[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 | Segera Pindah
Dear, diary...
Hari ini sungguh mengerikan. Kenapa aku malah dituduh menikam Hansel? Apa semua teman-temanku akan membenciku, seolah aku adalah penjahat yang menikam temanku sendiri. Padahal aku tidak melakukan apa pun. Semua yang terjadi terasa sangat tidak adil. Aku hanya berusaha menolongnya pada saat itu.
Dan kenapa papa bisa tahu kalau ada polisi di sekolahku? Apa sekolah yang menghubungi papa? Papa sama sekali tidak pernah mencampuri urusanku di sekolah. Tapi malah akhir-akhir ini papa sangat peduli padaku. Sepertinya banyak yang sudah papa ketahui tentangku.
Satu-satunya harapan yang tersisa adalah menemukan Sarah. Di mana sebenarnya dia berada? Aku harus menemukannya dan menyeretnya untuk mengakui bahwa dia adalah orang yang menikam Hansel. Hana pasti tau keberadaannya. Aku akan mencarinya dengan kedua kakiku.
Aku juga akan segera menyelidiki tentang kasus kematian Kian yang berhubungan dengan Sarah. Lalu mama ... kasus kematian Kian juga ada hubungannya dengan mama. Selama ini papa menutupinya dariku dan Reega agar kami tidak tenggelam dalam kesedihan. Selain Hansel yang masih belum sadarkan diri, papa pasti tau kalau kedua kasus itu saling berhubungan.
^^^-Adila Zeeya Vierhalt-^^^
...****************...
Tok, tok, tok!
Pintu kamarku diketuk. Aku yakin pasti papa sudah kembali dari sekolahku. Rasanya aku sudah lama menunggu, aku sangat rindu padanya yang selalu bisa membuatku merasa lebih baik.
“Papa ...” gumamku penuh harapan saat aku membuka pintu dengan sangat antusias.
Namun, harapanku hilang seketika. Di depan pintu, berdiri Reega, saudara kembarku.
“Reega?” tanyaku penuh kebingungan.
Aku kembali lesu. Bukannya papa yang datang, justru Reega yang muncul dengan ekspresi yang tidak biasa. Reega memang selalu peduli padaku. Dia sosok yang selalu memelukku, tetapi sekarang aku sedang membutuhkan papa.
“Kenapa kau tidak mendengarkan kata-kataku?”
Reega melangkah masuk, matanya menatapku dalam sekali. “Kenapa kau melangkah keluar kelas?”
Aku melangkah mundur pelan-pelan sebab takut dengan tatapan matanya yang tidak biasa. Aku ingin menjelaskan semua yang terjadi, tetapi kata-kata tidak bisa keluar dari mulutku.
“A-anu ... aku ...” suaraku bergetar, mataku juga mulai berkaca-kaca.
“Apa yang terjadi di sekolah?” tanyanya seolah menginterogasiku.
Aku menunduk memalingkan wajah dari tatapannya yang membuatku makin bergidik. “... polisi datang ke sekolah menuduhku sebagai tersangka.”
“tenanglah ... papa pasti membungkam satu sekolah dan juga orang-orang di kepolisian.” Reega mendekat padaku lalu memelukku dan mengelus kepalaku dengan lembut.
‘Orang sialan! Bahkan papa tidak mampu membuatnya diam ...’
Barusan, apa Reega sedang mengumpat di dalam hati? Suaranya begitu jelas terdengar di telingaku. Aku melepas pelukannya, rasanya aneh. Dia tidak memelukku seperti yang biasa dia lakukan. Pelukannya malam ini terasa berbeda.
“Ree, apa kamu bisa membantuku?” tanyaku dengan suara pelan.
“Apa kau membutuhkan sesuatu?”
“Aku ... ingin tau apa dulu sewaktu SMP, kamu kenal dengan anak bernama Kian Hanami?”
“Kian Hanami? Aku tidak ingat siapa dia.”
“Ha ...” aku mengernyitkan dahi kebingungan, “kenapa bisa kita berdua tidak mengingat semua hal tentang sekolah itu? Bahkan kasus kematiannya yang dulu sempat viral ...”
Tok, tok, tok! Krek ...
Pintu kamarku diketuk untuk kedua kalinya. Kali ini, tanpa aku membukanya, pintu terbuka sendiri. Aku menoleh ke arah pintu yang terbuka lebar dan melihat seorang pelayan rumahku berdiri di luar.
“Nona ... semuanya sudah siap!” kata pelayan itu dengan suara tegas.
Aku menghampirinya, lalu menutup pintu untuk menjaga privasi kamarku. “Apanya yang siap?” tanyaku, sedikit bingung.
“Tuan menyuruh kami untuk menyiapkan kepindahan Nona ke mansion utama,” jelasnya, matanya tidak lepas menatapku serius.
“Sekarang?” aku terkejut.
Dalam hati, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Kenapa papa menyuruhku untuk pindah? Meski bukan ke luar negeri, tapi papa sudah sepakat untuk membiarkanku tinggal di sini.
“Iya. Semuanya sudah menunggu,” jawabnya.
“Lalu, di mana papa? Aku ingin menunggunya kembali.” Aku mengkhawatirkan papa yang belum kembali juga dari sekolahku.
“Em ... tuan sedang mengurus sesuatu. Tuan juga akan tinggal di mansion utama bersama Nona ...”
“Apa yang sedang papa urus?” aku berusaha menggali informasi dari pelayan di hadapanku.
“Saya tidak tau ...” dia memalingkan wajahnya yang menatapku dari tadi dan tampak gugup.
“Baiklah ... biarkan aku mengemas bajuku sebentar ...” aku mulai melangkah kembali ke dalam kamar.
Pelayan itu menghentikan langkahku. “Kami akan mengurusnya nanti. Tuan bilang, harus mengantar Nona ke mansion utama segera.”
Rasanya enggan untuk pindah. Rumah ini adalah saksi bisu atas kejadian enam tahun lalu. Meski sederhana, tapi banyak kenangan yang banyak kulalui bersama keluargaku. Kalau aku pindah sekarang, bagaimana aku bisa menemui Hana untuk mencari keberadaan Sarah?
.........
Beberapa hari yang lalu (hari uji coba kompetisi)
Seseorang mengirim pesan chat pada perempuan yang sedang berada di bangku sekitar lapangan olahraga SMA Negeri 1 Bilona. Di bawah pohon yang rindang, dia menghirup udara segar sambil membuka pesan itu dari HP-nya.
‘Zeeya datang ke sekolahmu hari ini bersamaku untuk uji coba kompetisi.’
Saat membacanya, dia tersenyum licik. matanya berbinar-binar.
“Hem ... Akhirnya aku bisa melihat wajahnya yang menyebalkan itu.” Perempuan itu, Sarah berteriak riang.
“Menyebalkan?”
Sarah tidak sadar seseorang berdiri di tengah lapangan, menatapnya tajam dari kejauhan lalu menghampirinya. Dia balas menatap orang itu. Wajahnya yang semula riang kembali datar. Dia lantas mengacuhkannya.
“Apa kamu masih ingat denganku, Sarah?” orang itu berdiri di hadapannya.
“Kau?” Sarah terkejut, seketika dia berdiri. “Kairo?!”
“Kabarmu baik?” Kairo duduk di sebelah Sarah yang sedang berdiri, “apa yang kamu lakukan sendirian di sini?”
“Aku yang seharusnya bertanya begitu padamu. Bukankah kau sudah pergi ke luar negeri?” Sarah menatap matanya.
“Aku memang sudah bersekolah di luar negeri. Tapi aku kembali untuk mengurus sesuatu yang penting.”
“Mengurus sesuatu?” Sarah menggertaknya, “pergi dari hadapanku dan lakukan urusanmu sendiri!”
“Kamu lah sesuatu yang harus aku urus, Sarah. Seharusnya aku tau dari awal, kalau kamu mengganti identitas dirimu dan bersekolah di sini untuk memanfaatkanku menemukan Zeeya.”
Kairo membalas tatapannya dengan lebih tajam. “Apa yang sudah kamu lakukan padanya?”
“Maksudmu?” Sarah terdiam berpikir sejenak. “Tentang surat tuduhan yang kuberikan? Bukankah semua yang kutulis pada surat itu benar sebuah fakta?”
“Segera hentikan perbuatanmu!”
Sarah tersenyum. “Apa yang aku lakukan ini bukan apa-apa dibanding yang dia lakukan padaku dan adikku. Aku ingin dia menebus dosanya.”
“Alasanmu itu tidak bisa membenarkan perbuatan yang kamu lakukan padanya ...”
Kairo menghela nafas dalam-dalam, “... Zeeya bukanlah orang yang telah membunuh adikmu.”
“Hah!” Sarah mengelak, “meski dia tidak membunuh adikku dengan tangannya sendiri. Tetap saja karena dia, nyawa adikku melayang!”
Dia meninggikan suaranya pada Kairo. “Aku belum bisa menerima kasus kematian adikku yang bisa selesai dengan mudah. Semua karena pengaruh keluarganya!”
“Orang yang membunuh adikmu sudah ditangkap. Kamu harus menghentikan perbuatanmu itu sebelum diketahui oleh ...”
Emosi Sarah kian meledak. “Orang itu korban salah tangkap! Aku tidak peduli tentang pengaruh keluarganya atau apa lah itu! Aku hanya ingin membalaskan dendam atas kematian adikku.”
Sarah beranjak pergi dari tempatnya berdiri. Dia pergi meninggalkan Kairo di bangku lapangan sendirian. Langkahnya yang cepat membuat Kairo hilang dari hadapannya. Sarah membuka HP dan mengirim balasan pesan pada seseorang.
‘Aku akan menjalankan rencana kedua.’
‘Pastikan dia kembali ke sekolahnya sore ini setelah uji coba selesai.’
Ting!
Sarah langsung mendapat pesan balasan.
‘Baik. Aku akan membawanya ke sana.’
.........
- Hansel itu cowok apa cewek sih?😁
- Perkembangan ceritanya bakal rumit saat Zee satu tim dengan cowok idaman Nisa
- Tuduhan macam apa yang ada disurat itu?
- kenapa Ree dan Zee tidak pulang bersama?
Ceritanya bagus suka❤