Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 - Tidak Adil.
Hari ini Mikhail dibuat marah lantaran salah satu petinggi perusahaan kembali berulah. Hanya karena menyandang status sebagai kakak ipar Ibra, pria itu berniat meraup keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan perusahaan.
Dihadapkan dengan seorang Mikhail Abercio, pria itu terdiam dan bingung hendak menjawab apa. Nyatanya, meski Ibra sudah memaafkan dan memilih jalur damai tetap saja.
"Mengundurkan diri atau saya pecat tidak hormat?"
Dia tidak pernah memandang usia, walaupun yang mengusik ketenangannya lebih tua tetap saja Mikhail memperlakukan mereka sama. Dan kini, di hadapannya sudah berdiri pria berambut cepak dengan wajah cemas lantaran nasibnya kedepan hanya menunggu Mikhail mengambil keputusan.
"Bukankah semua sudah selesai, Mikhail? Papa dan Mama kamu sudah sudah memaafkan Om ... kamu tidak lupa siapa Om kan Mikhail?" Mencoba untuk tetap bertahan meski kesempatan untuk bisa hidup tenang itu hampir mustahil.
"Saya tidak peduli hubungan Anda sedekat apa dengan kedua orangtua saya ... tapi yang jelas sekarang yang memimpin perusahaan ini adalah saya, bukan Papa."
Ibra sudah cukup baik mau menerima kembali Adrian yang dulunya dia buat tidak bisa mencari pekerjaan kemanapun setelah membuat Kanaya terhina, dan kini dia memanfaatkan kesempatan lantaran hati mereka mudah memaafkan.
"Mikh ...."
"Pergilah, besok tidak perlu datang lagi."
Adrian melongo, nyatanya tidak mudah memanipulasi keluarga ini meskipun Kanaya dan Ibra sudah menerimanya sejak lama. Mikhail lebih pendendam dan sulit memaafkan, tidak seperti Ibra yang di waktu mudanya bisa membunuh seseorang dengan tangannya tapi pemaaf. Dia akan berlarut-larut dan tidak akan ada ruang untuk kembali jika seseorang membuatnya merasa terhina.
"Mikhail ... tidak bisakah kamu pertimbangkan lagi? Om sudah kembalikan semuanya kepada Papamu langsung, kenapa masih dipermasalahkan?"
Minggu lalu semua sudah tuntas dan Ibra kembali memberikan kesempatan dengan alasan Adrian kakak kandung Kanaya. Tanpa dia ketahui jika sang putra tidak terima dengan keputusan Ibra yang terdengar bodoh baginya, memberikan kesempatan untuk pengkhianat hanya dilakukan orang-orang sinting baginya.
"Telingamu masih berfungsi dengan baik, Adrian? Pergilah ... akan tidak lucu jika harus diseret seperti hewan, iya kan?"
Untuk pertama kalinya, dia melihat bagaimana keponakannya bersikap tidak sopan begini. Adrian sejenak merasa sejauh itu, sama sekali tidak dia lihat lagi Mikhail yang diagung-agungkan keluarga Chandrawytama.
"Jika Papamu tau kamu tidak sopan begini, apa dia akan terima, Mikhail?"
"Seharusnya Anda tanyakan itu kepada diri Anda sebelum ambil keuntungan sendiri dari kebaikan Papa."
Sedikit kesal juga lantaran Ibra masih memaafkan pria di hadapannya ini. Menginjak usia dewasa sebagai pengamat yang memiliki kepekaan, Mikhail semakin paham watak manusia.
Dimana ada kebaikan dan kemudahan untuk meminta maaf, akan selalu ada seseorang yang mencari keuntungan di dalamnya.
"Pergilah, saya tidak suka kekerasan seperti Papa ... lagipula untuk menghajar orang seperti Anda rasanya tidak tega, putrimu masih butuh sosok papa meskipun pencundang begini, benar bukan?"
Berhasil membuat papanya luluh bukan berarti putranya juga. Adrian bagai dilucuti di depan umum, Mikhail membuatnya tak berdaya di hadapan gadis belia yang Adrian yakini bukan siapa-siapa di kantor ini.
Zia berada di ruangannya sejak satu jam lalu, dengan alasan ngantuk dan minta dibuatkan kopi pria itu menahannya hingga tak bisa keluar lagi. Yang Zia takutkan teman-temannya semakin curiga lantaran dia yang sering menghilang dengan alasan dipanggil ke ruangan Mikhail.
Berlalu cepat bahkan tak peduli kakinya hampir tergelincir karena melihat ke arah lainnya. Adrian meninggalkan ruangan kerja Mikhail dengan kehampaan dan bisa dipastikan hidupnya perlahan miskin kembali.
*******
Semudah membalikkan telapak tangan, anggap saja begitu. Baru saja Adrian berlalu pergi dan kini wajahnya sudah berbeda, seperti tidak ada kemarahan di sana.
"Pahit, mana gulanya, Zia?"
Zia menghampiri meja Mikhail secepatnya, dia merasa tidak ada yang salah dengan takaran gulanya. Semua sudah sesuai dengan yang Mikhail inginkan. Lagipula ini bukan kali pertama, mana mungkin dia salah.
"Seperti biasa kok, dua sendok ... itu sudah kebanyakan malah."
Rasanya menyebalkan sekali, sudah mengganggu waktunya hanya dengan meminta hal-hal begini. Semenjak perjanjian itu dia tandatangani, yang menjadi tanggung jawab Zia seakan-akan berubah. Ya, terfokus Mikhail saja.
"Coba kalau tidak percaya, pahit, Zia." Dia menekan kalimatnya, menekuk wajah dan bisa dipastikan jika dia memang benar-benar marah.
Perintahnya sedikit menyebalkan tapi harus dia turuti, dengan hati-hati Zia mencobanya. Bukan karena takut pahitnya, tapi justru sebaliknya.
"Pahit kan?"
"Manis kok, dimana pahitnya." Zia mencebik karena memang tidak ada yang salah sama sekali, kopi itu manis bahkan terlalu manis untuknya.
"Oh iya? Mungkin caraku menikmatinya salah ... haruskah begini?"
Dalam hitungan detik, Mikhail menarik tangan Zia dan mencuri kecupan di bibir ranumnya. Dengan posisi yang masih duduk dan Zia sedikit menunduk karena Mikhail berhasil membuatnya kian dekat.
"Hm, manis memang." Zia berdegub kala Mikhail menjauhkan wajahnya. Belum dia lepaskan tangan Zia, masih betah memandangi kecantikan wanita di hadapannya ini.
"Bapak kenapa makin kurang ajar ya?"
Pertanyaan singkat yang berhasil membuat Mikhail tergelak, seumur hidup baru kali ini dia dianggap kurang ajar karena mencium seorang wanita.
"Sudah satu jam, saya keluar ya ... temen-temen saya makin curiga nanti, Pak." Sejak kemarin keresahan ini sudah menghantuinya, beruntung saja saat ini dia sudah tidak tinggal bersama Erika. Jika tidak, Zia yang kerap keluar malam jelas semakin mengundang tanya bagi temannya.
"Tidak bisa, kemarin aku sendirian dan kamu memilih dia." Mikhail mengatakannya seraya mengalihkan pandangan, tak ingin terlihat menyedihkan.
"Maaf, saya tidak mungkin mengabaikan Zidan, karena kemarin...."
"Shhuut, jangan dijelaskan ... aku tidak tertarik mendengarnya." Zia bingung di saat-saat begini, semakin kesini Mikhail semakin memperlihatkan jika dia cemburu meski Zia hanya menghabiskan waktu hanya untuk menonton bersama Zidan, tidak lebih.
"Bisakah kamu adil, Zia?" tanya Mikhail frustasi dan mengusap wajahnya kasar, membayangkannya saja dia kesal luar biasa.
"Adil bagaimana? Bukankah Bapak yang menerima lebih banyak dari dia?"
Apa yang sebenarnya tengah Mikhail tuntut, padahal secara nyata dirinya menguasai Zia bahkan hampir seutuhnya. Bisa-bisanya Mikhail merasa Zia tidak adil hanya karena Zidan meminta waktu sebentar kepada Zia kemarin.
"Aarrrrrggghh ... tapi kamu kemarin memeluknya, sementara bersamaku? Kamu tidak pernah melakukan itu dan kita berdua tidak akan pernah pelukan jika bukan aku yang memulainya."
"Hah? Tau dari mana?" Bukannya menjawab, Zia justru bingung dari mana Mikhail mengetahui apa yang kemarin dia lakukan pada Zidan. Memang benar Zia memeluknya, akan tetapi itu sebatas ungkapan terima kasih pada kekasihnya.
"Ehm, hanya menebak saja." Mikhail kemudian melepas genggamannya dan kembali duduk ke posisi yang benar, dia lupa tak seharusnya hal ini dia utarakan.
Tbc
Crazy up, tolong tinggalkan vote dan hadiahnya✨