya dua bersaudara, sedangkan Alan mempunyai dua orang Adik dan juga satu Kakak perempuan.
"Ada apa Pak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Hendra, kala berhadapan dengan Darwis yang sedang duduk santai di sofa ruangannya.
Ya, Darwis memang sedang menikmati secangkir susu kedelai kesukaannya.
"Hari ini, bukannya anda ingin mengunjungi pembangunan hotel klien kita?" Darwis balik bertanya.
"Iya Pak, dan saya akan pergi nanti jam sepuluh." sahut Darwis.
"Aku ikut." ucap Darwis.
"Ta-tapi, bukannya biasanya Bapak tidak mau ke lokasi langsung ya Pak?" tanya Hendra gugup.
"Aku bosan di kantor terus. Makanya aku mau kesana. Emang gak boleh?" tanya Darwis menatap tajam.
"Bagaimana kalo aku rekomendasikan tempat santai yang enak. Atau Bapak mau pijat gak? Mungkin tubuh Bapak pegal-pegal." ujar Hendra mengalihkan keinginan Darwis.
"Aku ingin melihat pembangunan hotel Pak Hendra, bukan mau bersantai." tekan Darwis.
"Maaf Pak, tapi bukannya Bapak selalu menyerahkan hal tersebut pada saya? Bapak biasanya tidak pernah terjun langsung ke lapangan." sahut Hendra hati-hati.
Melihat Hendra berkukuh melarangnya untuk datang ke pembangunan hotel, Darwis langsung curiga.
"Mungkinkah, yang dikatakan Mbak Miranti, benar adanya?" Darwis membatin.
"Kalau begitu, kamu temani saya untuk cek langsung ke lapangan. Sekarang juga." perintah Darwis.
"Ba-baik Pak."
Darwis meminta Hendra untuk duduk bersamanya di bangku penumpang. Padahal, biasanya Hendra selalu duduk didepan, menemani sopir. Itupun terpaksa, agar Hendra tidak punya kesempatan untuk memegang ponselnya.
Akhirnya mereka sampai pada pembangun hotel yang dimaksud. Sebelumnya Darwis langsung diserahkan helm untuk jaga-jaga dari bahaya. Dan Sekarang, baik Darwis dan Hendra, sama-sama berjalan untuk melihat proges dari pembangunan tersebut.
"Kok, Bapak yang mengangkat beban berat ini? Yang muda lainnya mana?" tanya Darwis, kala melihat lelaki tua yang umurnya bahkan dibisa di prediksi sudah mencapai umur tujuh puluh tahun.
"Gak apa-apa Pak, saya kuat kok." sahut lelaki tersebut.
Karena merasa kasihan, Darwis langsung berinisiatif untuk membantu lelaki tersebut. Hendra yang melihat Darwis sibuk, langsung menjauh guna menelpon kepala yang mengurus pembangunan hotel tersebut.
"Kita harus main secara halus, sekarang Pak Darwis sudah berada di lokasi, kamu cepat kesini." perintah Hendra. "Oya, kita juga harus menyuruh semua pekerja disini, untuk berbohong masalah gaji. Kalo mereka gak mau, kita ancam, dengan pecat." lanjut Hendra.
Darwis yang mendengar pembicaraan Hendra, hanya tersenyum. Kemudian dia langsung pergi untuk berbicara dengan para pekerja disana.
"Jadi, kalian hanya digaji delapan puluh ribu? Dan itupun, tanpa makan siang?" tanya Darwis tidak percaya.
Pasalnya, dari hasil laporan yang di terimanya. Masing-masing pekerja disana minimal dalam sehari mendapatkan gaji sebesar seratus tiga puluh. Dan yang membawa bekal mendapatkan seratus lima puluh.
"Dan ini, bukannya kualitas semen ini lebih rendah, dari produk semen satunya lagi?" tanya Darwis kala melihat susunan semen didekat mesin pengadukan.
"Kami kurang tahu Pak." sahut salah satu dari mereka.
"Aku ingin bertemu project manager, dimana ruangannya?" tanya Darwis.
"Beliau, lagi gak ada di tempat."
"Ya sudah, kalian lanjut kerja. Aku akan menyuruh mereka untuk menaiki gaji kalian." ujar Darwis membuat mereka semua hanya tersenyum tipis.
Karena itu hanya merupakan angin surga. Mustahil jika gaji mereka dinaikkan. Karena siapapun yang berani meminta hal tersebut, berarti siap-siap untuk kehilangan pekerjaan tersebut.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Karena tidak bisa menahan rindu. Miranti langsung datang ke rumah Fira. Dia sengaja kesana, disaat suaminya pergi kerja. Karena jika Alan ada bersamanya, pasti langsung menghubungi Farhan, dan melarangnya untuk datang.
Fira yang melihat kedatangan perempuan yang memiliki wajah hampir mirip suaminya, hanya tersenyum ramah. Karena setahunya, wanita tersebut adalah keluarga dari Farhan.
"Ibu, kalau gak salah, Ibu ini masih keluarga Bang Farhan kan?" tanya Fira menyalami Miranti.
"I-iya, Farhan-nya ada?" tanya Miranti basa-basi.
Karena sebenarnya, Miranti tahu, jika Farhan sudah berangkat kerja.
"Bang Farhan kerja. Atau aku hubungi dia dulu." ujar Fira hendak mengambil ponselnya.
"Gak usah nak, Ibu hanya sebentar. Dan tolong jangan beritahu Farhan tentang kedatangan Ibu kesini." pinta Miranti.
Asma yang baru muncul dari dalam, langsung menyalami Miranti, dan dia juga ikut duduk disamping Fira. Karena sekarang, kebetulan sekali, kedai lagi sepi.
"Ibu, kesini hanya kerena bosan di rumah." lanjut Miranti.
"Bukannya, rumah Ibu berada di luar kota?" tanya Fira mengernyit dahinya.
"Eh, maksud Ibu, hotel. Ya, hotel." kekeh Miranti. "Karena Ibu, mengikuti suami, untuk urusan pekerjaan." bohong Miranti.
Fira dan Asma hanya ber oria.
Marni yang kebetulan beru keluar dari rumah Raya. Langsung menatap heran ke arah mobil mahal yang terparkir di depan kedai Fira. Dan dia langsung tertawa kala mengingat cerita Raya, kala Fira membawa pulang mobil Santi, dan mengakui milik mereka.
Karena rasa penasaran yang amat tinggi. Marni langsung berjalan ke arah mobil tersebut. Dan kala menatap ada wanita dengan penampilan elegan berada di kedai milik Fira. Dia langsung menghampirinya.
"Eh, siapa ini? Kok belanja di kedai kecil gini?Aku kasih tahu ya Bu, jangan belanja disini. Baiknya, ke super market di jalan depan sana. Dijamin, disana lebih lengkap. Dan ikan-ikannya juga lebih fresh." papar Marni tanpa peduli dengan Miranti yang menatap bingung ke arahnya.
tp klo crta romantis2 ga ada konflik jg mls bacanya.
berti othor berhasil klo bs menciptakan emosi pembaca kaya aku ini.. gemeshh kali sama org yg ga tau diri dan ga ngaca kaya jalan raya ini.