Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Ke Lembah Taman Seribu Bunga
Jenderal Ali meninggalkan Putri Sandora, kemudian dia berjalan menuju perbukitan. Sepanjang perjalanan, Jenderal Ali merasakan ada seseorang yang sedang mengintainya.
Jenderal Ali menyelinap diantara bebatuan, sehingga para pengintai kehilangan jejak keberadaan Jenderal Ali.
"Kemana larinya orang itu? Jika kita tidak berhasil membunuhnya, nyawa kita akan terancam!"
Jenderal Ali bersembunyi sambil mendengarkan percakapan kedua orang yang mengintainya.
"Nona itu selalu berusaha membuat aku mendapatkan masalah. Apanya situasi kondusif? Aura Iblis terlihat semakin pekat."
Sementara itu, Putri Sandora mengunjungi Bion di tempat kediamannya.
"Penasehat Kerajaan, apakah engkau sedang sibuk?"
Bion menjawab. "Apakah Pulau Es Utara pernah tidak sibuk? Kenapa engkau datang kemari?"
Putri Sandora justru bertanya balik. "Apakah aku butuh alasan untuk bertemu denganmu?"
Bion tidak menjawab pertanyaan Putri Sandora. Putri Sandora melihat-lihat koleksi milik Bion. Di sudut ruangan dilihatnya ada satu pot bunga yang menarik perhatiannya, lalu Putri Sandora mendekatinya.
Ketika Putri Sandora menyentuh bunga tersebut, tangannya terluka karena bunga itu tiba-tiba menyerangnya.
"Aduh.. Berani sekali bunga ini menyakitiku! Bunga apa ini?"
Bion mendekati Putri Sandora.
"Hati-hati! Ini adalah bunga Kantong Semar. Bunga ini sangat berbahaya bagi yang tidak bisa mengendalikannya."
"Jika bunga ini berbahaya, kenapa tidak dibuang saja?" Putri Sandora cemberut sambil menahan rasa sakit.
Bion menjelaskan. "Bunga Kantong Semar ini sangat berguna bagi kita saat dalam keadaan dirundung oleh seseorang. Karena bunga ini telah menyakitimu, maka nanti akan aku bakar."
"Jika engkau begitu menyukai bunga ini dan sangat berguna bagimu, silahkan pelihara bunga ini, jangan dibuang." Putri Sandora memberikan kebebasan kepada Bion.
Sementara itu, Siti Adawiyah telah sampai di Lembah Taman Seribu Bunga. Yang pertama kali dicarinya adalah Jena, ayahnya.
"Ayah.. Ayah.. Aku pulang."
Berkali-kali Siti Adawiyah memanggil ayahnya, tidak ada sahutan. Bukannya disambut dengan baik, justru Siti Adawiyah mendapatkan serangan tiba-tiba.
"Hiyaat..Swoosh.. Dhuar!"
"Hei, hei! Wildan! Apa yang kau lakukan? Apakah engkau mau membunuhku?" Siti Adawiyah tidak mengerti, mengapa Wildan tiba-tiba menyerangnya.
Wildan terus menyerang Siti Adawiyah, tanpa memberikan kesempatan untuk Siti Adawiyah membalas serangannya. "Iya! Aku akan membunuhmu! Gara-gara kamu, aku dihajar habis-habisan oleh guru. Sekarang rasakan pukulan tapak suci! Hiyaat.."
"Hentikan, Wildan! Jika engkau terus begini, terpaksa aku harus melawan kamu!" Siti Adawiyah kewalahan hanya dengan melakukan posisi bertahan.
"Lawan saja jika kamu sanggup! Jangan banyak bacot, hadapi saja serangan aku!" Wildan semakin gencar melakukan serangan.
Setelah bertukar beberapa jurus, akhirnya Siti Adawiyah terkena serangan yang membuatnya tersungkur.
Wildan segera mendekatinya untuk menolong.
"Siti Adawiyah! Apakah engkau baik-baik saja? Maafkan aku. Aku tidak bermaksud melukaimu."
Ketika Wildan membantu Siti Adawiyah berdiri, tiba-tiba Siti Adawiyah melakukan serangan yang tak terduga.
"Hei! Engkau curang! Engkau mengambil kesempatan saat aku lengah." Wildan merasa telah dijebak.
Siti Adawiyah berhasil melancarkan serangannya. "Ugh.. Ternyata engkau masih saja mudah tertipu. Engkau tidak pantas menjadi seorang ksatria."
Wildan pergi meninggalkan Siti Adawiyah begitu saja. Wajahnya menunjukkan kemarahan karena telah tertipu.
"Wildan, tunggu!"
Siti Adawiyah memanggil Wildan berulang kali, namun Wildan tetap pergi menjauhi Siti Adawiyah.
Siti Adawiyah membuat ramuan obat untuk menyembuhkan luka bekas pukulan yang telah dilakukan oleh Siti Adawiyah.
"Wildan, kemarilah. Ayo ambil obat ini untuk menghilangkan rasa sakit kamu."
Wildan tidak menghiraukan Siti Adawiyah, dia hanya duduk dan memalingkan wajahnya.
"Wildan! Apakah engkau masih marah kepadaku?" Siti Adawiyah melihat kemarahan yang besar dari Wildan.
"Terus saja mencari masalah. Setelah guru memarahiku, Maelin juga menghukum aku. Ini semua gara-gara kamu."; Wildan terus mengomel.
"Ayahku kemana?"
Wildan menjawab. "Setelah dia memarahi kamu, dia pergi dan menyendiri. Biasanya dia menghabiskan waktu untuk mabuk-mabukan dimanapun."
"Apakah dia sudah pulang?" Siti Adawiyah bertanya.
Wildan menjawab. "Dia sudah pulang. Kenapa engkau mencarinya? Apakah ada seseorang yang merundung kamu?"
"Siapa yang dirundung?" Siti Adawiyah menjawab.
"Lalu kenapa engkau kemari? Wildan penasaran.
"Aku hanya ingin bertemu ayahku.. Mengenai pertanyaanmu, sebenarnya ada. Maelin telah merundung aku. Silahkan hadapi dia."
"Ugh. Mana berani aku menghadapinya. Dia itu seniorku." Wildan tidak berani berurusan dengan Maelin.
Setelah mereka saling diam, Siti Adawiyah mulai bertanya mengenai sebuah pusaka yang dicarinya di lembah taman seribu bunga.
"Wildan. Apakah engkau masih ingat saat kita kecil dulu, ayahku pernah memberitahu bahwa ada sesuatu yang bisa mengobati apa saja. Bahkan benda yang telah terbakar menjadi abu dapat diubah menjadi seperti asalnya."
"Ya. Aku masih ingat itu." Wildan menjawab.
Siti Adawiyah melanjutkan pertanyaannya. "Apakah engkau masih ingat dimana mendapatkan pusaka itu?"
"Pusaka itu masih ada di puncak Bukit Asam. Kenapa engkau menanyakan itu?" Wildan penasaran dengan tujuan Siti Adawiyah.
"Dengarkan. Pusaka itu adalah pusaka penduduk asli Bukit Asam. Jangan beritahu siapapun letak pusaka itu. Aku juga mengetahui hal ini karena aku menguping pembicaraan guru dengan kepala suku Bukit Asam saat mereka mabuk. Sebenarnya ada satu hal lagi. Pusaka itu memilih sendiri siapa tuannya. Bahkan kepala suku Bukit Asam telah melakukan ritual selama puluhan tahun masih belum mampu menaklukkan pusaka itu. Aku penasaran, siapa yang nantinya akan menjadi tuan pusaka itu."
Setelah memakan beberapa buah apel, Wildan teringat kembali sesuatu yang menjadi pertanyaannya.
"Ngomong-ngomong kamu belum memberitahu aku, kenapa engkau pulang."
Siti Adawiyah menjawab dengan santainya. "Aku pulang karena aku ingin pulang."
Wildan tidak percaya kalau Siti Adawiyah pulang tanpa alasan. "Bohong! Aku tau kau pasti berbohong. Katakan sejujurnya."
Siti Adawiyah berfikir bahwa memang Maelin pernah menyuruhnya pulang ke Lembah Taman Seribu Bunga. "Baiklah, aku akan jujur. Aku disuruh oleh Maelin untuk pulang."
"Wildan. Aku ingin makan bolu apel buatanmu." Siti Adawiyah mengalihkan pembicaraan.
Wildan menggerutu. "Ah. Kau ini merepotkan saja."
"Wildan, tenang saja. Aku tidak bermaksud merepotkan kamu. Aku akan tetap tinggal disini untuk waktu yang lama." Siti Adawiyah membujuk Wildan.
Mendengar Siti Adawiyah tidak akan pergi lagi dari Lembah Taman Seribu Bunga, Wildan terlihat sangat senang dan langsung berlari mengambil bolu apel buatannya.
"Baiklah. Tunggu disini."
Siti Adawiyah tersenyum melihat Wildan senang.
Melihat Wildan pergi untuk mengambil bolu apel, Siti Adawiyah sangat senang. Akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk membuat bolu apel. Inilah kesempatan bagi Siti Adawiyah untuk mencari buku pengobatan tentang penyembuhan penyakit radang dingin.
Siti Adawiyah berlari ke ruangan pembuatan obat, dicarinya buku tentang pengobatan radang dingin.
Sementara itu di kediaman Asrul, Asrul bersama beberapa Jenderal sedang membahas mengenai misi Jenderal Ali.