Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Indah Dan Cantik Sekali
Setelah kontrak kerja di tanda tangani oleh pihak Perusahaan Hendi dan Devan. Maka, setelah ini akan lebih sering mereka bertemu untuk membahas pekerjaan ini. Dan hal itu malah semakin membuat Leava malas untuk bekerja. Bukan karena dia tidak cinta dengan pekerjaannya, tapi karena Hendi yang ternyata malah bekerja sama dengan Bosnya. Yang membuatnya harus sering bertemu dengannya.
"Kau kenapa? Aku lihat sangat lesu sejak tadi?" tanya Devan.
Mereka baru saja kembali dari Perusahaan Hendi. Lagi-lagi harus Leava yang menemaninya, karena Givan yang juga punya pekerjaan lain. Dia yang harus menggantikan Devan melakukan perjalanan bisnis ke Luar Negara untuk satu minggu ini.
Leava menghela nafas pelan, lalu dia mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. "Tidak papa, hanya sedang tidak mood saja"
Devan mengerutkan keningnya, tidak biasanya dia melihat Leava yang seperti ini. Setelah bekerja dengannya selama seminggu ini, maka dia bisa lebih jelas mengetahui bagaimana sikap Leava yang sebenarnya.
"Apa kau lapar sekarang?"
Leava menggeleng pelan, bahkan rasa lapar juga hilang seketika. Alasannya bukan hanya karena dia yang bertemu Hendi, tapi seseorang yang menemani Hendi tadi yang cukup membuatnya tidak nyaman sekarang.
Terlihat sekali kalau dia begitu mencintai Kak Hendi. Ah, bodohnya karena gue masih berharap.
Hatinya berdenyut sakit ketika mengingat kejadian tadi. Meski wanita itu tidak akan tahu siapa Leava sebenarnya, tapi Lea tahu jelas siapa wanita itu. Gadis beruntung yang bisa bersama dengan Hendi atas keinginan orang tuanya. Sementara Lea hanya seorang gadis yang tak pernah di inginkan orang tua Hendi selama ini.
Mobil yang tiba-tiba berhenti, membuat Leava tersadar dari lamunannya. Dia menoleh pada Devan. "Kenapa berhenti disini, Tuan?"
Leava menatap keluar jendela mobil, sebuah taman kota yang indah di sore hari seperti ini. Bahkan sejak dia berada di Kota ini untuk kuliah, tidak pernah dia datang ke tempat ini. Selain karena jarak kampus yang cukup jauh, dia juga tidak punya waktu untuk sekedar main-main. Karena dia harus bekerja paruh waktu setelah pulang kuliah.
"Ayo turun. Malam ini akan ada pesta kembang api disini, menyambut bulan kemerdekaan Negara kita"
Leava langsung berbinar mendengar itu, bahkan dia tidak tahu tentang ini. Apa mungkin acara pesta kembang api ini selalu di adakan setiap tahun, atau hanya tahun ini saja? Leava benar-benar tidak tahu.
"Wah, benarkah? Memangnya ada acara seperti itu ya" gumamnya pelan.
Devan tersenyum gemas dengan wajah ingin tahu dari Leava saat ini. Dia menoyor pelan kepala gadis itu dengan jari telunjuknya.
"Sudah berapa tahun kau tinggal disini? Kenapa tidak tahu? Di Taman Kota ini, selalu ada pesta kembang api saat menyambut bulan kemerdekaan Negara kita"
Leava langsung menggeleng pelan, tentu saja dia tidak tahu tentang itu. "Saya tidak tahu, Tuan. Karena saya sibuk kuliah dan bekerja"
"Kau bekerja sambil kuliah? Apa tidak lelah?"
Leava menahan senyum, karena terlihat sekali Devan yang seolah kaget atas ucapannya. "Kan memang ada yang kuliah sambil bekerja. Memangnya teman Tuan tidak ada yang bekerja sambil Kuliah saat dulu?"
Devan menggeleng dengan polosnya, karena dunia pertemanannya memang tidak ada yang seperti itu. "Givan saja yang menjadi Asistenku, dia adalah anak salah satu Pengacara terbaik di Negara ini. Jadi, tidak ada yang bekerja sambil kuliah"
Leava langsung terdiam, sungguh dia tidak mengerti dunia pertemanan Devan yang memang tidak akan sampai untuk orang seperti Lea.
"Kita duduk disana" ucap Devan sambil menunjuk sebuah bangku menghadap ari mancur di taman ini.
Leava mengangguk, dia melangkah mengikuti Devan. Lalu, terkejut dengan tangannya yang tiba-tiba di gandeng oleh Devan. Lea menatap tangannya sendiri dengan bingung.
Ya Tuhan, jantungku. Leava melirik ke sekitarnya, dan dia melihat banyaknya pasangan yang datang ke Taman ini. Semakin menjelang malam, semakin banyak pengunjung. Dia melihat pasangan yang bergandengan tangan di Taman ini. Lalu, dia melihat tangannya sendiri yang sedang di gandeng oleh Devan.
Kenapa kita jadi seperti pasangan begini?
Duduk di bangku taman, barulah Devan melepaskan genggaman tangan mereka. Leava menatap takjub air mancur di depannya, terpasang beberapa lampu yang mulai menyala setelah hari gelap. Sungguh keindahan yang dia lewatkan selama dia tinggal di Ibu Kota ini.
"Indah sekali" gumamnya pelan.
Devan menoleh, dia ikut tersenyum melihat Leava yang tersenyum bahagia dengan keindahan air mancur di depannya.
"Cantik"
Leava langsung mengangguk, tanpa menoleh pada Devan yang sebenarnya sedang menatapnya. "Iya Tuan, sangat cantik"
Devan langsung mengerjap pelan, dia bahkan tidak sadar sudah mengucapkan kata cantik dari bibirnya. Dia langsung kembali ke posisinya semula, menatap lurus ke arah air mancur.
"Sebentar lagi kembang apinya akan menyala"
Leava menoleh pada Devan dengan mata berbinar. "Benarkah? Ah, aku sungguh tidak sabar"
Devan tersenyum, tangannya terangkat dan merapikan rambut Leava yang tertiup angin. Menyalipkan nya ke belakang telinga. Tentu saja hal yang dia lakukan, membuat Leava memerah malu sekarang. Jantungnya pun sudah berdebar kencang.
"Kau lebih baik tersenyum seperti ini, daripada cemberut seperti tadi"
Leava mengerjap pelan, dia menoleh dan tatapan keduanya langsung bertemu. Terkunci untuk beberapa saat. Ucapan Devan barusan, sungguh bisa menyentuh hatinya.
Duar..
Suara letupan kembang api yang sudah menyala, membuat keduanya kaget. Leava langsung memalingkan wajahnya. Dia tersenyum melihat kembang api yang indah di atas langit. Leava langsung berdiri dari duduknya dan merekam kembang api itu dengan ponsel. Mengabadikan momen.
Devan hanya duduk diam dengan tersenyum. Dia memegang dadanya sendiri, debaran yang selalu dia rasakan setiap kali dekat dengan gadis berlesung pipi itu.
Apa aku benar-benar jatuh cinta? Benarkah aku bisa jatuh cinta juga?
Seolah hati dan pikirannya tidak sejalan sekarang. Devan yang selalu berpikir jika dia tidak akan jatuh cinta, karena memang dia tidak percaya akan cinta. Menurutnya cinta sama saja dengan dia tidur semalam dengan wanita bayaran. Hanya sebatas kepuasan sesaat.
Tidak ada cinta sejati baginya. Namun, sekarang dia seolah merasakan hal berbeda saat bersama gadis yang berani menamparnya, hanya karena dia hampir menodai sahabatnya.
"Tuan, itu indah sekali" ucap Leava, dia berbalik dan tersenyum senang pada Devan yang masih duduk di bangku taman.
Devan hanya tersenyum saja, dia ikut senang melihat Leava yang bahagia sekarang. "Iya, memang indah dan cantik. Apalagi jika tersenyum seperti itu"
Bersambung