Seorang laki laki yang bekerja produser musik yang memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih untuk menjalani sisa hidupnya di negara asalnya. dalam perjalanan hidupnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan seorang penyanyi. wanita tersebut berjuang untuk menjadi seorang diva namun tanpa skandal apapun. namun dalam perjalanannya dimendapatkan banyak masalah yang mengakibatkan dia harus bekerjasama dengan produser tersebut. diawal pertemuan mereka sesuatu fakta mengejutkan terjadi, serta kesalahpahaman yang terjadi dalam kebersamaan mereka. namun lambat laun, kebersamaan mereka menumbuhkan benih cinta dari dalam hati mereka. saat mereka mulai bersama, satu persatu fakta dari mereka terbongkar. apakah mereka akan bersama atau mereka akan berpisah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Hartzelnut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 20
*****,
Mereka akhirnya sampai di basement apartemen. Ssstt... suara langkah kaki mereka terdengar jelas di lantai beton yang sedikit bergema. Brian, yang berjalan paling depan, terlihat tenang dan fokus ke depan, sementara Natalia berjalan di belakangnya bersama Julia dan Jack. Tapi Natalia, mungkin karena terlalu larut dalam pikirannya sendiri, kurang hati-hati ketika mereka melewati sebuah tangga kecil.
Crik! Tiba-tiba, kaki Natalia terpeleset di ujung tangga, membuat tubuhnya terjatuh ke belakang. "Aaa!" teriaknya, mencoba mencari pegangan. Deg! Sebelum tubuhnya menyentuh tanah, Brian dengan reflek cepat menangkapnya. Bugh! Tubuh Natalia jatuh dalam pelukan Brian yang kokoh, menciptakan keheningan seketika.
Mata mereka bertemu. Ssstt... Napas Natalia terhenti sejenak, jantungnya berdegup cepat. Deg... deg... deg... Wajahnya memerah saat dia merasakan kehangatan dari tubuh Brian yang dingin, namun kuat. "Brian?" pikir Natalia, merasa janggal dengan situasi yang tiba-tiba ini. Tangannya menggenggam lengan Brian secara refleks, meskipun dalam hatinya ada perasaan aneh yang tak bisa ia jelaskan.
Brian, di sisi lain, hanya menatapnya dengan tatapan datar. "Kenapa aku menolongnya?," pikir Brian, tanpa mengubah ekspresi wajahnya. Tangannya masih kuat memegang Natalia, menahannya dari jatuh lebih jauh. Crik... jemarinya terasa kencang di sekitar pinggang Natalia, namun tak ada emosi yang terlihat di matanya.
Di belakang, Julia dan Jack yang menyaksikan pemandangan itu langsung terkejut. Julia menutup mulutnya dengan tangan, menahan tawa sambil berbisik pelan ke Jack. "Mereka sangat serasi ya?" bisiknya sambil menyenggol lengan Jack. Hehe... sedikit tawa keluar dari bibirnya.
Jack, yang berdiri di samping, ikut tertawa kecil. Klik... jemarinya mengetuk bahunya sendiri, merasa geli dengan apa yang terjadi. "Memalukan sekaliiii.... kenapa aku harus seperti ini didepannya...," pikirnya, bibirnya terangkat dalam senyuman lebar.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Brian membantu Natalia berdiri tegak. Ssstt... dengan pelan, dia menarik tangannya dari pinggang Natalia. sambil melepaskan genggaman dengan tenang. Natalia menatapnya dengan sedikit rasa malu dan terima kasih.
"Terima kasih," kata Natalia dengan suara lembut, matanya sedikit menunduk. "Maaf, aku kurang hati-hati," lanjutnya, mencoba tersenyum meskipun hatinya masih berdebar kencang. Deg... deg... jantungnya bergetar lebih keras daripada yang dia harapkan.
Namun, seperti biasa, Brian tidak merespons. Ssstt... tanpa sepatah kata, dia berbalik dan berjalan meninggalkannya, masuk ke lift tanpa mengucapkan apa-apa. Klik... klik... sepatu kulitnya bergesekan di lantai saat dia melangkah, meninggalkan Natalia yang berdiri terpaku dengan ekspresi bingung dan jengkel.
"Apa?! Dia tidak mempedulikanku?!" batin Natalia, kesal. Tangannya mengepal kecil, menahan rasa frustrasi yang muncul karena sikap Brian yang acuh tak acuh. Sstt... napasnya terhembus sedikit lebih cepat, tanda dia menahan perasaan tidak puas.
Julia segera menghampiri Natalia, meletakkan tangan di bahu temannya. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Julia dengan khawatir, matanya menatap wajah Natalia, memastikan tidak ada yang terluka.
Natalia hanya menggeleng sambil tersenyum tipis, meskipun matanya masih terarah ke punggung Brian yang sekarang berada di dalam lift. "Iya," jawabnya, meski dalam hatinya, rasa kesal semakin membesar. "Dia sangat menyebalkan" pikirnya sambil berjalan cepat, masuk ke lift tanpa bicara lagi. Klik! tangannya menekan tombol lift dengan keras, menyalurkan kekesalannya yang terus terpendam.
Melihat Natalia berjalan masuk lift dengan ekspresi kesal, Julia dan Jack bertukar pandang lagi. Jack tersenyum, menahan tawa yang hampir meledak, dan Julia hanya menggeleng sambil tertawa kecil. Hehe... "sepertinya ada perasaan diantara mereka" bisik Julia dengan senyum lebar.
Akhirnya mereka berdua masuk ke lift, berdiri di sebelah Natalia yang masih diam. Suasana dalam lift sedikit canggung, namun Julia mencoba mencairkannya dengan bertanya kepada Jack, "Besok kalian ada rencana apa?"
Jack, yang selalu ceria, segera menjawab. "Besok, aku sama Brian mau ke showroom mobil. Kita mau beli kendaraan buat aktivitas di sini," katanya santai, sambil bersandar ke dinding lift. Sstt... bahunya terangkat ringan, memperlihatkan kepercayaan dirinya yang tak pernah pudar.
Mendengar itu, Julia langsung menawarkan diri. "Kalau kalian mau, aku bisa mengantar kalian besok. Aku nggak ada kegiatan juga. Daripada aku di apartemen sendirian, mending aku ikut kalian," katanya dengan senyum penuh semangat. Tangannya sedikit bermain dengan ujung rambutnya, tanda ia cukup bersemangat.
Jack tertawa kecil, awalnya ingin menolak dengan halus. "Wah, makasih Julia, tapi nggak usah repot-repot," jawabnya sambil melambaikan tangan kecil, seakan menolak dengan sopan.
Namun Julia sedikit memaksa. "Nggak masalah kok. Besok pagi aku kabarin ya.," katanya, matanya berbinar, tak mau menyerah begitu saja.
Melihat antusiasme Julia, Jack akhirnya menyerah sambil tersenyum lebar. Hehe... "Oke deh. Thanks, Julia," jawabnya kali ini dengan tulus, merespons tawaran Julia.
Tak lama kemudian, ting!, lift pun terbuka. Mereka bertiga keluar dari lift dan berjalan menuju pintu apartemen Natalia. Jack berhenti sejenak di depan pintu dan berpamitan. "Terima kasih banget, Natalia, Julia, udah ngasih tumpangan hari ini," katanya sambil tersenyum lebar, mengulurkan tangannya sebagai tanda terima kasih.
Natalia dan Julia membalas dengan senyum manis. "Sama-sama, Jack," kata Julia ceria, sedangkan Natalia mengangguk pelan dengan senyum kecil meskipun pikirannya masih melayang-layang. "Ya, sama-sama," jawab Natalia dengan suara agak pelan.
Tapi, berbeda dengan Brian, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tanpa menoleh ke arah mereka, Brian berjalan lurus menuju apartemennya. Sstt... suara langkahnya terdengar jelas, menggema di sepanjang koridor. Jack melihat punggung Brian dan hanya bisa menghela napas.
"eeehm... maaf ya soal Brian. Dia emang begitu," kata Jack sambil tersenyum canggung, merasa tidak enak dengan sikap sahabatnya yang acuh tak acuh. "Lama lama kalian akan terbiasa," tambahnya, mencoba melucu meskipun wajahnya memperlihatkan sedikit rasa bersalah.
Julia hanya tertawa kecil, sementara Natalia mengangguk dengan sopan. "Nggak apa-apa, Jack," jawab Natalia, meski dalam hati ia masih merasa jengkel dengan sikap Brian yang dingin dan tidak bersahabat. "dia sangat berbeda dengan orang yang pernah aku temui" pikir Natalia, matanya menatap pintu apartemen Brian yang kini tertutup rapat.
Setelah Jack masuk ke apartemennya, Julia dan Natalia juga masuk ke apartemen mereka. Klik! pintu tertutup rapat di belakang mereka, meninggalkan keheningan setelah momen canggung dan penuh perasaan di basement itu.
*****,
Setelah masuk ke dalam apartemen, Julia langsung menutup pintu dan melepaskan sepatu dengan cepat. Kreek! Suara pintu tertutup rapat menggema sebentar, sementara Natalia meletakkan tasnya di sofa. Suasana sedikit hening, tetapi tidak lama kemudian Julia mulai menatap Natalia dengan tatapan penasaran, senyumnya terlihat menggoda.
"Nat..." panggil Julia lembut, matanya menyipit seolah sedang menyimpan sesuatu. Natalia yang sedang membereskan barang-barangnya menoleh, keningnya berkerut melihat ekspresi Julia yang tampak penuh rasa ingin tahu.
"Kenapa?" jawab Natalia dengan nada biasa, meski hatinya sudah merasa sesuatu akan keluar dari mulut sahabatnya itu.
Julia kemudian duduk di sofa, bersandar dengan santai sambil menatap Natalia. "Kamu... nggak ada apa-apa, kan, sama si Brian tadi?" tanyanya, nada suaranya terdengar penuh keusilan.
Natalia yang sedang mengambil air minum, mendengar itu langsung berhenti sejenak. Tangannya yang memegang gelas sedikit bergetar. Deg! Hatinya langsung terasa berdesir, tetapi dia mencoba menahan ekspresi wajahnya. "Apa?" pikirnya, merasa sedikit jengah dengan pertanyaan itu.
"Maksudmu?" jawab Natalia agak tergagap, kemudian melanjutkan mengambil minum, lalu meneguknya dengan cepat. Gluk gluk... air mengalir deras ke tenggorokannya, seolah ingin menenangkan dirinya.
Julia tersenyum lebih lebar. "aku perhatikan dari tadi, kamu selalu melihat brian.," katanya, menyelidik. "Jangan-jangan Kamu suka sama dia ya?" lanjut Julia, matanya kini benar-benar fokus ke wajah Natalia.
Mendengar itu, Natalia langsung menaruh gelasnya dengan agak keras. Plak! Gelas itu menyentuh meja, lalu dia memalingkan wajah, terlihat jengkel dan cemberut. Wajahnya merah, bukan karena malu, tetapi karena kesal dengan asumsi Julia.
"Apaan sih.... Ga jelas" seru Natalia, bibirnya manyun dan wajahnya cemberut seketika. "aku cuma berpikir kenapa ada orang yang menyebalkan seperti itu aja... ga lebih..." lanjutnya sambil melipat tangan di depan dada. Sstt... napasnya terdengar sedikit lebih cepat, jelas menandakan perasaannya yang jengkel.
Julia hanya tertawa pelan, menutupi mulutnya. "Hehe... kamu yakin?" goda Julia, senyumnya semakin lebar melihat ekspresi Natalia yang terlihat kesal.
"Udah ah, aku mau ke kamar mandi," potong Natalia, yang jelas tak ingin melanjutkan percakapan ini. Dengan langkah cepat, dia menuju kamarnya. Brak! Pintu kamar ditutupnya dengan cepat, lalu dia segera masuk ke kamar mandi. "kenapa aku terus terpikirkan dia?!" pikir Natalia sambil membuka keran air. Sstt... Air mengalir deras, dan dia mencipratkan air ke wajahnya, mencoba menenangkan diri dari perasaan tak menentu itu.
Sementara itu, di apartemen sebelah, suasana juga tidak jauh berbeda. Jack dan Brian baru saja tiba, dan setelah menutup pintu apartemen, Jack langsung berjalan ke arah dapur, membuka kulkas dan mengambil sebotol air. Klik! tutup botol terbuka, dan dia meneguk airnya perlahan. Gluk... gluk... suara air yang mengalir ke tenggorokannya mengisi kesunyian.
Setelah beberapa saat, Jack akhirnya angkat bicara. "Brian..." panggilnya sambil menyandarkan punggungnya di meja dapur, matanya mengamati Brian yang tampak tenang seperti biasa.
Brian, yang sedang melepas sepatunya, menoleh sebentar tanpa ekspresi, menunggu apa yang akan dikatakan Jack.
"Aku rasa... Natalia tadi kayaknya suka sama kamu deh," ujar Jack dengan nada santai tapi penuh keyakinan. Brian berhenti sejenak, matanya sedikit menyipit mendengar kalimat itu. Deg! Namun, seperti biasa, ekspresi wajahnya tetap dingin, meskipun ada sesuatu di balik tatapan matanya yang berubah sedikit tajam.
"Hmm..." Brian tidak menjawab, hanya mengangkat bahunya sedikit, seakan tidak peduli. "aku tidak peduli," katanya dengan suara datar. Crik... dia melangkah masuk ke kamarnya, tidak memberikan ruang untuk diskusi lebih lanjut.
Jack yang melihat sikap dingin Brian hanya bisa menghela napas panjang. Sstt... napasnya terdengar pelan, tanda dia sudah terbiasa dengan sifat temannya itu. Akhirnya, Jack berjalan menuju kamarnya sendiri, membiarkan Brian dengan pikirannya sendiri.
Di dalam kamarnya, Brian menutup pintu dengan pelan. Klik... Suara pintu mengunci, menciptakan keheningan. Dia duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi kalung yang masih tergantung di lehernya. Matanya menatap kosong, sementara pikirannya melayang entah ke mana. "Kenapa dia terus menatapku" batinnya, sedikit terlintas ingatan tentang Natalia yang terus memandanginya tadi.
Namun, seperti biasa, Brian mengusir pikiran itu dan berbaring di tempat tidurnya, mencoba memejamkan mata. Sstt... Suara napasnya perlahan mengiringi keheningan malam di apartemen itu.
*****