Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Di ruang keluarga abah mencecar pertanyaan seputar tamu pria yang tak lain adalah Alvin. Abah nampak tidak suka anaknya bergaul dengan orang yang ia yakini tidak seiman dan jauh dari kata ibadah.
"Abah... tolong dengar penjelasan aku dulu" Sifa menceritakan jika Alvin pria sholeh, walaupun bukan seperti ustadz yang abah idam-idamkan.
"Tetap saja budaya kita berdeka Sifa" Emak menambahkan. Emak sedikit tahu bagaimana kehidupan orang dari negera K.
"Emak salah, tidak semua orang yang berasal dari sana seperti yang Abah dan Emak pikirkan. Alvin itu sejak SD sekolah di Indonesia Mak" Sifa mengatakan sampai detail, bahwa papa Alvin orang Indonesia asli.
Emak menatap putrinya sendu, dalam hati berdoa semoga putrinya tidak lagi dikecewakan.
"Abah... Emak... beri kesempatan aku untuk tidak mengulang kesalahan yang sama" Sifa meyakinkan abah dan emak. Gagal membina rumah tangga dengan Aksa, dan disakiti oleh Felix ia jadikan pelajaran dalam hidup. Jika saat ini menerima Alvin, Sifa sudah memikirkan dengan matang. Bukan hanya dengan hitungan bulan Sifa membuka hati untuk Alvin, tetapi hampir dua tahun menilai seperti apa pri itu.
Abah masih belum membuka suara, ternyata bukan hanya Sifa yang trauma, tetapi abah pun sama. Orang tua mana yang tidak akan khawatir bila sudah dua kali anaknya disakiti.
"Ayolah Abah... Emak... restui kami" Sifa memelas, ia pegang kedua tangan emak dan abah, lalu mendongak memandangi raut wajah keduanya. "Aku bukan hanya mengenal Alvin Bah, tetapi juga kedua orangtuanya" Sifa melanjutkan ceritanya, bahwa papa dan mama Alvin orang baik bahkan sudah 6 bulan tinggal di rumahnya.
"Kamu pernah tinggal di rumah Alvin?" Emak terkejut, lagi-lagi emak khawatir jika Sifa bersama Alvin melakukan perbuatan yang tidak benar.
"Iya Mak, ketika tinggal di korea aku tidak mempunyai uang sepeserpun, tidak mempunyai kenalan, apa lagi tempat tinggal. Ketika Mama Alvin menyarankan aku tinggal di sana, siapa yang tidak senang Mak. Lagi pula saat itu Sifa percaya kalau Alvin itu orang yang dikirim Tuhan untuk menolong aku Mak" Sifa juga menceritakan bahwa Alvin pria yang telah menemukan dirinya yang hanyut hingga ke laut dalam keadaan wajah rusak. Alvin menolong tanpa pamrih, nyatanya uang biaya pengobatan dan operasi plastik yang tidak sedikit, ketika Sifa ganti hingga kini Alvin tidak mau menerima.
"Jadi pria itu yang menyelamatkan kamu..." Dada emak sedikit lega. Jika emak mulai menerima, tetapi berbeda dengan abah. Hatinya masih mengganjal sebelum berbicara kepada Alvin sendiri.
"Iya, Mak. Tapi ngomong-ngomong kita disini sudah terlalu lama loh" Sifa mengingatkan bahwa tamunya di depan pasti menunggu.
"Oh iya..." Emak pun mengait tangan abah, kemudian kembali ke ruang tamu.
"Maaf Mbak yu, saya angguri" Emak segera bergabung duduk di posisi masing-masing, lalu Sifa berhadapan dengan Alvin.
"Nggak kok, kami baru saja ngobrol dengan calon menantumu" Umi rupanya masih kaget ketika tahu bahwa Alvin adalah pengusa kosmetik cabang korea dan produknya sudah mendunia. Ia bersyukur bahwa Miftah sudah mempunyai wanita idaman. Jika Miftah menerima perjodohan itu tentu akan bersaing berat dengan Alvin.
"Iya..." Emak tersenyum lalu melirik Alvin yang tengah ngobrol dengan Sifa.
Emak ngobrol dengan umi, abah dengan abi, Sifa sudah kangen-kangenan dengan Alvin. Sementara dua orang lainnya sibuk dengan dunianya sendiri. Ustadz asik dengan buku di tangan, sementara satu orang lagi merasa jadi obat nyamuk, siapa lagi jika bukan Zulfa. Untung saja emak memelihara kucing lucu, Zulfa akhirnya bermain dengannya.
Waktu berganti siang dilanjutkan menyantap hidangan makan siang termasuk Alvin pun ikut makan. Tidak lama kemudian setelah makan tamu abah pun akhirnya pulang.
Hanya tinggal Alvin tamu yang masih tersisa. Sore itu Sifa sedang membantu emak memasak untuk makan malam. Sedangkan Alvin tengah dicecar pertanyaan oleh abah di teras rumah.
"Kamu menjalin hubungan dengan anak saya hanya main-main atau serius? Jika tidak serius, lebih baik mundur sekarang" tegas abah menatap tajam Alvin, membuat pri itu menciut.
"Tentu saja serius Abah" Alvin menjawab singkat tetapi pasti.
"Lalu kapan kamu mau melamar anak saya?" Tegas abah tidak mau Sifa berlama-lama pacaran.
"Kalau saya pribadi siap melamar Sifa kapan pun Abah, bahkan sekarang pun tidak masalah, tetapi masalahnya Sifa belum mau menikah dalam waktu dekat." Alvin menceritakan tidak ada yang ia sembunyikan.
"Baiklah, nanti Abah yang akan berbicara dengan Sifa" pungkas abah. Abah pun mengalah lalu beranjak.
"Yes." Batin Alvin menatap Abah yang menarik handuk di jemuran kecil, kemudian masuk ke dalam rumah sepertinya ingin mandi.
"Abah tanya apa barusan Al?" Sifa tiba-tiba duduk di bale yang sama dengan Alvin.
"Abah ingin kita segera menikah Sifa" Alvin menuturkan seperti apa yang abah katakan.
"Al, apakah sudah kamu pikirkan matang-matang, aku ini seorang janda loh" Sifa tentu masih ragu dengan statusnya. Alvin masih bujang, usianya pun masih sangat muda. Hanya berbeda satu tahun, jika Sifa saat ini genap 25 tahun, Alvin baru 26.
"Kenapa kamu tanyakan itu Sifa, tentu aku serius. Lalu kenapa memang kalau kamu seorang janda" Alvin tidak mempermasalahkan itu.
"Aku percaya Al, tapi bicarakan dulu dengan Tante Minji dan Om Adhitama." Sifa tidak mau gagal untuk yang kesekian kali.
"Okay Bos" Alvin senang sekali karena sudah mendapat lampu hijau, masalah mama dan papa bukan suatu hal yang menghambat. Pikir Alvin.
"Kita jalan-jalan Al" Sifa pinjam motor abah lalu mengajak Alvin ke sawah yang sudah beberapa tahun tidak ia kunjungi.
***************
"Bagaimana? Sudah kamu temukan wanita rambut pirang itu?" Tanya pria di sambungan telepon. Ia tengah duduk di ruang kerja menempelkan handphone di telinga.
"Wanita yang Bos cari saat ini berada di Jawa Tengah Bos" jawab pria yang jauh entah di mana.
"Saya tidak mau tahu di mana wanita itu berada, tapi saya mau kamu cepat membawa Dia ke hadapan saya. Ingat, jangan sampai lecet sedikitpun" pungkas pria itu lalu menutup handphone.
Pria yang tak lain adalah Felix itu meremas dagu, siku menekan meja kerja. Dia ingat hubungan panas dengan Sifa dua tahun yang lalu, tetapi seperti baru kemarin.
Felix rasanya ingin mengulang itu kembali karena tidak pernah dia dapatkan dari Dania. Tubuh istrinya itu tidak mampu lagi membuatnya bergetar dan membangkitkan gairah. Dania kini hanya tinggal raga tak bernyawa. Jika saat ini masih bersamanya, hanya karena merasa bersalah dan kasihan.
Felix menarik napas berat, pernikahannya dengan Dania seperti membawa masalah yang semakin menumpuk. Biaya berobat Dania hingga kini masih berlanjut dan keluarganya tidak mau membantu sedikitpun, karena semua keluarga melimpahkan kesalahan kepadanya.
"Aaagghhh...."
Brak!
Felix menggebrak meja sebagai pelampiasan, lalu membenamkan dahi di pinggir meja berbantalkan tangan.
Deerrtt... Deerrtt... Deerrtt...
"Hallo" Felix angkat handphone setelah melihat si penelpon adalah mama mertua.
"Baik Ma" Felix meninggalkan ruangan dengan langkah malas. Setiap hari harus menerima omelan mertua yang sebenarnya tidak mau Felix dengar.
"Apa aku jual saja rumah itu, biar Dania tinggal bersama orang tuanya, lagi pula saat ini aku membutuhkan banyak uang" batin Felik dalam perjalanan pulang.
Felix sudah tidak sabar lalu minggir sebentar, menghubungi seseorang.
"Hallo Bang"
"Hallo Vin, kamu mau membeli rumah saya tidak? Saya butuh uang cepat untuk pengobatan Dania"
"Kalau saya sendiri tidak Bang, tetapi saya akan membantu Abang mencari pembeli"
...~Bersambung~...