Ada sebuah legenda yang mengatakan jika penguasa dunia akan bangkit kembali. Saat fenomena aneh membentang memenuhi langit. Dan naga abadi terbangun dari tidur panjangnya. Dia pasti kembali dari tempat persembunyiannya setelah ratusan ribu tahun meninggalkan dunia.
***
Ratusan ribu tahun berlalu begitu saja. Legenda yang telah menjadi sebuah cerita dongeng perlahan menjadi kenyataan. Hingga, bayi laki-laki kecil di temukan tanpa busana terbuang di bawah pohon yang telah membeku di ujung Utara. Yang selalu di sebut tempat terdingin di dunia. Seorang pemburu bersama anaknya yang masih berusia sepuluh tahun, menemukan bayi kecil itu kemudian membawanya pulang. Mereka memberinya nama Lie Daoming. Dan menjadikannya anak angkat. Selama sepuluh tahun, kehidupan mereka sangat tenang dan damai. Hingga pembantaian dan penculikan membuat Lie Daoming harus kehilangan keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penukaran jiwa
Di halaman depan sebuah kediaman, seorang pemuda duduk diam dengan menatap langit malam. Saat angin berhembus, bau tanah kering tersirami air hutan terasa cukup kuat. Tatapan kesedihan melekat kuat di kedua matanya. Ada ketakutan, kerinduan, dan sebuah harapan yang tertinggal.
Dari arah pintu masuk pria usia empat puluh tahunan berjalan mendekat. "Apa yang kamu lakukan di sini? Tubuh mu masih butuh istirahat. Jangan terlalu memaksakan diri," kata pria itu mendorong kursi roda dengan perlahan. "Aku sudah mencari anak laki-laki yang kamu maksudkan. Tapi aku masih belum bisa menemukannya. Tenang saja, mungkin saja dia sedang bersembunyi di suatu tempat yang aman. Bertemu dengan orang-orang yang melindunginya. Kami akan terus berusaha," saat sampai di salah satu pintu kamar. Pria itu membukanya lalu mendorong kursi roda yang di duduki pemuda itu.
"Apa paman sudah mendengar kabar tentang ayah ku?" suara serak keluar dengan sangat pelan.
Pria itu diam untuk beberapa saat lalu mengeluarkan suara. "Kami sudah mendatangi tempat itu. Di sana sudah tidak ada lagi kehidupan yang tersisa. Hanya makam-makam yang berjejer di depan pintu masuk desa. Di setiap makam terdapat nama setiap pemiliknya. Nama ayah mu juga ada di salah satu malam itu," ujarnya. Dia menakan kuat pundak pemuda yang ada di depannya agar dia bisa lebih kuat.
Air mata pemuda itu menetes menekan kuat hatinya. "Aku sudah berjanji kepada ayah untuk menjaga adik ku. Tapi sekarang aku bahkan tidak bisa menemukan keberadaannya."
"Kami akan tetap mencarinya. Untuk saat ini kamu hanya perlu istirahat dan terus melakukan pengobatan," mendorong kursi roda mendekat kearah jendela kamar yang langsung memperlihatkan halaman belakang.
Hujan turun setelah mereka masuk kedalam kamar. Derasnya suara hujan hampir memekakkan telinga mereka bedua. Dari jendela pemuda itu melihat air hujan berjatuhan. Dia mengangkat kedua tangannya, melihat dan memperhatikan. "Bisakah aku melihat jasad ku?"
Pria di belakangnya menghela nafas dalam. "Tuan besar menghalangi mu karena takut kamu tidak sanggup menerima kenyataan. Tubuh kamu benar-benar," menekan kuat hatinya. Tubuh itu benar-benar sangat mengenaskan. Dia saja tidak kuat melihatnya. Apa lagi pemilik tubuh itu sendiri.
Menyenderkan tubuhnya dengan tersenyum pahit. "Paman, aku hanya ingin melihat tubuh ku untuk yang terakhir kalinya sebelum di kuburkan."
"Baik."
Pria itu mendorong kursi roda keluar dari ruangan kamar. Melewati setiap lorong gelap hingga sampai di salah satu pintu. Dia mendorong pintu hingga terbuka. Semua lilin langsung menyala. Pria itu kembali mendorong kursi roda untuk masuk. Kemudian berjalan menuju salah satu pot bunga yang ada di lantai. Dia mengambil benda berbentuk pipih dengan ukiran bunga pada salah satu ujungnya di bawah pot itu. Lalu dia berjalan kearah tumpukan rak buku yang ada di ujung ruangan. Dia melihat ke salah satu buku yang cukup tebal dan besar. Ada sebuah lubang kunci di tengah-tengah sampul buku. ia tempelkan benda dalam genggaman tangannya seketika rak buku bergeser memperlihatkan pintu tepat di belakangnya.
Pemuda yang ada di kursi roda hanya bisa menahan kesedihannya.
"Tuan muda. Apa kamu yakin ingin melihatnya?" ujar pria itu dengan tidak tega.
Pemuda itu mengangguk yakin.
Aura kegelapan terasa melekat kuat saat mereka berdua masuk kedalam ruangan. Hingga mereka sampai di bagian terdalam ruang rahasia. Cahaya hijau keluar dari batu kristal yang tadinya seputih susu. Satu jasad tertidur dengan tubuh yang sudah tidak lengkap.
"Paman. Aku ingin melihat lebih dekat," suara serak dan berat terdengar penuh kesedihan.
"Baik," pria itu mendorong pemuda itu lebih dekat dengan tubuh yang terbaring kaku di atas tempat tidur yang terbuat dari batu kristal berharga.
Tatapan mata pemuda itu sudah di penuhi air mata yang menggenang, "Ying An. Aku berjanji akan mencarinya dan menjaganya," ujarnya menekan kuat hatinya.
"Tuan muda. Kamu Ying An, juga Qing Yichen. Meski kamu telah memiliki tubuh yang baru. Tetap saja kamu Ying An," kata pria itu menekan kuat pundak tuan mudanya.
"Paman, Semanjak jiwa ku melekat dalam tubuh ini. Aku bukan lagi Ying An, pemuda dari tempat terdingin di ujung Utara. Tapi tuan muda pertama dari kediaman walikota Qing Chuan yaitu Qing Yichen," dengan gemetar pemuda itu mengarahkan tangannya ke arah tubuhnya. Belum sempat tangannya menyentuh tubuh yang sudah kaku,
Buuuurrrr...
Darah segar menyembur dari tenggorokannya.
"Tuan muda," pria itu terkejut, dengan cepat dia langsung menyegel titik fital yang ada di tubuh pemuda itu. Dia memberikan tekanan pada bagian punggung belakang dengan tenaga dalam yang ia salurkan melalui telapak tangan. Dalam satu hentakan, dia berhasil menekan kembali kekuatan yang hampir membunuh tuan mudanya. "Huh..." menghela nafas lega. "Tuan muda. Lebih baik kita segera kembali sebelum kesedihan semakin menghancurkan hati mu."
Pemuda itu mengangguk.
Pria itu kembali mendorong kursi roda menuju ke luar dari ruang rahasia dan kembali ke kamar pribadi. Dengan perlahan dia memapah tuan mudanya untuk beristirahat di tempat tidur.
"Tuan muda, aku akan pergi. Ingat, jangan pernah berlarut-larut dalam kesedihan. Kami pasti akan menemukan adik mu," kata pria itu yang langsung pergi setelah berpamitan.
Yichen hanya bisa menatap kosong kearah langit-langit kamar. Air matanya perlahan menetas tanpa bisa di hentikan lagi. Saat dia memejamkan kedua matanya wajah ayah dan adiknya terlihat sangat nyata.
Di luar kamar, pria itu melihat tuan besar ada di halaman depan menatap kearah dirinya. Dia berlari mendekat kearah tuan besar, tidak ingin melihat tuan besarnya menunggu dirinya lebih lama lagi. "Tuan besar," ujarnya menundukkan kepala.
"Apa dia baik-baik saja?" suara berat tuan besar Qing terdengar menekan tenggorokannya. Dia membalikkan tubuhnya lalu berjalan pergi dengan perlahan.
"Tuan muda sudah baik-baik saja. Hanya saja kesedihan yang ia alami terlalu dalam. Hingga mengakibatkan kekuatan di dalam tubuhnya menjadi saling bertentangan," jelas pria itu mengikuti setiap langkah tuan besar Qing.
"Segera cari tahu keberadaan adiknya. Meskipun kita tidak bisa menemukannya, setidaknya kita harus tahu bagiamana keadaan anak itu sekarang. Yichen harus bertahan," tuan besar Qing berjalan menuju ke salah satu kamar. Saat dia membukanya, bau dupa wewangian menyebar memenuhi ruangan. Dia masuk kedalam, lalu menyalakan satu persatu lilin yang ada di setiap sudut ruangan kamar. "Jika dia juga pergi. Bagaimana aku bisa melanjutkan kehidupan ku lagi? Hanya dia satu-satunya yang aku punya. Tanpa pewaris, keluarga besar Qing akan runtuh."
Tuan besar Qing berjalan dan duduk di salah satu kursi, "Gilingkan tinta untuk ku," mengambil kertas kosong dan kuas.
"Baik," pria itu berlutut dan mulai menggiling tinta.
Setelah mencelupkan kuas kedalam tinta, tuan besar Qing mulai menulis surat resmi dengan cap asli dari kediaman walikota Jung. "Kirim surat ini ke ibukota. Pertunangan Yichen dengan tuan putri pertama tidak bisa di teruskan."
"Tuan besar, jika anda melakukan ini. Raja pasti akan memperhitungkan masalah ini dengan kita," pria itu menatap khawatir kearah tuan besar Qing.
"Jika mereka mendapatkan surat ini, tentu pernikahan akan berakhir dengan sendirinya. Aku tidak ingin dia menjadi korban pertikaian yang ada di pemerintahan. Aku hanya ingin Yichen hidup dengan lebih tenang dan aman," ujar tuan besar Qing dengan air mata tertahan. Memang benar tubuh anaknya masih hidup. Tapi jiwa anaknya sudah tergantikan oleh orang lain.
"Baik," pria itu pergi dengan membawa surat dari tuan besar.