Arabella Brianna Catlin Hamilton saat ini tengah tersenyum sumringah dan perasaanya amat sangat bergembira.
Bagaimana tidak? Hari adalah hari anniversary kedelapan dari hubungannya dengan kekasih sekaligus teman masa kecilnya— Kenan Kelvin Narendra.
Namun, hatinya tiba-tiba hancur berkeping-keping ketika Kenan memutuskan hubungan dengannya tanpa alasan yang jelas. Kemudian, Bella mengetahui bahwa lelaki itu meninggalkannya demi wanita lain— seseorang dari keluarga kaya raya.
Karena tidak tahan dengan pengkhianatan itu, Bella menghilang tanpa jejak.
Dan enam tahun kemudian, Bella kembali sebagai seorang pengacara terkenal dan berusaha balas dendam kepada mereka yang berbuat salah padanya— keluarga si mantan.
**
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempatan ke 2
Keesokan harinya. Bella menghindar untuk bertemu dengan Kenan, bagaimana pun caranya. Selama rapat, Bella tidak melihat kearah Kenan, meskipun lelaki itu terus memperhatikan Bella sepanjang waktu.
Perasaannya yang berbahaya karena ulah Kenan terus menghalanginya untuk membalas dendam dan jika Bella tidak menjauh dari Kenan, Bella takut jika nanti akan mengecewakan orang tuanya.
'Lebih baik seperti ini. Kalau Kenan tahu kenapa aku benar-benar bekerja untuknya dan kebohongan yang aku ceritakan. Dia akan membenciku.' Batin, Bella sembari berjalan memasuki ruang kerjanya setelah memberitahu resepsionis bahwa dia tidak menerima tamu yang datang ke ruang kerjanya.
Bella menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksa berkas-berkas yang dia ambil dari penthouse Kenan, mencoba mengumpul bukti dengan cepat sehingga dia bisa mempercepat prosesnya agar tidak menghabiskan malam lagi bersama Kenan.
Sudah waktunya jam pulang kantor dan Bella sedang melintas keluar jendela ruang kerjanya, menatap matahari terbenam, tetapi tiba-tiba ponselnya berdering. Saat Bella melihat kearah layar, helaan napas keluar dari bibirnya saat membaca nama Galvin.
"Hei Bella." Sapa Galvin saat Bella menjawab panggilan tersebut. "Aku menelpon mu untuk mengajakmu makan malam. Kamu masih berhutang tanggal yang pantas padaku."
Bella menggigit bibir bawahnya, berpikir jika dia ingin fokus dengan balas dendamnya, dia harus menyingkirkan perasaan apapun yang tumbuh dihatinya.
"Bella? Kamu masih ada disana?." Tanya Galvin diseberang sana.
"Umm... tentu, jemput aku sebentar lagi." Jawab Bella menyetujuinya, hatinya berdebar-debar karena rasa bersalah.
Wanita itu kemudian teringat sesuatu. "Galvin, aku ingin kamu membantuku menyewa beberapa bodyguard."
"Kenapa? Apa terjadi sesuatu?." Tanya Galvin, nada bicaranya yang khawatir terdengar jelas dari speaker ponsel Bella.
"Aku tidak tahu apakah aku paranoid, tapi sepertinya ada yang mengikuti aku. Kemarin, ketika aku pulang dari kantor, aku merasa seperti ada orang yang mengikutiku." Keluh Bella, mengingat bagaimana paniknya dia kemarin dan ketakutan menyelimuti dirinya.
"Tidak baik mengambil intuisi. Tapi, aku akan menghubungi kantor keamanan dan mewawancarai beberapa orang untuk di pekerjakan." Balas Galvin.
Setelah memutuskan panggilan mereka, Bella merasakan ada seseorang yang tengah mengawasi dirinya. Wanita itu pun berbalik badan dan terkejut ketika mendapatkan Kenan berdiri di dekat pintu, dia menyipitkan matanya ketika melihat kearah Bella dan kemarahan terlihat jelas di raut wajahnya.
"Tuan Kenan, tolong ketuk pintunya sebelum memasuki ruang kerja saya—"
"Apa yang terjadi? Kenapa kamu tidak memberitahu kalau ada yang mengikutimu?." Tanya Kenan sembari berjalan mendekati Bella.
"Atas dasar apa saya harus menceritakan masalah pribadi saya pada anda, Tuan Kenan?." Jawab Bella, nada bicaranya terdengar dingin.
Kemarahan terlintas dari tatapan Kenan, dia mengambil langkah maju, meraih tangan Bella dan mendorong hingga punggung Bella bertabrakan dengan dinding, pelan. Kenan mengangkat kedua tangan Bella dan menekannya ke didinding diatas kepalanya, sentuhan itu membuat punggung Bella merinding kesemutan.
"Jadi, orang pertama yang mengetahui masalah pribadi mu adalah Galvin? Seharusnya kamu memberitahuku karena hanya aku yang bisa melindungi mu." Kata Kenan dengan suara rendahnya, rahang tegasnya terkantup rapat karena dia marah dan cemburu, meskipun ada kekhawatiran yang memenuhi hatinya akan kemungkinan bahaya yang Bella alami.
Bella mendengus, lalu menyeringai. Dengan sikap Kenan yang sepertinya ini, Bella merasa tidak perlu bersikap sopan lagi pada Kenan. "Melindungi aku? Aku telah melindungi diriku sendiri dengan cukup baik selama enam tahun terakhir. Jangan terlalu memuji kehebatanmu sendiri." Ejek Bella.
Posisi ini mengacaukan indranya. Mereka begitu dekat antara satu sama lain sehingga udara pun seakan tidak bisa melewatinya. Dada mereka saling bersentuhan, membuat mereka dapat merasakan detak jantung satu sama lain.
"Kamu tidak tahu betapa pentingnya keselamatan mu bagiku. Aku bisa menyerahkan segalanya kalau itu bisa melindungi kamu." Kata Kenan suara seraknya, tetapi Bella seperti tidak mengerti makna yang lebih dalam di balik kata-kata itu.
Mata mereka saling bertatapan, udara berderak dengan percikan api yang dahsyat. Tatapan mata Kenan di penuhi dengan begitu macam emosi saat lelaki itu menatap Bella. Tatapan mata tajamnya membuat pipi Bella terbakar.
Bella bisa merasakan napas mint Kenan di kulitnya. Itu terasa sangat hangat dan mengundang, apalagi dengan posisi tubuh mereka yang sangat berdekatan.
Kenan menurunkan pandangannya ke bibir ranum Bella dan sebuah hasrat terlintas dimatanya. Bibir mereka hanya berjarak beberapa inci dari satu sama lain. Jika ada gerakan sedikit saja, bibir mereka pasti akan bersentuhan.
Tanpa peringatan, Kenan membungkukkan kepalanya dan memberikan ciuman lembut di ceruk leher Bella. Saat itu terjadi, kenikmatan mengalir dalam diri Kenan.
Sementara Bella menggigit bibir bawahnya untuk mencegah erangan yang hampir keluar dari mulutnya, inti kewanita*** menegang ketika sensasi kesemutan yang menyenangkan mendesis di dalam dirinya, tubuhnya menginginkan lebih dari hanya sekedar ciuman kecil yang menggoda itu
'Sial, aku menginginkan nya.' Batin Bella, matanya terpejam saat Kenan menjilat kulit lehernya, memicu hasrat yang bahkan dia tidak dapat memahami nya. Apakah karena sudah lama Bella tidak disentuh oleh seorang lelaki?.
Cara Kenan menjilati kulitnya dan membumbui ciuman di sepanjang leher dan dan rahang tak seberapa milik Bella membuat dinding bagian dalam inti tubuh Bella mengepal berulang kali, menginginkan sesuatu untuk dimasukkan ke dalam.
Tubuh mereka menyatu seolah-olah mereka adalah satu jiwa..., untuk sesaat, segalanya lenyap kecuali hasrat mentah yang mendesis di antara mereka, menyulut api yang mengancam akan menghanguskan mereka seluruhnya.
Pikiran Bella kosong, sebuah keinginan tiba-tiba muncul untuk meraih leher Kenan dan menciumnya dengan penuh nafsu yang mengalahkan nya. Bella ingin Kenan menanggalkan pakaiannya dan membawanya ke kenikmatan yang selanjutnya. Inti yang basah merembes di celdamnya yang membuat Bella mendambakan lelaki dihadapannya.
Kenan menghisap leher Bella dan erangan kecil keluar dari bibirnya, tepat saat kejanta*** milik lelaki itu berdenyut dan Bella bisa merasakan denyutan nya, membuat matanya terbuka dan menyadari apa yang mereka lakukan. Setelah mengumpul seluruh kesadaran normalnya, Bella melepaskan diri dari cengkraman Kenan dan mendorongnya menjauh, tatapan mata tajamnya menatap kearah Kenan..
"Menjauh dariku! Kenapa kamu datang kemari, hah?." Sergah Bella.
Rasa sakit menusuk kedalam hati Kenan ketika mendapati penolakan Bella, lelaki itu menyugarkan rambutnya. "Aku datang untuk menjemputmu. Kita punya kesepakatan untuk menyelidiki bersama, kamu lupa?."
"Kesepakatan bodoh itu dibatalkan! Aku akan menyelidikinya sendiri." Bantah Bella, kemarahan terlihat jelas dimatanya karena dia hampir menyerah karena godaan. Bella hampir menyerah dan memohon pada Kenan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar ciuman.
"Bukankah kita sepakat untuk menyelidiki bersama—"
"Aku mampu melakukannya sendiri. Aku tidak perlu pergi ke penthouse mu untuk melakukannya." Bentak Bella, bayangan ketika dia melihat ayahnya yang mengenakan seragam penjara berwarna oranye terlintas di dalam benaknya. 'Aku harus membalaskan dendam Papa!."
Kenan terkejut dengan sikap dingin yang Bella tunjukan terhadapnya, bukankah mereka baik-baik saja kemarin? Jantung Kenan berdegup kencang, rasa sakit yang menyesakkan terasa di dadanya. Dia pikir Bella mulai memaafkannya sedikit demi sedikit.
"Apa kamu begitu membenci ku?." Tanya Kenan dengan suara rendahnya, menatap Bella dengan begitu banyak emosi yang terlihat dimatanya.
Kata-kata Bella menyayat hatinya, rasa sakit membuat tenggorokannya tercekat untuk menelan. Itu selalu selangkah lebih maju dan dua langkah mundur bersamanya... Kenan pikir Bella akhirnya bersikap ramah padanya dan siap memberinya kesempatan kedua.
"Bukankah itu sudah jelas? Aku tidak tahan berada didekatmu, kehadiranmu selalu mengingatkan aku dengan rasa sakit yang telah aku alami karena dirimu. Jadi, ya, aku membencimu." Jawab Bella, kata-kata terdengar menyakitkan bagi Kenan.
Kenan mengabaikan kata-kata kasar Bella, dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengajukan pertanyaan dengan suaranya yang lembut. "Bella, apakah kamu mau memberiku kesempatan kedua? Aku akan membuktikan kepadamu bahwa akulah lelaki yang kamu butuhkan. Seseorang yang bisa kamu andalkan. Aku akan melindungimu dengan segenap jiwa dan ragaku. Aku berjanji tidak akan menyakitimu lagi. Bella, aku tahu—"
"Cukup! Hentikan! Aku sedang tidak ingin mendengarkan pidatomu yang membosankan itu. Sekarang, keluar dari ruang kerjaku!." Kata Bella, jantungnya masih berdegup setelah mendengar perkataan Kenan padanya.
Bella tidak bisa membiarkan Kenan menyelesaikan perkataannya, dia takut perasaanya akan kembali mempercayai lelaki itu dan jatuh kedalam perangkapnya sebelum akhir lelaki itu kembali menyakitinya lagi.
Kenan merasakan sebuah tusukan yang menyakitkan di dadanya setelah mendapatkan penolakan itu. Jantungnya berdegup kencang menahan rasa sakit itu. Kenan melihat kearah Bella, melihat kedua mata wanita itu yang di penuhi kebencian menatap kearahnya. 'Ini bukan waktunya untuk berbicara.'
Sembari menghela napasnya, Kenan berbalik dan berjalan keluar dari ruang kerja Bella. Baru kemudian Bella akhirnya dapat bernapas lega. Wanita itu masih bisa merasakan sentuhan Kenan di tubuhnya dan Bella tidak tahu harus memikirkan hal apa tentang reaksinya terhadap lelaki itu.
Beberapa menit kemudian, ponselnya Bella bergetar. Dia membaca pesan dari Galvin, lalu menghela napasnya. Pergi makan malam bukan rencana yang tepat malam ini, tetapi jika dia ingin melupakan Kenan, itu adalah hal yang paling benar untuk dilakukan.
Bella mengemasi dokumennya dan kemudian pergi meninggalkan kantor sebelum akhirnya masuk kedalam mobil Galvin.
"Jadi kita mau kemana?." Tanya Bella, menoleh kearah Galvin.
"Ini kejutan." Jawab Galvin sembari menyalakan mobil.
Bella menghela napas dan menyandarkan punggungnya untuk bersantai, pemikiran tentang Kenan mulai hilang dari kepalanya saat Bella memaksakan diri untuk fokus pada kencan nya.
Sementara itu, Kenan duduk didalam mobil dan mengepalkan tangannya. Dia telah meminta sopirnya untuk pulang sendiri agar dia bisa menyetir mobil sendiri, setelah pergi dari ruang kerja Bella, Kenan menunggu di luar gedung perusahaan sehingga dia bisa diam-diam mengantarkan Bella pulang dan mencari tahu siapa orang yang sebenarnya mengikuti Bella kemarin.
Namun, Kenan tidak menyangka jika Bella akan masuk kedalam mobil Galvin. 'Apa Bella benar-benar mempertimbangkan untuk membangun hubungan dengan lelaki itu?.' Tanya Kenan pada dirinya sendiri, jantungnya berdebar kencang karena rasa sakit yang luar biasa melanda dirinya.
Kenan menyaksikan dengan rasa sakit saat Bella tersenyum pada lelaki itu, melawan keinginan untuk mendekat dan meninju wajah lelaki sialan itu. Rasanya seperti menonton adegan film yang menyakitkan, dimana Kenan tidak bisa berbuat apa-apa, Kenan menahan diri untuk tidak membuat masalah agar Bella tidak semakin benci padanya.
Setelah melihat mobil Galvin melaju, Kenan langsung menelpon teman-temannya untuk menemuinya di klub black ketika mereka ada waktu luang. Karena Kenan membutuhkan minuman untuk mengalihkan perhatiannya dan menghentikannya melakukan sesuatu yang akan membuat Bella membencinya lebih dalam dari sebelumnya.
**
Satu jam kemudian, Kenan terlihat sendirian didalam ruang VIP klub black sembari menenggak beberapa gelas bir. Saat ini dia sudah benar-benar mabuk, tetapi dia terus meminum birnya, Kenan ingin melupakan rasa sakitnya bahkan untuk satu malam.
Teman-temannya belum datang karena mereka sibuk dengan pekerjaan sehingga Kenan meminum bir pesanannya sendirian tanpa mereka.
Tatapan mata tajam Bella terus terlintas di benaknya. Melihat dia bersama dengan lelaki lain, membuat Kenan merasa cemburu dan dia merasakan jantungnya yang berdebar-debar.
Jika ini adalah balasan atas bagaimana dia mengakhiri hubungannya dengan Bella enam tahun yang lalu, maka Kenan akan dengan senang hati menanggungnya, tetapi dia tidak bisa kehilangan Bella lagi....
"Kenan? Apa kamu baik-baik saja? Awalnya aku ragu kalau melihatmu masuk kedalam klub. Jadi, aku merasa harus memastikannya." Sebuah suara familiar terdengar, membuat Kenan mengernyitkan dahinya.
Mata Kenan terpejam saat dia menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, tidak bisa dibuka karena dia telah mabuk berat.
Kenan sadar jika dia mendengar suara Sofia, tetapi dia tidak memiliki banyak tenaga untuk menjawabnya. 'Aku hanya ingin sendirian.' Batinnya, kepalanya terasa berat dan berdenyut-denyut.
Berbeda dengan Sofia, dia tersenyum ketika tidak mendapatkan jawaban dari Kenan. Wanita itu berpikir jika mungkin Kenan tidur, dia pun berjalan mendekati Kenan sebelum akhirnya duduk disebelah lelaki itu.
Ketika tidak ada reaksi dari Kenan,. Sofia menyeringai dan mulai membuka kancing kemeja Kenan, wanita itu tergoda dan ingin membelai dada bidang Kenan yang di pahat sempurna, tetapi Sofia tidak ingin membangunkannya.
Setelah membiarkan kancing bagian atas kemeja Kenan terbuka dan memperhatikan dada bidang lelaki itu. Sofia mengeluarkan ponselnya dan mengambil beberapa foto selfie, menyandarkan kepalanya dibahu Kenan. Sofia kemudian menyadari jika hanya itu terasa tidak cukup baginya. Jadi, dia membungkuk dan mengecup pipi Kenan.
Namun, ternyata kedua mata Kenan terbuka. "Apa-apaan ini?." Kenan langsung mendorong Sofia hingga wanita itu terjatuh di atas lantai. "Pergi!."
Sofia tersentak mendengar nada dingin Kenan. Mata lelaki melotot kearahnya.
Hati Sofia terasa sakit... Kenan telah dicampakkan oleh Bella, tetapi lelaki itu tetap tidak menginginkannya. Apakah cinta Bella begitu kuat sehingga Kenan tidak bisa melihat atau memiliki perasaan pada wanita lain?.
Karena merasa bersalah dan takut pada Kenan, Sofia bangkit dari lantai dan berlari keluar dari ruang VIP dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya.
Segera, Elmero dan Liam masuk kedalam ruang VIP Kenan. Dan Kenan melayangkan tatapan tajamnya kearah mereka. "Dari mana saja kalian?."
"Maaf kawan... kami terjebak macet. Tapi kenapa Sofia lari dari sini seperti batu saja melihat hantu?." Tanya Liam, melirik kearah dada Kenan yang terbuka.
"Aku tidak tahu, aku mendorongnya ketika aku sadar." Jawab Kenan dan memaksakan dirinya untuk beranjak dari sofa, pandangannya buram. "Antar aku pulang ke mansion Daddy ku."
Tubuh dan perasaan Kenan sedang kesakitan saat ini, jadi dia memutuskan untuk pulang kekediaman orang tuanya, hanya ditempat mereka dia bisa merasa lebih baik. Kenan butuh dukungan dan cinta mereka yang selalu bisa membantunya tetap kuat.
**
Saat Elmero dan Liam telah mengantarkan Kenan pulang ke mansion Narendra. Elena tersentak saat melihat putra berjalan terhuyung-huyung dan berbau alkohol.
"Apa yang telah terjadi?." Tanya Elena kepada dua sahabat Kenan yang berjalan dibelakang putra sambil terlihat was-was, Khawatir dengan keadaan Kenan.
"Aku tidak tahu, Bibi Elena. Tapi menurutku ini ada hubungannya dengan Bella." Jawab Elmero sembari membantu Kenan menaiki lift menuju lantai atas, tempat dimana kamar Kenan berada.
Beberapa saat kemudian, mereka telah masuk kedalam kamar Kenan. Elmero dan Liam membantu Kenan untuk berbaring diatas tempat tidur.
Sementara kedua mata Kenan sudah terpejam sedari tadi. "Bella..... Bella... aku mohon.. maafkan aku..." Gumam Kenan.
Mengetahui hal itu, hati Elena berdebar-debar, ikut merasa patah hati untuk putranya. Sepertinya dia sangat kesakitan.
Setelah menidurkan Kenan dan meninggalkan teko berisi air di meja nakas di samping tempat tidur Kenan, Elena dan teman-teman Kenan meninggalkan Kenan untuk beristirahat.
***
Pagi pun tiba, ketika satu keluarga itu berkumpul untuk sarapan, Elena menatap putranya. "Apakah kamu bisa memberitahu Mommy, alasan mengapa kamu dulu memutuskan hubungan dengan Bella, enam tahun yang lalu? Apa yang sebenarnya terjadi?."