Aku Istri Gus Zidan

Aku Istri Gus Zidan

1. Terjebak di kamar hotel

Aza duduk gelisah di dalam mobil, kedua tangannya mengepal erat di pangkuannya. Wajahnya tegang, pikirannya berputar-putar dengan seribu satu cara untuk bisa lolos dari rencana ini. Orang tuanya memutuskan secara sepihak mengirimnya ke pesantren, dengan alasan yang menurut Aza tidak masuk akal. Ia ingin kebebasan, bukan dikekang oleh aturan-aturan yang menurutnya terlalu membatasi.

Di sampingnya, pamannya sibuk dengan setir, tanpa menyadari gejolak yang menghantui gadis di sebelahnya. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benak Aza, nyaris instingtif. Ia meremas perutnya dan mengerang pelan.

"Om, perut Aza sakit sekali," ucapnya dengan suara lemah, wajahnya berpura-pura kesakitan. "Kita berhenti di hotel saja untuk istirahat sebentar? Mungkin Aza bisa pulih setelah tidur sebentar."

Pamannya menatap Aza, ragu sejenak, namun melihat wajah Aza yang tampak pucat, ia pun setuju. "Baiklah, kita cari tempat untuk menginap malam ini biar paman beritahu ayahmu. Besok pagi, kita lanjutkan perjalanan ke pesantren."

Aza menahan senyumnya. Setelah beberapa menit, mereka menemukan sebuah hotel kecil di pinggir jalan. Saat malam semakin larut dan pamannya telah tertidur lelap, Aza melihat kesempatannya. Dengan langkah hati-hati, ia menyelinap keluar dari kamar, berusaha secepat mungkin kabur dari hotel itu.

Namun, ketika Aza melewati lorong, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Panik, ia mempercepat langkahnya, mencari jalan keluar. Langkah kaki itu semakin dekat dan suara pamannya yang tengah memanggil namanya.

Tanpa berpikir panjang, Aza membuka pintu kamar yang tidak terkunci dan menyelinap masuk, menutup pintu dengan cepat di belakangnya.

Ia menghela napas lega sejenak, namun tiba-tiba tubuhnya menegang. Di depannya, seorang pria berdiri dengan rambut basah, hanya mengenakan handuk mandi. Matanya membelalak saat melihat Aza yang tampak terkejut di ambang pintu.

"Siapa kamu?" tanyanya, suaranya rendah dan penuh kecurigaan. Aza terpaku, jantungnya berdebar kencang. Ia baru saja memasuki situasi yang jauh lebih berbahaya dari yang ia bayangkan.Aza menelan ludah, panik mulai menjalari tubuhnya saat tatapan pria di hadapannya semakin tajam. Ia melangkah mundur, tapi tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi. Dengan suara tercekat, ia mencoba memohon.

"Tolong… biarkan aku di sini sebentar saja. Ada orang yang tengah mengejar ku," katanya, suaranya lirih tapi mendesak.

Pria itu mengernyitkan alisnya, jelas tidak puas dengan alasan Aza. "Ini bukan urusan saya. Kamu tidak bisa sembarangan masuk ke kamar orang lain. Keluar sekarang sebelum kamu buat masalah yang lebih besar."

Aza menggeleng, menolak untuk pergi. "Aku mohon… aku tidak bisa keluar sekarang. Jika aku keluar, mereka akan menemukanku," katanya dengan putus asa, suara gemetar.

Pria tampan itu menghela napas panjang, jelas sudah kehilangan kesabaran. Ia hendak berbicara lagi ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan keras. Seorang pria lain masuk, raut wajahnya seketika terperangah saat melihat pemandangan di depannya—atasannya hanya mengenakan handuk, sementara seorang wanita asing berdiri ketakutan di dalam kamar.

"Gus Zidan… siapa dia?" tanya pria itu dengan suara serak, matanya masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Sang pria menatap asisten pribadinya dengan tatapan tegas, lalu kembali menoleh ke Aza yang masih berdiri membeku. "Dia akan segera keluar," jawabnya dingin.

Aza menyadari bahwa situasinya semakin genting. Asisten itu memandangnya seolah dia sedang berada di tempat yang salah—dan memang begitu. Terjepit antara keinginan untuk kabur dan realitas yang makin sulit, Aza merasa semua rencananya hampir runtuh.

"Aku mohon," Aza berbisik lagi, suaranya mulai pecah, "hanya sebentar lagi."Belum hilang keterkejutan di wajah asisten itu, tiba-tiba segerombolan orang berdiri di belakangnya—para wartawan dengan kamera siap di tangan. Sang asisten tampak panik, menyadari situasi yang semakin kacau. Dia semula datang untuk memberi peringatan bahwa para wartawan mencari Gus Zidan, tetapi malah menemukan pemandangan yang memicu lebih banyak pertanyaan.

"Ada wartawan di luar! Mereka mencarimu, Gus!" ucap asisten itu dengan tergesa-gesa, hanya bibirnya yang bergerak tanpa mengeluarkan suara.

Namun, sebelum ia bisa menjelaskan lebih lanjut, para wartawan yang melihat pintu kamar terbuka langsung bereaksi. Mereka menembakkan kamera mereka tanpa henti, mengambil gambar pria yang masih mengenakan handuk mandi dan Aza, seorang wanita misterius yang tampak terjebak dalam situasi aneh di kamarnya.

Kilatan lampu kamera memenuhi ruangan, menambah ketegangan. Aza, yang merasa terancam, panik. Tanpa pikir panjang, ia berlari ke arah pria itu dan bersembunyi di belakang punggung bidangnya, seolah mencari perlindungan dari sorotan yang memburunya.

Pria itu menegang sesaat, menatap Aza yang gemetaran di belakangnya. Ia segera sadar situasi sudah semakin di luar kendali. "Keluar dari sini!" bentaknya kepada wartawan, sementara asisten pribadinya mencoba menahan gerombolan itu.

"Siapa wanita ini, gus? Apa hubungan kalian? Apa benar beritanya jika Gus Zidan sudah menikah?" salah satu wartawan berteriak, sambil terus mengambil foto.

Pria itu menggeram, merasa privasinya dilanggar. Suasana di dalam kamar terasa mencekam—Aza masih bersembunyi di belakangnya, napasnya berat dan tak teratur.

Aza, merasa semakin terpojok, hanya bisa menggeleng lemah, masih gemetar di balik perlindungannya. Masalah yang ia coba hindari kini berubah menjadi mimpi buruk yang jauh lebih besar.

Aza terkejut, tidak mengerti situasi yang terjadi, dan hampir tidak bisa bernapas karena ketegangan. Dari balik punggung pria itu, ia mendengar asisten bernama Wahyu dengan tenang dan cepat berkata, "Wanita ini adalah istri Gus Zidan yang baru dinikahi tadi sore."

Gus Zidan, pria yang berdiri di hadapan Aza, tampak terpaku di tempatnya. Matanya melebar tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan oleh asistennya. "Apa?" bisiknya keras, suaranya hampir tidak terdengar di atas keramaian wartawan yang masih berusaha mencari tahu lebih banyak di luar pintu.

Aza pun sama terkejutnya, tubuhnya membeku. "Istri?" gumamnya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Kepalanya penuh kebingungan, matanya menatap Gus Zidan dari belakangnya, berharap ini semua hanyalah kesalahpahaman yang segera berakhir.

Wahyu, meskipun gugup, mencoba menjaga agar situasi tetap terkendali.

Gus Zidan menatap Wahyu tajam, masih terkejut oleh keberanian asistennya untuk menciptakan cerita seperti itu tanpa persetujuannya. Namun, ia juga menyadari bahwa tidak ada pilihan lain. Wartawan di luar sudah mulai membangun narasi mereka sendiri, dan setiap detik yang berlalu hanya memperburuk situasi.

Aza, yang masih berlindung di balik punggung Gus Zidan, merasakan napasnya semakin cepat. Ia tidak tahu apakah harus bersyukur atau lebih panik dengan alibi yang baru diciptakan Wahyu. Ini bukan rencana kaburnya—ini adalah mimpi buruk baru yang tidak pernah ia bayangkan.

"Aku harus bagaimana?" Aza berbisik lirih, lebih kepada dirinya sendiri daripada siapa pun di ruangan itu.

Gus Zidan tidak menjawab, tatapannya tetap pada pintu yang masih dijaga oleh Wahyu. Di luar, para wartawan masih ribut, tetapi alibi yang diciptakan Wahyu mulai menenangkan mereka. Namun, masalah baru telah tercipta—sebuah cerita yang sama sekali tidak diharapkan oleh Aza maupun Gus Zidan.

Hingga suara mulai hening, Gus Zidan kembali menatap asistennya itu, "Beraninya kamu bicara seperti itu!?" ucapnya dengan suara dingin.

"Saya pikir ini cara terbaik untuk menjelaskan situasi kepada wartawan. Mereka akan berpikir ini hanya urusan pribadi keluarga, dan mereka akan berhenti mengejar cerita."

Kemudian Gus Zidan beralih menatap Aza yang perlahan keluar dari persembunyiannya, "Apa sebenarnya yang kau lakukan di sini?" ia berbisik dengan nada penuh amarah, sementara kilatan kamera masih terdengar dari balik pintu yang tertutup rapat.

Bersambung

Happy reading

Terpopuler

Comments

ir

ir

Anak nya ustadz Zaki sama Zahra ini 🤣🤣
lebih parah nakal nya anaknya dari pada emak nya, aku nungguin ceritanya kakanya Zahra, Nur, sama siapa itu cowok satunya itu lho kak, ko ga di rilis² 🤧🤧

2024-09-21

1

Aily Nursehati

Aily Nursehati

lanjutan cerita dua z ini, wah ternyata aza lebih parah dari ibu nya
pepatah bilang buah jatuh tidak jauh dari pohon nya 😂

2024-09-23

0

Abel_alone

Abel_alone

setelah lama menunggu akhirnya ada cerita baru lagi

2024-09-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!