Tak terima lantaran posisi sebagai pemeran utama dalam project terbarunya diganti sesuka hati, Haura nekat membalas dendam dengan menuangkan obat pencahar ke dalam minuman Ervano Lakeswara - sutradara yang merupakan dalang dibaliknya.
Dia berpikir, dengan cara itu dendamnya akan terbalaskan secara instan. Siapa sangka, tindakan konyolnya justru berakhir fatal. Sesuatu yang dia masukkan ke dalam minuman tersebut bukanlah obat pencahar, melainkan obat perang-sang.
Alih-alih merasa puas karena dendamnya terbalaskan, Haura justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Ervano hingga membuatnya terperosok dalam jurang penyesalan. Bukan hanya karena Ervano menyebalkan, tapi statusnya yang merupakan suami orang membuat Haura merasa lebih baik menghilang.
****
"Kamu yang menyalakan api, bukankah tanggung jawabmu untuk memadamkannya, Haura?" - Ervano Lakeswara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 - Kamu Milikku - Ervano
Baru juga hendak memulai hari dengan energi positif, tapi Haura merasa sudah didatangi energi negatif. Kabar buruk tentang pemutusan kerja sama sepihak dari Brand tersebut membuat Haura murka.
Langit cerah dan sinar mentari di atas sana seakan terganti kegelapan. Tak ubahnya bak kemarahan ib-lis aghasura, Haura sontak berteriak sebagai cara melampiaskan kekesalannya.
Ervano yang berada di dalam sontak memejamkan mata. Suara melengking Haura seolah menjadi pertanda darurat yang membuat Ervano harus keluar segera.
Dengan langkah cepat Ervano mendekat dan bermaksud baik tentu saja. Namun, belum sempat bertanya dia sudah dihadapkan dengan tatapan tajam Haura yang seperti hendak menelannya bulat-bulat.
"Kamu kenapa?" tanya Ervano penuh kehati-hatian.
Tak munafik, mata Haura yang tajam seperti itu cukup menakutkan. Untuk pertama kalinya, Ervano dibuat panas dingin menghadapi seorang wanita yang tengah kehilangan kendalinya.
Tak segera menjawab, Haura kini menghela napas kasar dan berusaha menenangkan diri. "Huft ... langsung saja, pasti ulahmu, 'kan?"
"Aku?" tanya Ervano menunjuk dirinya sendiri, berlagak tidak tahu apa-apa padahal sudah menduga bahwa akan terjadi hal ini.
"Jangan pura-pura bodoh deh, pihak brand yang bekerja sama denganku hari ini memutuskan kontrak secara sepihak ...."
"Hem, lalu?"
"Lalu-lalu, pasti ini karena kamu, 'kan?" selidik Haura masih terus menatap tajam Ervano yang tampak pasrah di depannya. "Iya, 'kan?"
Alih-alih segera menjawab meski sudah didesak, Ervano mengusap kasar wajahnya dan sejenak memalingkan muka.
Menatap sekeliling dan memastikan beberapa pekerja di villa tersebut tidak pingsan karena teriakan maut istrinya.
"Ervano," panggil Haura sekali lagi dan pria itu tidak juga memberikan tanggapan hingga membuat pemilik wajah cantik itu semakin emosi.
"Ya Tuhan nyebelin, banget, Mas!! Jawab, Mas!!"
Merasa panggilan nama itu percuma, Haura menurunkan ego dan mencoba alternatif lain. Padahal, Ervano sebenarnya tidak memancing Haura melakukan itu.
Hanya saja, keberuntungan tengah berada di pihak Ervano hingga pria itu tertawa kecil dibuatnya. Seolah membenarkan dugaan Haura bahwa dia sengaja tidak segera menjawab karena enggan dipanggil nama.
"Ck, kebiasaan kalau ditanya ketawa ... jawab kenapa sih?"
"Iya, dijawab ... apa tadi pertanyaannya?" tanya Ervano sengaja cari perkara karena memang suka saja melihat Haura naik darah.
Namun, Haura yang sudah merasa lelah kini tak kuasa lagi berteriak sebagaimana keinginan suaminya.
"Baiklah, aku tanya sekali lagi ... kepada Mas Ervano yang rada bolot, mohon didengar baik-baik agar tidak bertanya lagi," ucap Haura super super elegan dengan harapan Ervano dapat mengerti.
"Hem, katakan."
"Pagi ini, brand yang bekerja sama denganku memutuskan kontrak secara sepihak ... apa kamu yang berada di balik pemecatanku?"
Sudah berusaha Haura bertanya dengan bahasa yang elegan, tapi nyatanya Ervano tetap lamban.
"Hem, jawab dong, aku cuma butuh jawaban iya atau tidaknya, itu saj_"
"Iya," jawab Ervano singkat.
Jawaban yang luar biasa mengejutkan sampai Haura menganga. "What? Jadi benar dugaanku kamu yang menjadi dalangnya? Hah?!"
"Sudah kujawab tadi, kenapa nanya lagi?"
Sungguh berhasil Ervano membuat Haura naik tensi. Dalam keadaan kesal, Haura ingin sekali memukul wajah Ervano, tapi tertahan karena dia sadar posisinya sekarang.
Sebagaimana kata Mama Syila, mau tidak mau, suka atau tidak suka Ervano adalah suaminya. Jelas salah andai dia sampai memukul, terlebih lagi sikap Ervano begitu lembut terhadapnya.
"Kam-kamu tu euuughh!! Apa sih maunya? Ngusik hidupku terus ... kurang puas ya? Hidupku sudah hancur kalau kamu lupa, kenapa duniaku mau direnggut juga?" tanya Haura menatap lesu Ervano di hadapannya.
Tak mampu menjawab, Ervano hanya mengatupkan bibir dan menatap lekat Haura. "Maaf, Ra," ucapnya tanpa terduga sampai Haura memicingkan mata.
"Heum? Apa tadi? Maaf?" Haura menajamkan pendengarannya, khawatir salah dengar dan terlalu percaya diri dengan permintaan maaf Ervano.
"Iya, maafkan aku."
"Telat!! Minta maaf tidak akan merubah apapun ... cepat hubungi lagi brand tersebut, kembalikan pekerjaanku, titik!!"
"Mana bisa, masa jilat ludah sendiri, Sayang."
"Ih manggil-manggil sayang ... lincah juga lidah suami orang satu ini," gerutu Haura sembari menatap sebal suaminya.
Ervano yang mendengar hal itu biasa saja, dia juga tidak meralat panggilan sayang kali ini karena memang maunya.
Setelah lebih dari sembilan tahun menjadi pengagum Haura, hari ini dia bisa bebas memanggilnya dengan kata sayang. Ervano tidak peduli Haura geli atau tidaknya, tapi yang pasti dia merasa berhak dan harus dipergunakan saat ini.
.
.
"Sekarang malah diam, ini gimana jadinya? Kerjaanku gimana?"
"Ya tidak perlu kerja, aku sanggup membiayai hidupmu kenapa bingung begitu?" Ervano membalikkan pertanyaan dan tetap tidak membuat Haura puas juga.
"Bukan masalah itu, kalau masalah biaya hidup gampang!! Uangku masih banyak, kalaupun habis bisa minta Papa."
"Terus kenapa kelihatan frustrasi gitu?"
"Ya pikir sendirilah, kerjaanku hilang sem_ tuhkan!! Ada lagi yang batalin kontraknya, kamu benar-benar menghubungi semua pihak yang bekerja sama sama aku ya?" tanya Haura mulai berkaca-kaca.
"Semua demi kebaikanmu, foto panas-panasan di pantai bakai bi-kini ... perutmu kemana-mana apa tidak malu?"
"Ngapain malu? Profesional namanya!!" ketus Haura lantaran tak terima Ervano mengomentari pekerjaannya.
"Ada batasnya, aku perhatikan semua job kamu terima ... sampai iklan celana da-lam juga bersedia."
"Loh kenapa? Ini tubuhku, hakku dong mau ambil job apa saja, kenapa jadi ngatur?"
Mendapati jawaban Haura, Ervano tak kehabisan cara. Dia menggendong Haura masuk ke dalam persis karung beras dan mendudukkannya di atas sofa.
Secepat itu Ervano bertindak, Haura bahkan terperanjat tatkala sadar bahwa tubuhnya sudah berpindah.
"Dengar baik-baik, memang benar tubuh ini milikmu dan hakmu."
"Oh jelas, bagus kalau tahu!!"
"Shuut!" Ervano menempelkan jemarinya di atas bibir sang istri.
"Itu dulu ... sekarang berbeda, tubuhmu resmi milikku dan aku berhak menentukan apa yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan, Haura," tegas Ervano sontak membuat Haura susah payah menelan salivanya.
Sampai-sampai, dia tetap diam saja sewaktu jemari Ervano berpindah dari bibir ke pipinya. "Kupertegas sekali lagi, kamu milikku, hakku dan tidak ada yang boleh melihat keindahan tubuhmu selain aku ... sampai di sini, kamu paham, 'kan, Sayang?"
.
.
- To Be Continued -
Last eps hari ini, see you esok hari semoga mimpi indah ... Bye❣️