Kisah tentang seorang gadis yang cantik dan lembut, ia harus menjalani hari-harinya yang berat setelah kepergian kakak perempuannya. Anak-anak yang harus melakukan sesuai kehendak Ibunya. Menjadikan mereka seperti apa yang mereka mau. Lalu, setelah semuanya terjadi ibunya hanya bisa menyalahkan orang lain atas apa yang telah dilakukannya. Akibatnya, anak bungsunya yang harus menanggung semua beban itu selama bertahun-tahun. Anak perempuan yang kuat bernama Aluna Madison harus memikul beban itu sendirian setelah kepergian sang kakak. Ia tinggal bersama sang Ayah karena Ibu dan Ayahnya telah bercerai. Ayahnya yang sangat kontras dengan sang ibu, benar-benar merawat Aluna dengan sangat baik. **** Lalu, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang selalu menolongnya disaat ia mengalami hal sulit. Laki-laki yang tak sengaja ia temui di gerbong Karnival. Lalu menjadi saksi perjalanan hidup Aluna menuju kebahagian. Siapa kah dia? apakah hanya kebetulan setelah mereka saling bertemu seperti takdir. Akankah kebahagian Aluna telah datang setelah mengalami masa sulit sejak umur 9 tahun? Lika liku perjalanan mereka juga panjang, mereka juga harus melewati masa yang sulit. Tapi apakah mereka bisa melewati masa sulit itu bersama-sama? *TRIGGER WARNING* CERITA INI MENGANDUNG HAL YANG SENSITIF, SEPERTI BUNUH DIRI DAN BULLYING. PEMBACA DIHARAPKAN DAPAT LEBIH BIJAK DALAM MEMBACA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugardust, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah dari ayah
Bunga yang Jaeden berikan padaku akhirnya harus dibuang, karena tidak memungkinkan untuk dibawa pulang menggunakan motor apalagi hujan masih belum terlalu reda. Bunganya akan hancur bila terkena angin dan air. Jaeden memilih membuangnya saja ke dalam tong sampah.
“ Lain kali akan aku belikan lagi untukmu, buang saja yang ini, lagi pula itu sudah rusak”
“ Apa tidak masalah membuangnya?”
“ Iya, aku akan membelikanmu setiap kali kau minta bunga”
“ Berikan aku seratus tangkai bunga mawar merah suatu hari nanti”
“ Akan aku beri seribu tangkai untukmu”
“ Jangan ingkar janji, karena aku akan menagihnya!”
“ Tidak usah khawatir”
Jaeden mengusap rambutku. Rambutku sudah basah dan berantakan. Aku takut jika kami akan terkena flu besok, padahal besok sudah masuk sekolah lagi. Jam sudah menunjukkan pukul 20.30 malam. Karena hujan sudah reda, akhirnya kami bisa pulang juga, berhubung rumah kami sangat jauh dari pusat kota. Kami harus segera kembali sebelum malam terlalu larut.
Ini sungguh dingin, aku memakai jaket saja masih terasa begitu dingin, apalagi Jaeden yang hanya menggunakan selembar baju tipis. Aku meminta Jaeden untuk berhenti di toko baju di sekitar sini yang masih buka.
“ Turunkan aku sebentar di toko itu” aku menunjuk toko baju tersebut.
“ Kau mau apa?”
“ Menumpang toilet sebentar”
“ Aku akan tunggu di sini saja”
Dia menunggu di depan toko tanpa turun dari atas motor. Aku kemudian mencari-cari apa yang cocok untuk dia gunakan sekarang. Akhirnya aku memilih hoodie berwarna biru tua untuk ku berikan pada Jaeden, karena tak mungkin ku biarkan dia kedinginan diatas motor, sedangkan aku memakai jaketnya dengan nyaman. Lagipula perjalanan kami juga lumayan jauh. Setelah membayar ke kasir aku bergegas pergi keluar dan menyodorkan paper bag yang berisi hoodie tadi untuk Jaeden.
“ Ini untukmu, pakailah, cuaca sangat dingin”
“ Aku tidak merasa dingin kok”
“ Pakai lah atau aku akan pulang sendiri”
“ Jangan! baiklah akan aku pakai. Kenapa kau harus repot dengan membelikanku baju padahal aku tidak apa-apa dengan ini”
“ Aku hanya ingin memberimu hadiah sebagai gantinya”
“ Terima kasih, ini sangat bagus, kau pandai memilih pakaian untukku”
“ Karena semua baju akan terlihat cocok saat kau gunakan, meskipun kau hanya menggunakan karung”
“ Hahahahaha dasar”
Jaeden mencubit pipiku dengan lembut namun sedikit meninggalkan bekas merah. Aku kembali naik ke atas motor dan memeluk tubuh Jaeden dengan erat. Untunglah ada toko baju yang buka di daerah ini. Kalau tidak, aku akan sangat merasa bersalah karena telah menggunakan jaket miliknya.
Motor melaju dengan pelan, karena jalanan sangat licin karena baru selesai hujan. Semoga saja pelukanku ini dapat membantu membuat tubuh Jaeden terasa hangat. Kali ini kami menempuh perjalanan selama satu jam, karena ada kemacetan di pusat kota. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Jaeden berpamitan dengan ayah terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah.
Rasanya aku ingin segera berendam dengan air hangat untuk menghangatkan tubuhku. Segera aku masuk ke dalam kamar mandi dan mengisi bathub dengan air hangat, lalu ku ceburkan tubuhku masuk ke dalam. Sesekali aku memasukkan kepalaku ke dalam air dengan menahan napas. Sungguh menyegarkan dan begitu hangat. Mengangkat tubuhku lalu ku keluarkan kakiku dan mulai mengelap diriku dengan selembar handuk. Sembari aku menatap wajahku dan memegang bibirku yang telah dikecup oleh Jaeden di sebuah kotak berfoto tadi.
Harus cepat pergi tidur karena besok akan pergi sekolah. Aku tidak boleh telat karena akan ada pemeriksaan setiap awal minggu di sekolah. Aku mempersiapkan segalanya dengan baik agar tidak lupa saat di pagi hari. Sebelum tidur, aku menunggu Jaeden untuk mengirimkan ku pesan jika dia sudah sampai rumah.
*Triing* *Triing*
Jaeden: Aku sudah sampai di rumah, selamat tidur dan selamat ulang tahun, Aluna.
Aluna: Terima kasih untuk hari ini, aku sangat bahagia, selamat beristirahat, Jaeden.
Malam ini aku akan tidur nyenyak, namun aku masih saja kepikiran soal ibu, kenapa ibu harus melahirkanku jika dia tidak akan menganggapku sebagai anaknya. Aku bingung harus menceritakan hal ini pada ayah atau tidak. Tapi, jika aku ceritakan pasti ayah akan sangat terpukul dan sedih. Lebih baik aku menutup mulutku dengan rapat soal ini. Aku tidak mau membuat ayah kecewa.
*Tok* *Tok*
“ Aluna, apa kau sudah tidur?” ayah mengetuk pintu dari luar.
“ Belum ayah, ada apa?”
Ayah masuk ke dalam kamarku dan membawakan kue dengan lilin di atasnya.
“ Selamat ulang tahun yang ke delapan belas anakku”
“ Wah ayah, aku sungguh terharu”
“ Karena anak ayah sudah punya pacar, dan dia harus menghabiskan waktu bersama pacarnya tersebut seharian. Maaf, ayah baru sempat memberimu kue malam ini”
“ Ayah.. tidak apa, ini saja sudah cukup membuatku bahagia, terima kasih sudah menjadi ayah yang baik untukku selama ini”
“ Ini hadiah untukmu” ayah memberikan paperbag besar padaku.
“ Apa ini ayah?” aku membuka kertas yang membungkus barang yang ayah berikan.
Ternyata ayah memberikanku Ipad terbaru, kata ayah agar aku lebih semangat belajar lagi.
“ Ayah! terima kasih banyak!” aku memeluk ayah dan menangis.
“ Putriku, kenapa kau menangis? ini bukanlah apa-apa. Ayah bisa memberikanmu hal yang lebih besar dari ini” ayah menepuk-nepuk pundakku dengan lembut.
“ Tidak ayah, ini sudah cukup bagiku, ayah hanya cukup hidup dengan waktu yang lebih lama, agar aku bisa terus bersama ayah”
“ Kau membuat ayah terharu, putriku. sekali lagi ulang tahun, semoga keberuntungan dan hal-hal baik datang kepadamu selalu”
Kebahagiaan yang diberikan pada orang-orang sekitarku meyakinkanku bahwa tidak semua orang di dunia ini jahat, akan ada orang baik yang selalu mengelilingi kita namun kita tidak sadar dan terus mengingat yang jahat.
Pagi ini aku bangun lebih cepat lagi, aku ingin membuat sarapan untuk dimakan oleh ayah nanti. Tapi ternyata ayah telah memasakkan bubur untukku, ternyata ayah sudah bangun lebih dulu dan kembali tidur. Ayah berperan sebagai ayah sekaligus ibu untukku. Semoga ayah bisa hidup lebih lama. Aku memakan bubur yang ayah buat selagi masih hangat, dan bersiap untuk mandi lalu berganti baju.
*Triing* *Triing*
Jaeden: Aku akan menjemputmu, tunggu sebentar lagi.
Jaeden mengirimiku pesan, dia bilang akan menjemputku untuk pergi sekolah bersama. Waktu sudah menunjukkan pukul 7.00 pagi, Jaeden sudah menungguku di depan rumahku. Aku bergegas turun dan pamit kepada ayah untuk berangkat sekolah bersama Jaeden. Dia meminta izin pada ayahku.
Mengingat bagaimana dulu saat Jaeden meminta izin pada ayah untuk berpacaran dengan putrinya, terlihat dia begitu gugup dan berkeringat dingin. Aku masih ingat wajahnya yang ketakutan itu. Setelah mendapat izin dari ayah dia terlihat gembira sekali. Sekarang, mereka sudah cukup dekat. Jadi, ayah percayakan putrinya kepada dirinya.