Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 20
"Gimana sih itu si Reno? Udah janji mau datang bawa pengawal buat jaga-jaga. Kenapa dia malah belum muncul juga sih sekarang?"
Ibu dan anak semakin panik saja setelah tahu bahwa pelindung satu-satunya malah menghilang bak di telan alam. Keduanya resah bukan kepalang. Semuanya terasa tidak nyaman lagi bagi mereka.
"Gimana dong, Ma? Apa kita kabur dulu aja sekarang? Kak Reno gak bisa aku hubungi ini."
"Kabur ke mana, Mirna? Mama gak punya tempat untuk sembunyi. Lagian, kamu lupa? Zura pernah bilang kalau dia akan ambil rumah kita jika kita tidak menemuinya hari ini."
"Sialan si Zura. Kenapa keadaan jadi berbalik sekarang? Wanita yang dulunya tertindas, sekarang malah bisa bangkit untuk menindas balik kita, Ma." Kesal Mirna bukan kepalang.
Namun, kesal hanyalah sebatas kesal. Keadaan yang sudah berbalik tidak mudah untuk mereka hadapi. Zura kini sudah berkuasa. Jauh dari keadaan Zura yang dulu.
Sementara, Reno yang saat ini sedang berada di kantor terus saja menerima laporan dari mata-mata yang telah ia siapkan untuk mengawasi calon tunangan yang sebentar lagi akan ia tinggalkan setelah ia berikan pelajaran.
"Tuan muda. Tunangan anda sedang sangat panik sekarang. Sepertinya, orang yang ia tunggu akan datang hari ini."
Pesan singkat itu membuat Reno tersenyum.
"Itu dia. Aku ingin lihat siapa yang akan datang menemui mereka."
Reno pun masih menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Satu setengah jam kemudian, pesan singkat dikirim lagi oleh si mata-mata.
"Tuan muda. Seseorang telah datang ke rumah tunangan anda. Dua orang perempuan, dua orang laki-laki bertubuh tegap. Dari gayanya, laki-laki itu sepertinya pengawal. Saya bisa melihat ekspresi mereka yang serius meski pakaian mereka tidak seperti pengawal pada umumnya."
Sesaat kemudian. Pesan singkat malah datang lagi.
"Tunggu, tuan muda! Sepertinya, keadaan sedikit rumit. Dari kejauhan saya melihat sebuah mobil yang berhenti. Kali ini, saya samar-samar melihat pengawal sungguhan yang ada di dalam mobil itu. Namun, saya masih tidak mengerti siapa yang menyewa pengawal tersebut. Jika tuan muda ingin datang, tolong berhati-hatilah."
Reno tertegun sesaat setelah membaca pesan singkat yang mata-matanya kirimkan. Memang benar, Zura sudah datang ke kediaman Mirna sekarang. Usai dari bandara, dia langsung mendatangi rumah tersebut untuk menemui sepupu dan tantenya.
Senyum indah Zura berikan. Senyum yang membuat ibu dan anak yang sedang panik di rumah itu mendadak semakin panik saja. Keduanya jadi gugup bukan kepalang.
"Zu-- Zura."
"Iya, tante. Aku datang sesuai jadwal, bukan? Satu hari pun tidak kelewat atau terkurang."
"Gimana? Apa yang aku inginkan sudah siap, bukan? Biar masalahnya tidak terlalu panjang."
"Zu-- Zura. Itu ... maafkan tante. Tante ... anu, rumahnya belum bisa tante ambil kembali. Yang telah membeli tidak ingin menjual lagi, Ra. Tante -- "
Zura langsung mengangkat satu tangannya untuk menghentikan alasan yang tante keluarkan. Dia tidak marah sekarang. Tidak juga merasa kesal meski hatinya terasa kecewa. Karena dia sangat yakin sebelumnya, kalau tantenya itu tidak akan pernah memberikan apa yang ia inginkan.
"Tidak masalah, tante. Aku tidak akan keberatan dengan apa yang saat ini sedang terjadi. Namun ... ada konsekuensi yang harus tante tanggung."
"Mak-- maksudnya, Zura?"
"Kalian berdua. Bawa mereka ke dalam mobil sekarang juga," ucap Zura pada kedua pengawal yang ada di belakangnya.
"Baik, nona."
Dua pengawal itu langsung bergerak mengikuti apa yang Zura perintahkan. Sedangkan Mirna dan mamanya sangat panik luar biasa. Ingin kabur, tapi mau kabur ke mana? Ingin melawan juga sayangnya tidak bisa. Dua pengawal milik Zura bukanlah tandingan mereka berdua.
"Zura! Lepaskan kami! Apa-apaan ini, hah!"
Mirna berucap sambil berusaha memberontak.
Zura malah tersenyum kecil.
"Tau dengan hukuman? Ya inilah dia hukuman, Mirna. Aku akan memberikan kalian sedikit hukuman agar kalian sadar, kalau kalian sudah salah karena telah membuat aku kecewa."
"Bawa mereka!" Perintah Zura lagi.
Dua pengawal langsung mengangguk. Mereka seret ibu dan anak itu untuk menjauh secara paksa. Sementara ibu dan anak itu terus saja berusaha memberontak agar bisa melepaskan diri dari cengkraman orang suruhan Zura.
"Zura! Lepaskan kami!"
"Kau gila, Zura! Lepaskan!"
"Zura!"
"Kau akan tahu akibatnya, Zura! Tunggu saja tunangan ku datang. Kau akan dapat akibatnya." Mirna terus berucap. Sementara Zura malah tetap tenang.
Mobil yang membawa Mirna bersama mamanya ternyata menuju kantor polisi. Seperti yang sudah Zura rencanakan, jika dia gagal mendapatkan rumahnya, maka dia akan menyerahkan ibu dan anak itu pada pihak yang berwajib agar menerima hukuman.
"Zura! Kau .... "
"Kalian harus diberikan pelajaran. Supaya kalian tahu, dunia ini bukan milik kalian."
Ibu dan anak tidak lagi bisa berkata apa-apa. Zura masuk ke dalam kantor bersama dengan Lula. Sementara dua pengawal terus menyeret ibu dan anak mengikuti mereka dari belakang.
Zura langsung menyerahkan Mirna dan mamanya ke pihak kepolisian bersama beberapa bukti yang ia punya.
"Laporan nona akan kami tindaklanjuti. Untuk sementara, kami akan menginterogasi tersangka sebelum kami memutuskan hukuman."
"Terima kasih banyak, pak polisi. Saya ingin mereka menerima hukuman yang sesuai dengan kesalahan yang telah mereka perbuat."
Setelahnya, Zura langsung beranjak. Ia abaikan teriakan dua ibu dan anak yang berharap bisa mendapatkan belas kasihan darinya. Zura langsung meninggalkan kantor polisi setelah urusannya ia anggap selesai.
Namun, saat dia ingin menuju ke arah mobil, Reno yang sudah mengikutinya sejak tadi langsung menghadang Zura dengan cepat. Tentu saja kemunculan itu membuat Zura sedikit terkejut. Ditambah lagi, dia muncul di tempat yang tidak seharusnya ia berada.
"Nona Zura. Bisa berikan waktunya sedikit pada saya? Saya ingin bicara dengan anda," ucap Reno dengan hati-hati.
"Anda ... siapa?"
Sebenarnya, Zura sudah tahu siapa yang sedang menghadangnya saat ini. Hanya saja, dia berpura-pura tidak mengenalinya agar tidak terlalu banyak prasangka dan curiga dalam hati Reno untuk dirinya.
"Saya, Reno, Nona."
"Reno? Siapa?"
"Jika nona ingin tahu, berikan saya sedikit waktu nona agar kita bisa bicara."
Cukup penasaran dan tidak ingin menambah orang yang menaruh rasa tidak suka padanya, Zura menyetujui ajakan Reno untuk bicara dengannya. Setelah melepaskan napas berat secara perlahan, Zura pun mengangguk pelan.
"Baiklah. Saya beri anda waktu lima menit? Apa itu sudah cukup?"
"Baik."
"Ayo kita ke-- "
"Tidak. Masuk mobil saya saja. Lima menit waktu yang singkat."
Sedikit kecewa, tapi Reno tidak punya pilihan lain. "Baiklah, nona. Silahkan."
Zura masuk ke dalam setelah pintu mobilnya Reno bukakan dengan tangannya sendiri. Setelahnya, Reno mengikuti Zura dari belakang. Hanya mereka berdua yang ada di dalam mobil sekarang. Sementara yang lain, menunggu diluar.
"Silahkan bicara, Tuan Reno."
"Aa ... panggil Reno saja. Itu akan terasa lebih nyaman bagi kupingku."
"Hm, baiklah. Mau bicara apa, Reno?"
tp bila baca kisah angga kesian juga dye...