Aruna Nareswari, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah meninggal dunia. Ia menikah dengan seorang CEO muda bernama Narendra Mahardika, atau lebih sering dipanggil Naren.
Keduanya bertemu ketika tengah berada di tempat pemakaman umum yang sama. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka berdua saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Mereka berharap jika rumah tangganya akan harmonis tanpa gangguan dari orang lain. Namun semua itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya setiap pernikahan pasti akan ada rintangannya tersendiri, seperti pernikahan mereka yang tidak mendapatkan restu dari ibu tiri Naren yang bernama Maya.
Akankah Aruna mampu bertahan dengan semua sikap dari Maya? Atau ia akhirnya memilih menyerah dan meninggalkan Narendra?
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya, terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon relisya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
"Nggak sayang, kamu nggak harus bilang dulu sama mama. Mama ini bukan siapa-siapa kamu, mama nggak berhak mengatur kehidupan kamu nak," elak Afriani yang tidak mau dibilang terlalu ikut campur dalam hidup Aruna.
"Tapi mama udah aku anggap sebagai ibu kandung aku sendiri ma. Cuma mama sama kak Zaidan yang aku punya. Hanya kalian berdua yang mau menerima aku dengan baik." Ungkap Aruna sesuai dengan kenyataan, dan kata harinya.
Afriani yang sudah tidak mampu menjawabnya, lebih memilih untuk diam. Namun tangannya terus mengusap kepala Aruna dengan lembut.
Sedangkan Aruna kini malah mulai menangis, karena ia merindukan sosok ibu kandungnya yang dulu. Dirinya mengeratkan pelukannya pada Afriani, dan meluapkan segala kerinduan kepada almarhum sang ibu pada wanita paruh baya tersebut.
"Walaupun ibu udah nggak ada, tapi di sini udah ada mama Afriani yang menggantikan ibu. Dia baik banget sama Aruna, mau menganggap Aruna sebagai putrinya sendiri. Padahal dia bukan siapa-siapa kita ma, tapi sikapnya seolah-olah dia memilih hubungan darah dengan kita," batin Aruna yang menangis dalam pelukan Afriani.
"Kamu wanita yang kuat nak. Semoga dengan adanya mama, kamu bisa merasakan kasih sayang dari seorang ibu, kasih sayang yang sudah tidak pernah kamu dapatkan lagi sejak kecil. Semoga keluarga suami kamu juga berperilaku baik kepada kamu sayang." Batin Afriani yang juga ikut menangis karena meratapi nasib Aruna yang ditinggal meninggal sejak kecil oleh kedua orang tuanya.
Karena tidak mau berlarut dalam kesedihan, Afriani lebih memilih untuk melepaskan pelukannya terlebih dahulu. Lalu ia menatap lekat wajah Aruna, dan mengusap air mata gadis itu.
"Jangan menangis lagi ya sayang, mama nggak mau anak mama jadi sedih," ucap Afriani.
"T-terima kasih ya ma, m-mama udah mau nerima aku sebagai putri mama," celetuk Aruna sedikit sesenggukan.
Afriani yang mendengarnya pun tersenyum, "Mama memang menginginkan anak perempuan sayang, kamu nggak usah bilang seperti itu!"
"Tapi sayang sekali Zaidan nggak bisa memiliki kamu," sambungnya lagi.
"Kak Zaidan udah aku anggap sebagai kakakku sendiri ma, perasaan kami juga hanya sebatas saling sayang sebagai saudara," jawab Aruna sembari mengusap punggung tangan wanita paruh baya tersebut.
"Pasti nanti kak Zaidan akan mendapatkan jodoh yang lebih baik daripada Aruna ma," sambung Aruna lagi.
"Iya sayang, mama nggak maksa kalian untuk bersama kok! Kalo mama maksa, udah dari dulu kalian menikah," ujar Afriani sembari tersenyum.
"Hehehe, iya juga sih ma," jawab Aruna.
"Sudah ya jangan sedih lagi, masih ada mama di sini," ungkap Afriani.
Aruna menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, "Terima kasih ya ma, aku sayang sama mama seperti aku menyayangi ibu,"
Afriani yang terharu dengan kata-kata gadis itu pun kembali memeluknya dengan erat, "Mama yang berterima kasih sama kamu sayang,"
"Terima kasih kamu sudah mau menganggap mama sebagai ibu kamu sendiri. Terima kasih kamu sudah hadir di hidup mama sayang," imbuh Afriani lagi.
"Iya ma, sampai kapanpun mama akan menjadi ibuku." Jawab Aruna sembari membalas pelukan tersebut.
Walaupun hanya bertemu beberapa kali dalam sebulan, namun Afriani memang menganggap Aruna sebagai putrinya sendiri.
Begitu pula dengan Aruna, karena perlakuan manis dari Afriani lah yang membuat ia bisa merasakan kasih sayang dari seorang ibu lagi. Setelah ditinggal belasan tahun lebih oleh kedua orang tua kandungnya.