Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20 - Siap Tempur
Setelah semua persiapan di berikan oleh pak kades, Ardian pun bergegas bekerja dengan menggambar beberapa sigil ritual untuk beberapa tujuan.
Sigil tersebut berbentuk satu lingkaran besar dengan satu lingkaran kecil di dalamnya, di tengah lingkaran di buat satu titik besar. Dia juga menulis rangkaian mantra di antara dua lingkaran tersebut.
"Pak ustadz, itu kok kayak tulisan bahasa Arab ya?" tanya pak kades saat mengamati Ardian.
"Mirip sih pak, tetapi sepertinya bukan. Saya paham betul soal Arab gundul, tetapi bahasa itu, saya tidak terlalu mengerti." jawab pak ustadz.
"Sssstttt, jangan berisik. Nanti ganggu kosentrasinya malah saya yang kena labrak lagi." bisik Rendy kepada bapak-bapak tersebut yang membuat mereka berdua mengangguk pelan.
Setelah Ardian selesai membuat empat sigil, ia mulai menggambar sigil terakhir yang nampak sama namun berbeda. Perbedaannya ada di tengah lingkaran terdapat titik besar dengan empat tanda panah seperti arah mata angin.
Lalu, Ardian meletakan satu per satu sigil di samping empat pemuda itu yang kemudian di tindih dengan empat gelas air putih sementara ia memegang sigil terakhir di tangannya.
"Ren, gue pinjem penerawang elu. Sigil itu untuk melacak keberadaan Qorin mereka. Kalau dugaan gue bener, kemungkinan mereka di iket sama dhemit-dhemit di luar sana."
"Siap..."
Rendy pun lalu duduk bersila di depan empat pemuda itu, yang di ikuti Ardian duduk di belakang dan menempelkan sigil terakhir di punggung Rendy dengan tangan kanannya.
Di saat mereka berdua memejamkan mata, bayangan Ardian membesar sebelum empat tikus kecil keluar dari bayangan tersebut dan lari keluar rumah, menuju empat arah mata angin.
Tikus-tikus ghaib milik Ardian lalu menyusuri hutan dengan cepat, menerpa gelapnya malam tanpa penerangan cahaya namun, mata mereka dapat melihat banyak sosok-sosok ghaib lewat dan ia gunakan mereka sebagai petunjuk arah.
Ardian pun dengan seksama melihat sekitar hutan melalui mata tikus-tikus ghaib tersebut, layaknya seorang security yang memandangi beberapa layar CCTV secara bersamaan.
"Dapet kalian..." ujar Ardian dalam hati.
Melalui mata tikus-tikus ghaib, Ardian melihat beberapa tempat dimana pemuda itu di rantai.
Satu tikus berhenti di depan pohon mahoni besar yang di kelilingi oleh pepohonan berbeda jenis dan terletak di ujung barat desa.
Satunya lagi di bongkahan batu putih besar di ujung bagian timur dengan sungai kecil mengalir di bawahnya dan rumput ilalang mengitarinya.
Satunya berada di daerah utara, dimana terdapat sebuah batu hitam besar berlumut dan sebuah pohon jati kecil tumbuh di atasnya hingga akar menyelimuti setengahnya.
Dan yang terakhir ada di bagian selatan, dimana ada sebuah pohon beringin besar dan akar-akar yang menjutai ke bawah hingga sampai ke tanah
Namun semua tempat itu di jaga oleh sosok orang besar hitam dengan kuku tajam yang panjang.
Tiba-tiba...
Duar! Pyar!
Gelas-gelas berisi air putih untuk penindih pun langsung pecah dan ambyar tanpa ada yang menyentuhnya.
Di saat yang sama Rendy dan Ardian pun membuka mata mereka serentak karena terputusnya koneksi mereka dengan empat tikus ghaib itu.
"Ada apa ini nak!?" tanya pak kades kaget karena gelas berisi air putih itu seperti pecah meledak kecuali gelas di depan Ardian yang airnya menghitam dan penuh retakan.
Keluarga empat pemuda itu juga berhenti membaca ayat-ayat suci karena suara keras dari gelas yang telah pecah.
"Jangan berhenti! Teruskan bacanya!" perintah Rendy yang sedikit berteriak, sebelum bergegas keluar ruangan menuju pintu depan, bersiap jika ada yang mencoba menerobos ke dalam.
Para keluarga pun langsung kembali membacakan ayat-ayat suci.
"Huuuu..." Ardian memegang kepalanya yang sedikit pusing.
Beberapa saat kemudian, Rendy kembali masuk ke ruangan dan memeriksa kondisi Ardian yang masih memegangi kepalanya.
"Elu gak apa-apa, bre?"
"Sialan bener, mereka main bunuh tikus-tikus ghaibnya. Untung saja udah gue siapin benteng pake air putih." ujar Ardian yang mulai berdiri.
"Gue udah dapet lokasinya. Kita langsung kesana saja buat bebasin Qorin mereka." ujarnya lagi.
Ardian dan Rendy melangkah keluar rumah, menghiraukan orang-orang yang berada di rumah pak kades sebelum suara familiar memanggil mereka dari arah atap rumah.
"Hihihihi, mau kemana ganteng? Kok buru-buru amat. Lupa ama kita ya?"
"Tau nih, bang Ardi! Kalau ada pestapora ajakin kita lah. Biar tambah seru."
"Hadeh, benerin rem lagi deh."
Ardian melihat trio badut itu berada di atap rumah sambil mengayunkan kaki mereka namun, ia tidak melihat lagi pasukan dhemit yang ramai bak pasar.
Melihat gelagat mereka yang ingin ikut, Ardian hanya menghela nafas panjang sambil geleng kepala.
"Kinarsih sama Ucil di situ saja buat jaga-jaga kalau ada yang coba-coba buat onar. Saya persilahkan untuk sikat mereka tapi, Om Poci ikut sama kita karena gak ada kerjaan." ujar Ardian.
"Ya elah, gue lagi yang kerja rodi tanpa di gaji. Eh, salah ding. Kerja rodi mah di gaji cuma uangnya di korup sama yang punya jabatan." Om Poci menggurutu sambil manyun.
"Om Poci kalau ngomong hati-hati, nanti ada pocong tukang bakso bawa walkie talkie bisa di dor ente." ujar Ardian mengingatkan karena sudah terlanjur masuk jurang.
"Wanjir, mati lagi dong!"
Demi untuk keluar dari jurang fakta, Ucil pun nyeletuk dengan santainya.
"Yah, Om Poci lagi yang cuma di ajak. Gak asik ah bang Ardi nih."
"Hihihihi, biarin aja cil. Kalau butuh kita nanti juga manggil."
Om Poci pun loncat dari atap tapi naas, dia terpeleset sesuatu yang licin dan jatuh ke tanah dengan kepala terlebih dahulu.
"Anjir! Kepala gue coeg!"
Om Poci menangis seperti anak kecil yang membuat Ardian kesal sebelum menyeret Pocong itu dengan menarik ikatan di kepalanya.
"Bre! Bre! Lepas nih! Lepas nih nanti ikatan kepala gue! Nanti telanjang bulat gue! Mana gak bawa baju ganti lagi!"
"Bodo amat!"
"Tolong hamba ya Tuhan! Manusia ciptaan-Mu ini sungguh tidak beradab dan prikehantunan!" celetuk Om Poci pasrah dengan keadaannya.
Rendy, Ucil dan Kinarsih pun hanya bisa tertawa dengan sangat keras sementara pak kades dan pak ustadz keheranan melihat tingkah Ardian yang begitu semena-mena kepada sosok hantu yang bisa membuat orang normal ketakutan, sebelum mereka menutup pintu dan kembali ke dalam rumah.
**********
Ardian, Rendy dan Om Poci terlihat agak jauh dari pemukiman warga dan berada di tengah hutan pinus. Mereka bertiga bersiap untuk menuju ke empat arah dimana Qorin para pemuda itu terikat.
"Ini kalian pilih salah satu mau kemana. Tugas kita melepas ikatan Qorin yang menahan mereka tapi inget, ada yang jaga..." ujar Ardian sedang berstrategi.
"Lah, kita kan bertiga sedangkan perlu empat orang buat bebasin mereka." ujar Rendy keheranan.
"Tenang. Udah gue pikirin hal itu."
Bayangan Ardian membesar sebelum puluhan ribu tikus berbondong keluar dan berkumpul di tiga titik.
"Hiii, geli gue lihat tikus sebanyak itu. Nanti tubuh gue di makan lagi sama mereka..." celetuk Om Poci bergidik.
Semakin lama kumpulan tikus itu semakin tinggi lalu mengubah bentuk mereka menjadi tiga sosok seukuran manusia dewasa.
Sosoknya berbentuk seperti tikus besar seukuran manusia. Berdiri dengan dua kaki, dengan kuku panjang dan dua gigi sari besar di bagian atas dan bawah.
"Lah, tumben gak bikin serigala bre? Biasanya elu pake itu." tanya Rendy.
"Serigala mah buat mobilitas dan fleksibilitas. Nah, kalau yang ini lebih cocok buat speed sama pure power." jawab Ardian.
"Dih, macam mau maen game aja."
"Imajinasi adalah kuncinya, bro. Teknik metamorphosis kita tergantung sama imajinasi kita tapi ya tetep aja sih makan tenaga." ujar Ardian.
"Iya deh, iya." tukas Rendy yang terlalu bodoh buat memahami perkataan sahabatnya.
Ardian, Rendy, Om Poci dan ketiga tikus besar pun berkumpul untuk mengatur strategi, dan telah di putuskan bahwa masing-masing dari mereka akan pergi ke arah mata angin sendirian.
Rendy di tugaskan untuk pergi ke arah utara, Ardian ke arah selatan, tiga tikus besar itu pergi ke arah barat dan Om Poci ke arah timur.
Masing-masing dari mereka di temani satu ekor tikus kecil sebagai pemandu jalan untuk menemukan tempat Qorin ke empat pemuda yang terikat dan di jaga oleh makhluk ghaib.
"Ingat ya kalian, di perjalanan nanti pasti akan ada yang menghadang, akan ada banyak makhluk ghoib yang tidak suka tujuan kita..."
Rendy, Om Poci dan ketiga tikus besar mengangguk paham akan pernyataan Ardian karena makhluk-makhluk ghaib di sini mempunyai agendanya tersendiri.
"Oleh karena itu..."
Ardian perlahan berdiri sebelum memberikan senyuman kecil saat menatap mereka.
"Kalian di perbolehkan untuk membabi buta..." ujar Ardian pendek.
"Menyala bossku!"
"Salam olahraga!" teriak Ardian sambil mengangkat tangan untuk menambah semangat kepada mereka.
"Salam olahraga!"
Mereka pun melangkah ke arah tujuan masing-masing.