"Tarian di Atas Bara"
(Kisah Nyata Seorang Istri Bertahan dalam Keabsurdan)
Aku seorang wanita lembut dan penuh kasih, menikah dengan Andi, seorang pria yang awalnya sangat kusayangi. Namun, setelah pernikahan, Andi berubah menjadi sosok yang kejam dan manipulatif, menampakkan sisi gelapnya yang selama ini tersembunyi.
Aku terjebak dalam pernikahan yang penuh dengan penyiksaan fisik, emosional, dan bahkan seksual. Andi dengan seenaknya merendahkan, mengontrol, dan menyakitiku, bahkan di depan anak-anak kami. Setiap hari, Aku harus berjuang untuk sekedar bertahan hidup dan melindungi anak-anakku.
Meski hampir putus asa, Aku terus berusaha untuk mengembalikan Andi menjadi sosok yang dulu kucintai. Namun, upayaku selalu sia-sia dan justru memperparah penderitaanku. Aku mulai mempertanyakan apakah pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik, atau harus selamanya terjebak dalam keabsurdan rumah tanggaku?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bintang Ju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah muak
Setelah pertengkaran sengit dengan Andi, suamiku, kami berdua terdiam dalam suasana yang sangat tegang dan muram. Andi terus saja menyalahkanku dan mencerca dengan kata-kata kasar, membuatku merasa semakin terpuruk.
Sore itu, tiba-tiba Andi berkata, "Aku mau pergi. Aku sudah muak berada di rumah ini!"
Aku terkejut mendengarnya. "Pergi? Kau mau ke mana?" tanyaku.
"Bukan urusanmu! Aku mau bersenang-senang dengan teman-temanku. Lebih baik kau jaga rumah saja!" jawab Andi ketus.
“Tunggu Andi, kau jangan pergi begitu saja.”
“Chiiieh Diam kau istri durjana.” Kata Andi sambil meludah
“Jangan pernah kau larang-larang aku untuk pergi. Aku ingin mencari kesenanganku sendiri. Daripada tinggal di rumah yang tidak pernah ada ketenangannya. Dengar ya, aku kalau lama tinggal di rumah ini, bisa-bisa mati berdiri”
Andi lalu bergegas mengambil jaketnya dan melangkah keluar rumah, meninggalkanku begitu saja. Aku hanya bisa terpaku menyaksikan kepergiannya tanpa bisa berbuat apa-apa.
Tidak lama kemudian, aku mendengar suara mesin motor dari temannya Andi menyala dan melaju meninggalkan halaman rumah. Andi dan temannya pergi begitu saja, tanpa mengatakan apa pun lagi padaku.
“Mengapa semua ini harus menimpaku?. Rasanya aku tidak pernah dihargai sama sekali.” Gerutuku dalam hati.
“Tapi biarlah dia pergi, paling tidak, keadaanku di rumah bersama anak-anak tidak tegang lagi”
Aku menghela napas panjang. Ini bukan pertama kalinya Andi meninggalkan aku sendirian di rumah untuk pergi bersenang-senang dengan teman-temannya.
Kembali aku merasakan kesepian dan ketakutan. Aku khawatir Andi pergi lama atau tidak kembali lagi atau kembali dalam keadaan mabuk dan emosional seperti biasa. Semua perasaan bersatu menjadikan kepalaku terasa pening.
Rumah tangga kami semakin hari semakin tidak menentu. Andi semakin sering melampiaskan kemarahannya padaku dan pergi meninggalkan kami sendirian.
Aku merasa seperti terjebak dalam kesengs4raan tanpa harapan. Setiap hari hanya dipenuhi dengan rasa sedih, khawatir dan ket4kutan.
Akankah suatu hari nanti Andi kembali menjadi sosok suami yang dulu kucintai? Ataukah kami hanya akan terus terjebak dalam rumah tangga yang penuh dengan nestapa?
“ibu…ibu” teriak Tri histeris
“Kenapa nak? Tanyaku langsung berjalan menuju sumber suara.
“Kenapa nak. Kok teriak-teriak?”
“Adek… adek” sambil menunjuk ke arah ayunan adiknya.
“Yaa Allah” Aku kaget melihat anak perempuanku yang sudah terjatuh dari ayunannya dalam kondisi tengkurap. Mungkin dia sudah lama bangun dari tidurnya, tapi karena tadi aku dan Andi ribut di depan, jadi tidak terdengar suara tangisannya.
“dari kapan dia jatuh nak?”
“Tadi, waktu ayah ibu bertengkar di depan dia terbangun. Tri sudah panggil-panggil tapi ibu tidak dengar. Tadi dia belum jatuh tapi karena sudah lama di ayunan, dia akhirnya jatuh”
“Yaa Allah, maafkan ibu sayang. Ibu yang lalai”
Aku sangat khawatir jangan sampai terjadi apa-apa kepada anakku.
“Bagaimana kalau dia kenapa-napa? Pasti Andi marah lagi, pasti aku lagi yang harus kesana kemari mencari kesembuhannya. Mana aku lagi hamil, suami tidak pernah peduli” Pikirku
“Yaa Allah, beri aku kekuatan, semoga tidak terjadi apa-apa pada anakku”
***
Malam itu aku terjaga menunggu Andi, suamiku, pulang. Sudah sangat larut tapi dia belum juga kembali ke rumah. Aku sangat khawatir akan keadaannya.
Tak lama kemudian, aku mendengar suara motor memasuki halaman rumah. Andi akhirnya pulang, meskipun sangat larut malam.
Ketika Andi masuk ke dalam rumah, bisa kulihat dengan jelas bahwa dia dalam kondisi mabuk berat. Langkahnya terhuyung-huyung dan wajahnya memerah.
"Andi! Akhirnya kau pulang juga. Aku sangat khawatir menunggumu," kataku mencoba menyambutnya.
Tapi bukannya menjawab, Andi malah tiba-tiba muntah di dekatku. Aku terkejut dan segera membantunya.
"Andi, kau tidak apa-apa? Ayo biar kuantar ke kamar," ujarku panik.
Namun Andi menepiskan tanganku kas4r.
"Jangan sentuh aku! Aku muak melihat wajahmu!" teriaknya.
“Andi, bisakah bersikap dan berkata yang baik-baik?”
“Aku bilang tidak usah urus diriku. Kamu punya telinga nggak sih?”
Andi lalu berjalan terhuyung-huyung menuju kamar, meninggalkanku yang hanya bisa terpaku menyaksikan sikapnya yang semakin memburuk.
Aku menghampiri Andi di kamar, berniat membantunya membersihkan diri. Namun Andi kembali membentakku dengan kata-kata kasar.
"Apa yang kau lakukan di sini? Pergi sana! Aku tidak butuh bantuanmu!" hardiknya.
“Aku cuma membantumu Andi. Bukankah kau suamiku?. Atau kau tidak anggap lagi aku ini istrimu?”
Meskipun dia selalu menyakiti hati dan fisikku, tapi sejujurnya aku tetap peduli kepadanya saat terjadi apa-apa kepadanya. Biar bagaimana pun dia adalah orang yang pertama kali aku kenal, dia yang pertama kali menambatkan kasih sayang di hatiku. Meski sekarang dia belum menunjukkan tanda-tanda untuk berubah seperti di awal kami bertemu.
Aku mencoba menahan air mataku. Melihat Andi dalam kondisi mabuk berat seperti ini membuatku sedih dan kecewa. Aku merasa tidak berguna karena tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong suamiku.
Pada akhirnya, aku hanya bisa membersihkan sisa-sisa muntahan Andi dan membiarkannya tertidur. Aku pun kembali ke ruang tengah, menangis dalam diam.
Malam itu, sekali lagi, aku harus menghadapi situasi nestapa dalam rumah tangga kami. Andi semakin jauh dari sosok suami yang dulu kucintai.
***
Menjelang subuh hari, kami terpaksa harus bangun dan berpindah ke kamar tidur lain di rumah kami. Hal ini disebabkan oleh kebanjiran yang terjadi di kamar kami semula.
Kebanjiran itu disebabkan oleh muntahan Andi, suamiku, yang terlalu banyak minum di malam sebelumnya. Saat aku dan anak-anak berusaha membersihkannya, ternyata muntahan itu mengalir dan memenuhi kamar tidur kami.
"Ibu, kamar kita banjir!" seru Tri, anak laki-lakiku, dengan panik.
Aku segera memeriksa dan melihat genangan air dan cairan yang menutupi lantai kamar. Bau tidak sedap memenuhi seluruh ruangan.
"Ya Tuhan, kita harus cepat-cepat pindah ke kamar lain," kataku kepada anak-anak.
Dengan tergesa-gesa, kami semua membereskan barang-barang penting dan berpindah ke kamar tidur lain di rumah ini. Anak-anak tampak ketakutan dan sedih melihat kondisi kamar yang berantakan.
Sementara itu, Andi masih tertidur pulas di ranjang, tidak sadar akan keadaan. Dia masih mabuk berat setelah pulang larut malam tadi malam.
Aku hanya bisa menghela napas panjang melihat semua ini. Kebanjiran dan kondisi kamar yang kotor akibat ulah Andi ketika mabuk membuatku semakin merasa terpuruk.
Aku harus bekerja ekstra keras membersihkan kamar dan memindahkan barang-barang kami. Sementara anak-anak, mereka harus tidur di ruang lain yang lebih sempit.
Lagi-lagi kami harus menderita karena ulah Andi. Rumah tangga kami semakin terpuruk dan terasa seperti neraka. Aku tidak tahu sampai kapan kami harus terus menderita seperti ini.
***
Saat pagi tiba, aku cepat-cepat bangun sebelum Andi dan anak-anak terbangun untuk membersihkan kotoran akibat muntahan Andi. Namun aku kaget ketika menyentuh kepala anak perempuanku. Dia mengalami demam tinggi. Mungkin akibat dia terjatuh dari ayunan kemarin.
“Yaa Allah, kamu panas nak. Tunggu ibu ambilkan kain kompres dulu ya” Kataku membisik anakku sambil beranjak ke dapur untuk mengambil kain kompres.
Beberapa menit kemudian, aku kembali membawa air hangat dan kain bersih untuk aku kompreskan ke anakku.
“Semoga anakku tidak kenapa-napa. Dan semoga Andi tidak mengetahuinya” harapku dalam hati.
Setelah anakku terlelap kembali. Aku segera keluar kamar dan menuju ke kamar tempat Andi tidur dan muntah sambil membawa kain pel dan kantong untuk menampung kotoran.
“Mami inda cintaku. Jangan pernah tinggalkan aku sayang.” Kata Andi mengigau
“Mami Inda? Siapa dia? Kok sampai terbawa mimpi?. Pasti dia perempuan selingkuhannya” Kataku dalam hati.
“Ah, dia mungkin teman kerjanya. aku tidak boleh curiga dan menuduh” Kataku mencoba berpikir positif.
Setelah semua kotoran bersih, aku keluar dari kamar untuk membuang kantong berisi kotoran muntahan Andi. Dan kembali lagi untuk mengeringkan lantainya agar saat Andi bangun dia tidak marah-marah lagi karena lantai basah.
Saat sedang mengeringkan lantai dengan kain, tiba-tiba…
“Mamiku sayang, aku akan selalu datang menemuimu setiap hari” kata Andi lagi dalam tidurnya.
“kayaknya ada yang tidak beres dengan perempuan dalam mimpi suamiku.” Kataku dalam hati.
“tapi sudahlah. Meskipun aku tahu siapa wanita itu, meskipun aku tau apa yang terjadi di antara mereka, tetap saja aku tidak akan bisa berbuat apa-apa. Biarlah waktu yang akan menjawab semuanya” Kataku mencoba menenangkan diri agar tidak larut dalam kecurigaan yang berlebihan.