Gisella Arumi tidak pernah menyangka akan menjadi istri kedua Leonard Alfaro kakak iparnya sendiri setelah ia menyebabkan Maya saudaranya koma karena kecelakaan mobil. Gisella yang mengendarai mobil di hari naas itu terlibat kecelakaan beruntun di jalan tol.
"Kau harus bertanggung jawab atas kelalaian mu, Ella. Kamu menyebabkan kakak mu koma seperti sekarang. Kau harus menikah dengan Leonard. Mama tidak mau Leo sampai menikahi perempuan lain untuk merawat Noah", tegas Meyda mamanya berapi-api sambil menunjuk wajah Gisella.
Bak tersambar petir di siang bolong, Gisella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau. Aku akan bertanggung jawab mengurus keponakan ku tanpa harus menikah dengan Leonard. Bahkan aku tidak mengenalnya–"
Plakk!
Tamparan keras Rudi sang ayah mbuat Ella terkejut. Gadis itu mengusap wajahnya yang terasa perih. Matanya pun memerah.
"Kenapa papa menampar ku?"
"Karena kau anak tidak tahu di untung. Kau pembangkang tidak seperti Maya. Kau sudah menyebabkan kakak mu koma!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAYA SADAR
Hari sudah gelap, jam dinding menyentuh angka delapan, ketika Leo mengajak Ella makan di restoran dekat rumah sakit.
Sementara Meyda dan Agra yang menjaga Maya. Sebenarnya Ella tidak lapar tapi Meyda kuatir pada putri bungsunya itu jangan sampai ikut sakit karena menjaga kakaknya. Meyda menyuruh Ella makan bersama Leonard.
"Makanan di sini lumayan enak juga", ujar Leo sambil menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Iya. Ada ayam kampung bakar dan sayur asam kesukaan ku", jawab Ella menikmati menu makanan yang ia pilih.
"Apa kamu tidak bosan makan dengan menu yang sama Ella?".
Ella tersenyum mendengar perkataan Leo.
"Tidak. Selama di Amerika aku selalu merindukan makanan seperti ini. Aku sudah belajar membuat sendiri tapi rasanya tetap saja berbeda".
"Hm... sebenarnya ada yang kurang, kalau makan nasi dengan sayur asam harus ada ikan asin dan sambal petai".
Leonard mengernyitkan dahinya. "Apa itu petai?"
"Kamu tidak tahu petai? Hm... petai salah satu vitamin makan kak Leo. Kalau ada sekarang bisa-bisa boros nasi", seloroh Ella tertawa lepas sambil membulatkan kedua matanya dengan mimik wajah lucu.
Leonard tersenyum dan menggelengkan kepalanya mendengar jawaban itu. "Kamu ada-ada saja Ella. Kau selalu membuat ku tertawa".
"Kak, aku mau bertanya sesuatu?"
"Yap. Kamu sedang melakukannya. Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Bagaimana kakak bisa menikah dengan kak Maya? Yang aku dengar dari kakak ku, dia adalah sekertaris papi Hartono", tanya Ella sambil menatap Leo yang mengambil air minum dihadapannya dan meneguknya.
"Aku di minta pulang ke Jakarta, setelah menetap lama di New York. Ternyata papi dan mami telah mempersiapkan Maya untuk menjadi istri ku".
"Hm... begitu saja prosesnya?", tanya Ella ingin tahu untuk pertama kalinya cerita Leonard dan Maya sambil menatap lekat Leonard yang kini menyandarkan punggungnya sambil memutar-mutar jemari tangannya di pinggiran gelas.
"Sebenarnya waktu itu aku sedang patah hati, baru putus dengan kekasih ku di New York. Tanpa berpikir panjang aku menerima tawaran orangtuaku ku", jawab Leonard.
"Aku percaya pilihan mami dan papi".
"Saat di kenalkan dengan Maya bisa di bilang aku langsung menyukainya. Sepertinya ia gadis lemah lembut yang selalu menjaga tutur katanya. Perkenalan kami singkat, hanya dua bulan saja kemudian langsung merencanakan pernikahan. Semua serba cepat".
Leo menghela nafas.
"Namun ternyata, berakhirnya pun sangat cepat. Cinta yang aku rasakan seketika hilang di malam pernikahan kami", ujar Leonard.
Laki-laki itu menatap lekat wajah Gisella, kemudian menarik pelan tangan Ella.
"Andai saja kita di pertemukan lebih cepat mungkin akan lain ceritanya. Kau sangat berbeda dengan Maya. Kakak mu selalu menjaga bicaranya yang lemah lembut, namun adiknya selalu bicara spontan. Selalu ceplas-ceplos", ujar Leonard tersenyum menatap Ella yang menyimak ceritanya.
"Aku sangat benci kebohongan dan pengkhianatan. Hal itu juga yang menyebabkan hubungan ku dengan Maya sulit kembali seperti sedia kala".
"Aku bertahan, karena ada Noah di tengah-tengah kami. Tentu kebaikan anak menjadi prioritas ku. Aku harus menekan ego ku", ujar Leonard.
Untuk yang pertama kali Leonard bercerita panjang lebar tentang hubungan ia dan Maya, awal mula mereka bisa menikah. Berawal jadi patah hati Leonard karena putus cinta dengan kekasihnya.
Keduanya tengah bertatapan ketika seseorang memanggil Leonard. Ella cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Leo.
"Leonard?"
Leo dan Ella menatap wanita yang memanggil Leonard.
"Kalian berdua? Bukankah dia adik Maya istri mu, Leo?".
"Dokter Dinda?", gumam Ella.
Leo menganggukkan kepalanya.
"Tepat sekali. Dan dia istri ku", jawab Leo berdiri dan mengulurkan tangannya pada Ella. Ella menyambut hangat uluran tangan Leonard.
Leonard tersenyum pada Dinda.
"Kami sudah selesai makan, kami duluan", ujar Leo sambil menggenggam erat jemari tangan Ella pergi dari restoran itu.
Dinda yang datang berdua dengan temannya melongok menatap punggung Leonard.
"Din, bukankah dia Leonard Alfaro yang sering kamu ceritakan itu? Dan itu yang bersamanya–"
"Aku tidak lapar sekarang. Aku mau pulang, Alisa", ujar Dinda pada temannya.
"Tapi kita belum makan sama sekali sejak siang Din".
Namun dokter Dinda menyelonong pergi meninggalkan temannya sendirian.
*
Leonard dan Ella berlari menyusuri koridor rumah sakit, nampak buru-buru karena baru menerima kabar dari Agra yang mengatakan Maya sudah mendapatkan kesadaran sepenuhnya.
Keduanya langsung menuju kamar Maya yang saat ini di jaga Meyda.
Leonard dan Ella langsung masuk ke kamar itu, masih ada dokter dan dua orang perawat yang memeriksa kondisi Maya yang tergolek lemah di atas tempat tidur namun kedua matanya telah terbuka.
"Kakak?", panggil Ella mendekati Maya.
Maya memutar matanya menatap Ella yang berdiri berjarak di samping tempat tidur. Lebih tepatnya satu mata bagian kanan sementara mata sebelah kiri tertutup perban putih. Gerakan Maya masih sangat terbatas karena menggunakan penyangga leher.
"E-lla...?", ucapnya dengan suara lirih dan terbata namun jelas terdengar.
Sontak membuat kedua manik bening Ella menjatuhkan kristal bening menyentuh wajahnya. Ella tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Maya mengenalinya dengan baik. Maya menangis haru sambil menutup mulut dengan tangannya.
Meyda tersenyum dan mengusap lembut bahu Ella. "Alhamdulillah kakak mu benar-benar sadar sekarang".
Ella menganggukkan kepalanya.
"Pasien sudah mendapatkan kesadaran total. Sebaiknya kita bicara di ruangan saya pak", ucap dokter melihat pada Leo.
Leonard menganggukkan kepalanya mengikuti dokter.
Tiba di ruangan dokter wanita bernama Wiwiek, Leonard di persilahkan untuk duduk. Sementara dokter memeriksa hasil rontgen yang sudah ada di tangannya, mendekatkan pada lampu di atas mejanya.
"Kondisi istri bapak saat ini stabil. Besok harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Jika hasilnya baik bisa di ambil tindakan selanjutnya. Ingatannya pun sudah pulih. Namun sebagian tubuhnya sulit untuk di gerakkan akibat tertidur lama. Untuk memulihkan gerakan tubuhnya nanti bisa di bantu dengan fisioterapi".
Leonard menganggukkan kepalanya. "Bagaimana dengan kakinya? Apakah masih perlu di amputasi seperti pemeriksaan sebelumnya?"
"Akan kita evaluasi lagi, jika kondisinya membaik kemungkinan tidak di perlukan amputasi segera namun jika semakin buruk secepatnya harus diambil tindakan", ujar dokter Wiwiek. "Untuk mata, besok dokter spesialis akan memeriksa nya".
Leonard menganggukkan kepala. Setelah selesai bicara dengan dokter spesialis, ia keluar ruangan dokter itu dan kembali ke kamar Maya.
Leonard membuka pintu kamar, melihat Ella sedang menyeka tubuh Maya dengan telaten dan penuh kasih sayang
"L-eo?", panggil Maya dengan suara pelan ketika menyadari Leonard telah kembali ke dalam ruangan itu.
"Sebaiknya kamu beristirahat, Maya. Besok akan di lakukan pemeriksaan menyeluruh untuk lebih memastikan keadaan mu", ucap Leonard terdengar dingin tanpa ekspresi kebahagiaan di wajahnya setelah istrinya sadar sepenuhnya.
"D-imana Noah?"
"Dia ada di rumah, tidak bisa di bawa kemari".
"Nak, malam ini jika kalian ingin pulang tidak apa-apa. Mama yang akan menemani Maya", ujar Meyda pada Ella dan Leonard.
"Tentu saja aku juga akan menemani mama di sini", jawab Ella.
"K-enapa kaki ku tidak bisa di gerakkan? Bukankah dokter bilang akan bisa bergerak setelah kesadaran ku.T-api sampai sekarang tidak bisa", teriak Maya tiba-tiba histeris.
Bahkan wanita itu hendak membuka perban di matanya, namun Ella sigap menahan tangan Maya.
"Kak jangan. Besok dokter akan memeriksa mu".
"A-ku kenapa Ella? Kaki ku tidak bisa di gerakkan, mata sebelah kiri sepenuhnya gelap begini".
"Aku Kenapa. Apa sebenarnya yang terjadi pada ku?"
Tiba-tiba Maya menghunuskan tatapan tajam pada Ella. "A-pa yang kamu lakukan pada ku Ella? Semua yang menimpa ku karena kamu!"
...***...
To be continue
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya 🙏🏻