Yasmina Salsabilla atau yang akrab dengan sapaan Billa ini mengalami ketertinggalan dari teman-temannya yang sudah lebih dulu lulus kuliah disebabkan keterbatasan ekonomi dan membuatnya mengambil kuliah sambil bekerja. Akhirnya Billa dibantu oleh pamannya yang merupakan adik kandung dari almarhum ayahnya.
Dikarenakan mempunyai hutang budi, sang paman pun berniat menjodohkan Billa dengan anak salah satu temannya. Dan tanpa sepengetahuan sang paman, ternyata Billa sudah lebih dulu dilamar oleh Aiman Al Faruq yang tak lain adalah dosen pembimbingnya. Bukan tanpa alasan dosen yang terkenal dingin bak es kutub itu ingin menikahi Billa. Namun karena ia tidak mau mempunyai hubungan dengan sepupunya yang ternyata menaruh hati padanya. Aiman pun memutuskan untuk menikahi Billa agar sepupunya tidak mengganggunya lagi.
Bagaimana kisahnya, apakah Billa menerima lamaran dosennya ataukah menerima perjodohan dari pamannya?
Cerita ini 100% fiksi. Skip bila tidak suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisy Faya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dewa dan Aiman
Billa memijat pelipisnya untuk kesekian kali, denyutan di kepalanya belum berkurang sedikitpun sejak panggilan telepon dengan Safa, adiknya berakhir sepuluh menit yang lalu. Safa menceritakan kepada Billa, jika pamannya bertingkah semakin gila, dan bersikeras memaksa Bundanya untuk membujuk Billa agar mau menikah dengan Dewa, yang merupakan putra dari rekan kerja sang paman.
Pamannya mengatakan jika Dewa memang sudah mengenal Billa, dan Dewa sendiri yang meminta orang tuanya untuk meminang Billa melalui pamannya. Billa bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya Dewa, dan apa benar Dewa memang mengenal Billa, dan apa yang membuat pamannya begitu semangatnya untuk menyatukan Billa dengan Dewa.
“Bener gak ya si Dewa ini kenal sama gue?” Billa bertanya pada kehampaan kamarnya.
“Tapi kenal dimana dia sama gue, apa temen SMA gue dulu?” Ia kembali bermonolog. Hingga akhirnya Billa berniat menghubungi salah satu teman dekatnya di SMA dulu, ia ingin menanyakan tentang Dewa, mungkin saja temannya mengenal Dewa. Entah mengapa pikirannya penuh dengan nama Dewa. Iya sudah berekspektasi macam-macam tentang bagaimana sosok Dewa ini.
“Kenapa gue jadi mikirin Dewa sih, kurang kerjaan banget, mending nonton Drakor.”
Aktivitas menonton Billa terganggu oleh sebuah panggilan masuk ke ponselnya dari nomor tak dikenal, membuat Billa mengerutkan keningnya, dan menjawab panggilan itu setelah berpikir beberapa detik.
“Halo, Assalamualaikum.” Ucap Billa.
“Waalaikumsalam.” Sebuah suara bariton terdengar dari seberang telepon.
“Maaf, ini siapa ya?” Billa bertanya dengan sedikit takut.
“Sebelumnya saya mau tanya, benar ini Billa?” Suara dari seberang telepon bertanya.
“Iya, saya Billa.”
“Maaf jika mengganggu waktunya, ini saya Dewa.”
Degh
Billa merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya hanya karena ia mendengar si penelepon menyebutkan namanya. Namun Billa tidak ingin terlihat terkejut, ia berusaha menormalkan intonasi suaranya.
“Maaf Dewa yang mana ya, saya tidak kenal.” Ucap Billa ragu-ragu.
“Saya sahabatnya Rivan sepupu kamu itu.”
Billa berpikir keras mengingat teman-teman dari Kak Rivan, namun dia tidak pernah ingat jika Kak Rivan memiliki teman yang bernama Dewa. Otaknya benar-benar dipaksa untuk berpikir, namun tetap saja tidak membuahkan hasil.
“Maaf Kak, saya gak ingat kalo Kak Rivan punya teman yang namanya Dewa.” Ujar Billa.
“ Oh saya lupa, kalo Rivan dulu selalu memanggil saya Angga bukan Dewa, nama saya Dewangga.”
Refleks mata Billa melebar begitu mendengar nama Angga.
“Kak Angga yang dulu ngantar saya pulang ketika kaki saya terkilir di Bukit Seguntang bukan?” Billa ingin memastikan apakah dia salah orang atau tidak.
“Syukur kamu masih ingat Bil.” Nada bicara Dewa menjadi lebih ceria karena Billa mengingatnya.
Ia ingat betul dengan laki-laki yang ia kenal lewat Rivan dengan nama Angga itu. Bahkan Billa dulu pernah menaruh rasa pada sahabat kakak sepupunya tersebut. “Apa kabar Billa?” Tanya Dewa hangat.
“ Alhamdulillah kabar baik Kak, kakak apa kabar?”
“ Kabar saya baik juga. Kamu masih di Jakarta ya Bil?”
“Iya kak masih, kuliah saya belum selesai kak.”
“ Semangat untuk kuliahnya Bil. oh iya Bil, saya rasa kamu pasti sudah dengar kan sesuatu tentang saya dari Paman kamu.”
Billa merasakan keringat dingin mengucur di dahinya, lidahnya kelu untuk berucap. Apa yang harus ia jawab atas pertanyaan yang Dewa tanyakan. Billa terdiam beberapa saat, denyutan di kepalanya yang sudah sedikit berkurang kini bertambah lagi.
“Bil, Billa.” Suara Dewa menyadarkan Billa dari lamunannya.
“Eh iya kak, kenapa?” Gugup Billa.
“Saya berniat untuk menjalin sebuah hubungan serius dengan kamu Bil, saya tidak menuntut kamu untuk menjawabnya sekarang, pasti kamu akan butuh waktu untuk berpikir, berikan saya jawaban jika kamu sudah berpikir.” Suara Dewa terdengar lembut di seberang telpon sana.
“Apalagi ini ya Tuhan, saya harus senang atau sedih kalo gini ceritanya, Pak Aiman ngajak nikah, tapi ga tau serius atau engganya, lah ini datang satu lagi ngajak serius juga, kenapa harus di bombardir sama ajakan nikah gini sih.” Billa menjerit dalam hatinya.
“Billa, kamu kenapa diam?” Dewa bertanya dengan nada khawatir.
“Saya kaget kak dengan ajakan serius dari kakak yang tiba-tiba, saya gak tau mau jawab apa.” Billa menjawab dengan suara yang pelan.
“Saya tidak memaksa kamu untuk menjawab sekarang Bil, jawablah kalau kamu sudah memikirkannya dengan matang, saya akan tunggu itu.” Jelas Dewa.
“Iya kak,” kacau sekali pikiran Billa saat ini.
“Baik, saya tutup dulu teleponnya, Assalamualaikum.” Ucap Dewa.
“ Waalaikumsalam kak.” Balas Billa.
Billa menghela nafasnya dengan berat, lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Pandangan kosongnya tertuju ke arah langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Ia benar-benar tidak menyangka jika alur hidupnya akan serumit ini. Entah dosa apa yang pernah dilakukannya dimasa lalu, sehingga harus menerima balasan hidup sekacau ini.
Belum selesai ia memikirkan permasalahan dengan Dewa, kini sudah ada panggilan telepon masuk dari Aiman.
“Assalamualaikum pak.” Ucapnya dengan tidak bersemangat.
“Waalaikumsalam, kenapa dengan suara kamu?” Tanya Aiman.
“ Gak kenapa-kenapa pak, cuma lagi galau aja pak.” Jawab Billa asal.
“ Galau memikirkan apa?” Tanya Aiman yang memang serius menganggap jika Billa sedang menggalaukan sesuatu.
“Galau mikirin bapak.” Billa tidak menyadari jika jawaban asal yang keluar dari mulutnya itu berhasil membuat Aiman salah tingkah dengan pipi yang sedikit memerah.
“Ya sudah, sekarang kamu keluar, saya ada di depan kost kamu.” Intonasi suara Aiman dibuat setenang mungkin, padahal ia sedang menahan rasa gugupnya.
“Yang bener Pak? Bapak ngapain ke kost saya?” Tanya Billa panik dan segera beranjak dari kasurnya, lalu mengambil sebuah jilbab instan berwarna navy. Sekilas ia melirik pantulannya di cermin yang menggunakan celana training berwarna merah, dengan baju kaos lengan panjang berwarna kuning. Terlihat begitu aneh penampilannya, namun ia mengabaikan hal itu. Dengan cepat ia melangkahkan kaki untuk melihat apa benar jika Aiman berada di depan kostnya.
Betapa terkejutnya Billa begitu membuka pintu, di sana sudah berdiri Aiman dengan menggunakan celana chino berwarna hitam dan kaos lengan panjang yang lengannya sedikit ditarik ke atas dan juga berwarna hitam. Billa mengedipkan matanya beberapa kali dan menelan saliva dengan susah ketika melihat ketampanan wajah Aiman. Kemudian ia sadar akan penampilannya yang acak-acakan, ditambah lagi warna pakaiannya yang saling bertabrakan.
“Bapak ngapain kesini?” Tanya Billa sedikit menahan malu di depan Aiman.
“Ya mau ketemu kamu lah.” Ketus Aiman.
“Untuk apa ketemu saya pak?” Tanya Billa sedikit heran.
“ Ya cuma mau lihat kamu saja.” Mata Aiman menatap lekat ke arah wajah Billa ketika berbicara.
“Bapak rindu sama saya?” Goda Billa.
“Iya.” Jawab Aiman singkat.
Blush
Billa sangat yakin jika saat ini pipinya pasti sudah sangat merah seperti tomat.
“Sial, niat mau ngerjain Pak Aiman eh kenapa malah gue yang jadi salting gini.” Batin Billa.
“Outfit kamu cerah sekali Bil, seperti Barongsai.” Ucap Aiman santai tanpa beban, yang tentu saja membuat Billa menahan malu setengah mati mendengar komentar Aiman, namu ia berusaha tetap terlihat tenang.
“Tapi tetap cantik kan Pak?” Ucap Billa di buat setenang mungkin, dan hanya di balas anggukan dan senyuman dari Aiman.
***