siapkan tisu sebelum membacanya ya geees.. cerita mengandung bawang 😅
" kamu harus menikah dengan Rayhan. Shena" ucap ibu lirih
"Kenapa harus Shena Bu? bagaimana dengan mas Arhan yang sedang berjuang untuk Shena?" aku menyentuh lembut jemari ibuku yang mulai keriput karena usia yang tidak muda lagi.
"menikahlah Shena. setidaknya demi kita semua, karena mereka banyak jasa untuk kita. kamu bisa menjadi suster juga karena jasa mereka, tidakkah ada sedikit rasa terima kasih untuk mereka Shena?"
ibuku terlihat memohon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEDIKIT PERHATIAN
Pagi ini aku memilih untuk duduk menikmati segarnya udara pagi di taman depan rumah Ibu, beberapa hari berada di dalam kamar membuatku merasa bosan dan tidak nyaman. Aku ingin merasakan udara pagi, mencium aroma segar bunga – bunga.
“Shena, Ibu kira kamu dimana?” ibu mengelus dadanya sambil memperhatikan aku.
“Kenapa Bu?”
“Tidak apa – apa, Ibu tidak melihat kamu di kamar. Ibu khawatir anak. Kamu lagi apa sendirian di sini Shena?”
“Shena mau berjemur Bu. Beberapa hari ini Shena di kamar terus nggak kena matahari rasanya badan Shena nggak nyaman”
“Ya sudah, kamu jangan terlalu banyak bergerak dulu ya, kalau mau masuk panggil Ibu atau Lia” tutur Ibu penuh perhatian.
Aku tersenyum. Setelah itu Ibu pergi meninggalkan aku di kursi taman ruman mewah ini.
Setelah kepergian Ibu tiba – tiba Lia menghampiriku, mungkin dia di suruh Ibu mertuaku itu untuk menemaniku.
“Mbak, soal Ibu, Mbak tahu sesuatu nggak, kok tiba – tiba ibu bisa berjalan normal?” tanyaku kepada Lia
Lia tersenyum dan sedikit tertawa “Ah, Mbah Shena ini pura – pura. Demi membantu Mas Rayhan untuk kembali seperti dulu. Ibu sengaja melakukan itu, mencari wanita yang benar – benar tulus. Wanita yang bisa menerima Mas rayhan dan membantunya keluar dari jeratan masa lalunya” jelasnya
“Ibu memang sakit dia punya riwayat sakit jantung seperti yang mbak Shena sudah tahu. Sempat struk juga yang membuatnya nggak bisa bergerak. Sebenarnya Ibu sudah sembuh mbak tapi Ibu memanfaatkan itu demi Mas Rayhan bisa sama Mbak Shena. Akhir – akhir ini ibu banyak cerita sama saya Mbak” sambung Lia panjang lebar.
Kami bercerita banyak tentang Ibu dan Mas rayhan. Ibu berjuang banyak demi Mas Rayhan. Hidup mas Rayhan tidak memiliki arah tujuan, mas rayhan selayaknya orang yang tidak mempunyai semangat atau mimpi untuk hidup lagi dia cukup terpuruk setelah kematian Naila
“Aku tiba – tiba ingin cilok Mbak. Dimana ya ada yang jual cilok?” aku mengelus perutku, sepertinya aku ngidam.
“Mau saya carikan Mbak? Mungkin di sekitar sekolah sana ada yang jual cilok” tawar Lia
“Kapan – kapan saja mbak, lagian saya nggak terlalu ingin kok”
“Nanti ada yang ngiler loh Mbak Shena” ucapnya sambil terkekeh
“Nggak ah, lagian aku nggak begitu suka cilok kok” tadi Cuma sekilas terbayang saja” sahutku
“Terkadang apa yang di inginkan bayi itu sesuatu yang tidak kita sukai. Dan anehnya kita malah jadi ingin. Saya pun begitu mbak semua yang tidak saya sukai malah itu yang saya ingin pas hamil dulu”
Aku tersenyum mendengar cerita Lia. Usia kami tidak terpaut jauh, paling Cuma beda satu atau dua tahun saja, jadi kami suka ngobrol seperti layaknya teman.
“Mbak Shena sudah berkeringat, dan matahari sudah mulai tinggi. Masuk yuk mbak!” ajak Lia
“Hehehe nggak terasa sudah siang saja, mungkin karena kita asyik ngobrol jadi waktu terasa cepat” ucapku sambil tersenyum
Kami berdua kembali ke dalam rumah. Aku melihat Ibu yang ternyata sedang menonton TV. Aku duduk di sebelah Ibu, aku ikut menontonnya walaupun sebenarnya aku tidak suka acaranya. Karena aku memang jarang menonton TV. Nonton di ponsel pun aku tidak terlalu suka
“Istirahatlah Shen, wajahmu kelihatan pucat. Mungkin kamu terlalu lama berjemur” ucap Ibu
“Keasikan ngobrol Bu tadi” jawabku sambil tersenyum. “Kalau begitu Shena balik ke kamar ya Bu” sambung ku.
Aku nggak mau Ibu terlalu khawatir. Tanpa aku sadari hampir dua jam aku tadi di taman. Pantas saja aku sedikit pusing, kelamaan berjemur. Aku mengganti pakaianku yang sudah basah oleh keringat. Kemudian aku duduk di sofa kamar memainkan ponsel yang akhir – akhir ini jarang sekali aku lakukan.
Aku memandang Mas Rayhan yang baru masuk, membawa mangkuk yang entah apa isinya. Aku mengabaikannya dan memilih fokus pada layar ponselku.
“Makanlah dulu” ucapnya
Aku memandang mangkuk yang ternyata berisi cilok. Ini suatu kebetulan atau dia tahu kalau aku lagi menginginkannya.
“Tadi kebetulan lihat, jadi tak belikan. Barangkali kamu mau” ucapnya
“Makasih Mas” ucapku sambil menerima mangkuk berisi cilok itu.
Mas Rayhan keluar kamar setelah menyerahkan mangkuk itu kepada ku, tanpa sadar aku tersenyum. Begini bahagianya jika apa yang aku inginkan bisa aku dapatkan. Walaupun hanya cilok semata aku sudah bahagia. Padahal dia bilang dia tidak sengaja tapi entah mengapa aku merasa dia sengaja membelikan ini untukku. Mungkin dia mendengar waktu aku bicara dengan Lia tadi.
Aku akan mencoba berpikir positif demi kenyamanan diriku sendiri dan kesehatan mentalku.
...****************...
Aku bercerita dengan Ibu dan Lia. Beberapa hari tidak bekerja akhirnya Mas Rayhan beraktifitas seperti semula. Dia pergi ke kebun dan aku bersama Ibu di rumah.
“Bu, bolehkan Shena ke rumah Ibu Shena? Sudah beberapa bulan Shena nggak berkunjung ke rumah Ibu”
“Boleh Anak. Lagi pula nggak terlalu jauh kan? nanti tunggu Rayhan kembali, bawa mobil saja biar kamu nggak kelelahan” ucap Ibu
“Shena sendiri pun bisa Bu, kasihan mas Rayhan habis dari kebun nanti kelelahan”
“Kelelahan apa sih? Wong Rayhan di kebun Cuma jadi mandor. Tidak bekerja juga, paling iseng ikut muat” jelas ibu sambil terkekeh
Aku menurut apa kata Ibu, seandainya Mas Rayhan menolak pun aku tidak keberatan. Aku rindu sama Ibuku tapi sebagai istri aku tidak bisa membantah apa kata suamiku. Bagaimanapun sikapnya dia tetaplah suamiku.
“Oh iya Shen. Tadi ibu membuat rujak, ayo kita makan bersama di taman” ucap Ibu sambil menggandeng tanganku.
Aku mengikuti langkah Ibu menuju taman. Sedangkan Lia mengambil rujak yang Ibu katakan tadi.
Kami menikmati rujak di siang hari sambil bercerita banyak hal. Perlahan aku mulai terbiasa menikmati kasih sayang yang Ibu berikan. Walaupun dari Mas Rayhan aku tidak mendapatkannya.
Di saat kami sedang makan rujak, aku mendengar suara motor Mas Rayhan, ibu menyuruhku menemuinya, bersikap selayaknya seorang istri saat suaminya pulang kerja. Aku ingin, tapi rasanya aku nggak nyaman melakukannya.
Aku melangkah mendekati Mas Rayhan, terlihat dari wajahnya kalau dia kelelahan. Bahkan, aku bisa melihat keringat di wajahnya yang masih menetes dari wajah tampannya. Aku mengulurkan tanganku untuk meraih tas yang ia bawa. Dia menatapku sekilas dan memberikan tasnya.
“Mau minum apa mas?” aku mencoba bertanya
“Air dingin saja” sahutnya
Aku tersenyum, kurasa jawaban Mas Rayhan cukup baik. Entah kenapa aku senang kalau dia bersikap baik padaku.
Aku melangkah ke dapur, meletakkan tas Mas Rayhan dan menggambil sebotol air dingin dari dalam kulkas tak lupa aku juga mengambil sebuah gelas.
“Rayhan pulang?” tanya Ibu yang baru saja masuk rumah
“Iya Bu” jawabku sambil kembali ke ruang tamu
paling yaah jealous 2 dikit laaah
manusiawi kok...
biar si Rayhan 'lupa' pd naila..
kini dia hrs menjaga shena, masa depan nya
apa aj itu isinya????
wkwkwk
stlh shena sembuh,
gugat cerai ajalah si Rayhan...
Kdrt pun...
hahhh.
walaupun cerai itu boleh tp ttp dibenci.Alloh....
dan shena masa depanmu..
Ray...
bisakah kamu membedakannya?
bukan berarti kamu hrs melupakan Naila...
pria bermuka dua