“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Kejadian Tak Terduga
Alvin, apa yang sedang kau lakukan? Sedang apa kau di sini? Bersama orang-orang ini? Apa yang ingin kau perjuangkan? Wanita itu? Aku melakukan semua itu demi wanita yang sama sekali tak kukenal. Iya kah? Tiara, kenapa kau begitu menyita perhatianku …
Padahal, aku tak mengenalmu. Aku bukan siapa-siapamu, selain suami kontrak di atas perjanjian kita. Kenapa aku harus mati-matian begini? Kenapa dirimu harus aku perjuangkan? Apa yang terjadi pada diriku ini?
Alvin dilema, ia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Alvin hanya takut jika Hardy benar-benar nekad kali ini. Hardy pasti sudah tak bisa lagi menghindar. Semua sudah mengepungnya. Hanya tinggal satu, menyerahkan diri atau berontak lalu mati.
“Aku tak akan melepaskan dia, aku sudah berjanji. Aku akan menembaknya, kalau kalian memaksa untuk menangkapku!”
“Tak ada waktu lagi. Silakan, tembak saja dia, jika kau juga ingin hukuman mati nantinya!”
“Tak mengapa, aku bisa mati bersamanya!” Hardy malah menantang.
Dalam keadaan seperti ini, sulit rasanya untuk bertindak. Takut kalau Tiara, yang tak tahu apa-apa jadi terkena imbasnya. Alvin sudah muak, ia ingin menghadang Hardy, namun Doni selalu menahannya.
Polisi terus menodongkan pistol kearah Hardy. Polisi tak mau ambil resiko, mereka menunggu waktu yang tepat, untuk menunggu saat kelemahan Hardy. Doni terus berusaha menahan Alvin, agar Alvin tak gegabah, meskipun Doni tahu, Alvin sudah sangat-sangat tak tahan.
“Tuan, jangan, tenanglah. Biar polisi yang turun tangan. Sabar, jangan gegabah, kumohon,” bisik sekretaris Doni pada Alvin.
Rasanya, Alvin sudah tak bisa lagi menunggu, ia sudah tak tahan dengan kelakuan Hardy. Alvin menepis tangan Doni yang menahannya, lalu Alvin berlari sekencangnya, bermaksud untuk menghajar dan menghadang Hardy.
Hardy ketakutan melihat Alvin berlari kearahnya, hingga ia refleks menekan pelatuk pistolnya, dan ia tunjukkan kearah Alvin. Ya, Hardy menembak Alvin. Terdengar suara tembakan yang begitu menggelegar di ruangan kecil itu.
Peluru tajam menusuk bahu Alvin, hingga Alvin terjatuh, dan ia tersungkur menahan rasa sakit. “Aaarrgghhh, aarrghhh,” Bahu Alvin mengeluarkan banyak darah, akibat tembakan yang dilayangkan Hardy padanya.
Beberapa polisi langsung menembaki Hardy karena Hardy terus melawan. Kaki dan tangan Hardy pun kena tembak oleh polisi. Hal ini memang biasa dilakukan, jika tersangka berontak, apalagi sampai berani menembak.
Hardy pun tersungkur jatuh, ia kehilangan keseimbangan, karena dua peluru menancap di tubuhnya. Hardy pun melepaskan kursi roda yang sejak tadi ia pegang erat.
Hardy sudah tak mampu lagi menahan Tiara untuk terus disampingnya. Akhirnya Hardy dievakuasi, ia ditangkap, meskipun harus dilarikan dulu ke rumah sakit khusus tahanan.
“Tuan, Tuan muda!” Sekretaris Doni refleks berlari kearah Alvin yang tengah meringis kesakitan.
Polisi telah membawa Hardy dan juga beberapa kopernya. Termasuk koper berisikan uang yang berada di kursi roda Tiara. Polisi akan mengamankan Tiara, namun sekretaris Doni menolaknya.
Sekretaris Doni dan beberapa ajudan lainnya membawa Alvin dan Tiara menuju rumah sakit yang sama. Sekretaris Doni telah memerlihatkan bukti sah, pernikahan Alvin dan Tiara, sehingga Tiara bisa dibawa olehnya secara aman.
Sesampainya di rumah sakit, Alvin langsung mendapat tindakan di ruang VIP. Peluru tajam yang menusuk bahunya, selain mengakibatkan pendarahan, merusak jaringan di tubuh Alvin, dan ternyata sudah merusak tulangnya. Alvin harus segera mendapat tindakan, jika tidak, maka nyawanya akan melayang.
Sekretaris Doni telah memberi tahu keluarga Alvin, dan juga Tiara. Mereka pun berdatangan dengan perasaan cemas dan sangat khawatir. Apalagi ibunda Alvin, sungguh hal yang tak pernah mereka duga, jika Alvin bisa tertembak.
Gunawan Raharja, dan Sinta Raharja, tengah tergesa-gesa menuju Rumah sakit. Mereka syok berat, mendapati anak dan menantunya dilarikan ke rumah sakit. Alvin masuk ruang operasi, dan Tiara sudah berada di kamar VIP rumah sakit ini.
Tiara belum sadar, efek obat tidur dan obat bius yang Hardy lakukan padanya, belum juga hilang. Setelah satu atau dua jam lagi, pengaruh obat itu akan hilang menurut Dokter.
Selagi menunggu Alvin yang dioperasi, ibunda Alvin pun masuk ke ruangan Tiara. Di sana sudah ada Dila dan Fani yang tengah menunggu. Ada juga asisten Fani, yang ditugaskan oleh Alvin untuk menjaga Fani.
“Ya ampun, sayangku, anakku … maafkan kelalaian Mama dan Papa. Maafkan kita, sungguh Mama sangat menyesali kejadian ini …”
Sinta meneteskan air matanya, tatkala melihat Tiara yang terbaring lemah tak sadarkan diri. Gunawan hanya bisa menghela napas panjang, ia merasa sangat bersalah, atas insiden ini.
“Ini bukan salah Tante, memang orang jahat itu iri pada Tiara dan Tuan, eh Alvin. Dia memang gila, dia tak punya otak.” Tutur Dila.
“Kata sekretaris Doni, dia adalah mantan kekasih Tiara. Apa itu benar?”
Astaga, jangan sampai aku salah bicara. Ya, dia memang mantan Tiara, tapi kan mantan suami, bukan mantan istri. Orang tua Tuan Alvin pasti tak tahu, jika si Tiara tuh udah kawin, padahal. Batin Dila.
“Ah, iya, Tante. Mantannya tak terima, dan memaksa ingin kembali dengan Tiara. Makanya ia senekad dan segila itu,”
“Dia harus dihukum mati, Ma. Menurut sekretarisku, dia adalah CEO Gelora Utama. Kau ingat insiden beberapa tahun yang lalu? Perusahaannya hancur, karena banyak investor berpindah haluan pada perusahaan kita. Gelora Utama pasti dendam pada perusahaanku, apalagi kini anakku tengah menikah dengan mantannya. Dia sangatlah murka, pantas saja senekad ini. Aku tak akan memberi ampun manusia gila itu!” Gunawan Raharja pun angkat bicara.
“Tentu saja! Aku akan menemuinya di penjara nanti! Akan kuberi dia pelajaran! Berani-berani menembak anakku, dan menculik menantuku. Kurang ajar!”
Saat mereka tengah berbincang, tiba-tiba, sekretaris Jun mengetuk pintu, dan izin memasuki ruangan rawat Tiara.
“Tuan, Nyonya, tindakan operasi Tuan Alvin telah selesai dilakukan. Tuan Alvin akan dibawa ke ruangannya, di sebelah ruangan Nona Tiara.”
“Ya Tuhan, putraku, sayangku, Papa ayo kita menuju ruang operasi. Aku ingin segera melihat anakku!” lagi-lagi, air mata Sinta tak bisa dibendung lagi.
“Baik, Ma, ayo. Dila, Fani, kami akan pergi ke ruang operasi dulu! Kalian jaga Tiara dengan baik, ya.”
“Baik, Om,”
Gunawan dan Sinta meninggalkan ruangan Tiara. Kini hanya mereka yang ada di ruangan tersebut. Dila menunggu dan terus menunggu, berharap keajaiban akan datang, agar Alvin segera pulih, dan Tiara pun segera sadar.
Dua jam kemudian, Tiara mulai sadar. Efek obat itu telah hilang sepenuhnya. Tiara perlahan-lahan membuka matanya, pandangannya masih buram tak jelas, karena kepalanya pun terasa sakit, karena efek obat tidur dengan dosis yang terlalu tinggi.
“Alhamdulillah, lo udah sadar, Ra. Ya ampun, gue takut banget kalau lo gak sadar-sadar! Mau minum gak? Pasti pusing ya?” Dila begitu antusias.
“Kakak, kakak udah sadar, aku takut banget kak, aku takut,” Fani menangis, ia tak kuasa menahan air mata itu, kala melihat Tiara mulai membuka matanya.
“Auwhh, auwhh, sakit sekali kepalaku. Kenapa kalian ada di sini?” Tiara melihat ke segala arah. “Dimana ini? Tempat apa ini? Rumah sakit?”
“Iya, lo di rumah sakit, Ti.”
“Kenapa aku bisa ada di sini? Seingatku, aku sedang bersujud di kaki Hardy, aku sedang memohon padanya,”
“Apa? Si badjingan gila itu? Lo sujud di kakinya? Brengsek!” Dila marah bukan main.
“Itu gak penting, Dil. Ini kenapa aku bisa ada di sini? Apa yang terjadi? Kenapa kepalaku juga sangat sakit sekali?”
“Ra, ceritanya panjang. Lo dipakein lagi obat tidur sama si brengsek Hardy! Jadi lo pasti gak tahu apa yang udah terjadi. Suami lo baru aja keluar dari ruang operasi, kasian banget dia. Gue aja kaget, gak nyangka sama kejadian ini. Udah bener-bener kayak mimpi, gak nyangka banget!”
“APA? Operasi? Kenapa? Apa yang terjadi sama Mas Alvin?”
“Buset, udah panggil Mas, sweet banget, sih!” Dila jadi tergoda untuk menggoda Tiara.
“Dila! Gak penting! Kenapa dia harus dioperasi? Hah? Apa yang terjadi?”
“Ra, dia ditembak si Hardy brengsek, karena Alvin mau nyelametin lo.”
Hah? Ditembak? Astaga, ya Tuhan, kamu gak bercanda Dila? Gak mungkin!” Tiara kaget bukan main, ia sungguh syok mendengar ucapan Dila.
“Serius, Ra. Tapi operasinya udah selesai, kok. Bokap nyokapnya baru aja ke sana.”
“Aku harus segera ke sana, aku harus segera melihat keadaannya!” Tiara berusaha bangun, namun kepalanya masih benar-benar sakit, “astaga, sakit sekali, aarrgghh,”
“Ra, sabar! Lo juga baru aja pulih. Tenang dulu, lo gak bisa pergi seenaknya gini. Gue panggil suster dulu, bentar ya,”
Mas Alvin, kenapa? Kamu gak apa-apa kan? Kamu baik-baik aja kan? Mas Alvin kamu gak boleh terluka! Kamu harus kuat, kamu pria hebat, kamu gak boleh lemah! Kenapa aku sakit hati denger kamu dioperasi karena luka tembak? Kumohon, selamatkan Mas Alvin, ya Tuhan …