keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Si penjual gorengan minta putus
Setelah menyelesaikan makannya, Aza menghela napas dalam-dalam, lalu menatap Gus Zidan dengan tatapan sedikit canggung. "Sebenarnya, Gus... aku keluar ini bukan hanya karena lapar."
"Lalu? Kamu ingin kabur?" tanya Gus Zidan.
"Kalau bisa sih iya. Sayangnya enggak." ucap Aza bercanda.
"Mazaya Farha Kaina, saya serius."
Aza mengerucutkan bibirnya, "Santai aja kali. Sebanarnya aku ingin menemui kamu," ungkapnya sambil menatap gus Zidan dengan yakin.
Gus Zidan, yang tengah menyeruput teh hangatnya, menurunkan cangkir dan menatap Aza, tertarik dengan pengakuan jujurnya.
"Kenapa? Kamu sudah mulai merindukanku? Tidak heran sih, siapa yang tidak akan jatuh cinta pada ciptaan Allah yang luar biasa tampannya ini," ucapnya dengan nada penuh percaya diri,
Aza pun kembali mencebirkan bibirnya, "PD banget sih jadi orang. Aku tuh cuma ingin menanyakan tentang barang-barangku, terutama ponselku."
"Ohhh," jawab Gus Zidan santai.
"Santai banget sih!?" keluh Aza, "Sampai sekarang, aku belum tahu di mana tas dan ponselku. Aku pikir mungkin pamanku membawanya pulang. Tapi, baju-baju yang kupakai sekarang semua dari kamu..." ia berhenti sejenak, terlihat bingung.
Gus Zidan tersenyum tipis, "Lalu?"
"Atau jangan-jangan ...," Aza belum sempat melanjutkan ucapanya hingga Gus Zidan kembali menyahutnya.
"Ponselmu ada padaku."
"Kok bisa?"
"Pamanmu menyerahkannya padaku setalah kita ijab Qabul."
Mata Aza melebar sedikit mendengar itu. "Kenapa tidak bilang dari kemarin?" tanyanya setengah terkejut. "Kalau tahu begini aku kan tidak perlu pusing."
Gus Zidan tersenyum lebih lebar kali ini. "Di pesantren tidak boleh membawa atau menggunakan alat elektronik apapun selain yang disediakan oleh pesantren, peraturan pesantren Al Hikmah pada poin nomor 5. jelas kan?"
Aza mendengus kesal, "Jadi artinya meskipun aku punya ponsel tidak boleh di gunakan."
"Boleh! Tapi diluar pesantren."
"Kalau di dalam?"
"Siap-siap saja ponselmu hancur karena palu."
"Kok bisa?"
"Kamu sendiri yang akan memukulnya dengan palu hingga hancur."
"Ihhh, kejam sekali."
"Karena itu sudah menjadi ...,"
"Aturan pesantren, aku tahu." sahut Aza dengan cepat sebelum Gus Zidan menyelesiakan ucapanya.
"Anak pintar." ucap Gus Zidan sambil tersenyum puas.
"Baiklah, setidaknya sekarang aku tahu di mana ponselku," katanya dengan nada lega.
Aza pun mengulurkan tangan, "Sekarang di luar pesantren kan?"
"Iya?"
Aza berniat meminta ponselnya kembali. "Aku boleh kan pakai ponselku sekarang?" katanya dengan nada setengah jengkel.
Namun, Gus Zidan justru menatapnya sambil mengangkat alis, ekspresi setengah menggoda. "Buat apa?" tanyanya, dengan nada menggoda.
Aza langsung mendengus kesal. "Ugh, Gus, serius deh... ini kan diluar pesantren," balasnya, merasa bahwa Gus Zidan hanya ingin mempermainkannya.
Gus Zidan tertawa kecil melihat ekspresi Aza yang kesal. "Santai, aku cuma bercanda. Tapi ingat meskipun di luar pesantren tidak boleh terlalu lama," katanya, mengingatkan.
Aza memutar bola matanya, merasa sebal tapi tidak bisa membantah. "Iya, iya, aku tahu."
Gus Zidan pun menyerahkan ponsel itu pada Aza, Aza pun dengan cepat memeriksa ponselnya memastikan tidak ada yang kurang.
Hingga kemudian Aza menatap Gus Zidan dengan tatapan setengah ragu. “Gus Zidan, kamu memeriksa aplikasi chat-nya?"
"Ya sedikit. Hanya untuk memastikan tidak ada pesan penting dari keluarga atau teman-temanku. Tapi ternyata pesan dari penjual gorengan yang lagi cinta monyet."
"Itu bukan penjual gorengan ya. Dia punya nama." protes Aza.
"Mana aku tahu siapa namanya, kamu simpannya dengan nama penjual gorengan."
"Itu hanya untuk mengelabuhi ayahku." ucapnya pelan, "Lagi pula apa urusannya sama kamu?!" kali ini dengan nada ngegas.
Gus Zidan menyandarkan tubuhnya ke kursi, memperhatikan Aza dengan ekspresi yang seolah mempertimbangkan permintaannya. "Hmm, kau ini selalu punya alasan yang bagus ya," katanya, setengah bercanda. "Jadi mungkin kamu akan mengelabuhi ku juga dengan menyimpan nomor penjual gas atau penjual sayur ya?"
Aza menggeleng cepat. “Ya mana ada urusannya sama kamu. Kan sudah aku bilang dari awal kalau aku punya pacar. Siapa juga yang setuju sama pernikahan ini jadi kalau aku masih punya pacar jangan salahkan aku."
Gus Zidan menatapnya selama beberapa detik, lalu menghela napas. "Ya sampai batas waktu yang di tentukan."
"Maksudnya?"
"Sampai kamu memutuskan sendiri hubunganmu dengan penjual gorengan itu."
"Dia punya nama tahu." protes Aza lagi.
Aza yang tidak mau berdebat lagi memilih kembali membuka layar ponselnya, menjelajahi beberapa pesan yang masuk di aplikasi chat. Ada beberapa pesan dari teman-temannya, satu dari pamannya, dan pesan lain yang kebanyakan tidak terlalu penting. Namun, matanya tertumbuk pada satu pesan dari pemilik nama penjual gorengan, yang isinya membuatnya sejenak terpaku.
"Kenapa?" tanya Gus Zidan, memperhatikan perubahan ekspresi Aza yang tiba-tiba menjadi lebih serius. "Ada yang penting?"
Aza ragu sejenak sebelum menjawab. "Bukan... hanya pesan dari ..., apa kamu sengaja mengirim pesan padanya?" tanya Aza mencoba menyelidiki.
"Siapa? Penjual gorengan?"
"Iya kan, kamu pasti sudah mengirim yang tidak-tidak sampai dia mengajak putus."
Gus Zidan mengangkat alis, “Kurang kerjaan sekali sampai aku membalas pesan-pesan kamu. mungkin dia tahu salah telah mengirim pesan mesra pada istri orang, makanya ia memilih putus, takut dosa kali." jawab Gus Zidan dengan santainya.
Aza menutup aplikasi chat dan meletakkan ponselnya di meja. "Ihhh kenapa sih semakin hari kamu semakin menyebalkan saja!?" keluhnya kesal.
Gus Zidan menatap ponsel Aza di atas meja, lalu kembali menatap Aza yang matanya mulai berkaca. “Kamu tidak pa pa?" tanya Gus Zidan merasa bersalah karena telah menggoda Aza.
Aza menatapnya sejenak sebelum akhirnya tersenyum kecil. “Aku hanya... kadang merasa sedikit bingung dengan semua ini, Gus. Semua yang terjadi begitu cepat. Aku bahkan tidak sempat benar-benar memikirkan apa yang sedang kujalani.”
Gus Zidan tersenyum lembut, menyadari ada kekhawatiran yang mungkin lebih besar daripada sekadar pesan di ponsel. “Dengan berjalannya waktu kamu akan mulai bisa menerimanya nanti."
Aza mengangguk pelan. “Aku tahu, dan terima kasih untuk itu. Aku hanya butuh waktu untuk terbiasa dengan semua ini.”
“Waktu memang akan mengubah segalanya, tapi ingat, yang terpenting adalah niat dan usaha. Kita harus melangkah bersama,” balas Gus Zidan sambil menatap dalam-dalam mata Aza.
Setelah beberapa saat, Aza menyerahkan kembali ponselnya kepada Gus Zidan. “Ini, aku nggak butuh lagi,” katanya pelan.
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....